Idul Adha Berbeda Lagi, Urgensi Solusi Hakiki

Oleh: Yuke Octavianty

Forum Literasi Muslimah Bogor

 

 

LenSa Media News–Fenomena perbedaan penetapan hari raya Idul Adha kembali terjadi. Idul Adha merupakan momen untuk memahani perjuangan Nabi Ibrahim yang mengorbankan putranya, Nabi Ismail, demi menjalankan perintah Allah SWT. Tidak hanya itu, Idul Adha juga bertepatan dengan puncak pelaksanaan ibadah haji di Tanah Suci Mekah setiap bulan Zulhijah, di Arafah. Idul Adha ditetapkan setiap tanggal 10 Dzulhijjah di Kalender penanggalan Hijriyah.

 

Sementara dalam sistem penanggalan Qomariyah, seringkali digunakan metode hisab dan rukyatul hilal. Sehingga menimbulkan perbedaan dalam hasilnya. Seperti yang telah diketahui, Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) telah menggelar sidang isbat penentuan awal Zulhijah 1445 H pada Jumat (7/6/2024). Hasilnya, 10 Dzulhijjah jatuh pada tanggal 17 Juni 2024 (kompas.com, 7/6/2024). Data hilal, menyebutkan posisi hilal telah melampaui kriteria Imkanur rukyat MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura), yang menetapkan kriteria tinggi hilal 3 derajat dengan sudut elongasi 6,4 derajat.

 

Ketetapan Sistem Batil

 

Berbeda dengan penetapan di tanah air, Arab Saudi telah menetapkan bahwa Mahkamah Agung Arab Saudi mengumumkan, Jumat (7/6/2024) telah memasuki hari pertama bulan Zulhijah 1445 H. Artinya, hari raya Idul Adha 2024 yang bertepatan dengan 10 Zulhijah di Arab Saudi akan jatuh pada Minggu (16/6/2024) (kompas.com, 7/6/2024).

 

Perbedaan ini jelas menimbulkan tanda tanya besar bagi kaum muslim. Bagaimana tidak? Puncak haji, yakni hari Arafah ditetapkan di Indonesia berbeda dengan Arab Saudi, sebagai penyelenggara ibadah haji.

 

Seluruh ulama bersepakat bahwa penentuan hari raya Idul Adha mestinya mengikuti pantauan dan keputusan Arab Saudi. Karena penetapan 1 Dzulhijjah ditentukan oleh ahlul Makkah, penduduk kota Makkah. Karena haji adalah Arafah.

 

Rasulullah SAW. bersabda,  “Al Hajju, Arafah” yang artinya haji adalah Arafah. Inilah nasehat Rasulullah SAW. kepada seluruh kaum muslim, bahwa penyelenggaraan haji adalah di hari Arafah dan tempatnya di Arafah. Sehingga penetapan hari raya Idul Adha mengikuti kebijakan ahlu Makkah. Karena Arafah terletak di Makkah, dan di Arafah juga inti haji terlaksana sempurna bagi seluruh kaum muslim yang menunaikannya.

 

Semua perbedaan yang seringkali terjadi bukan semata karena perbedaan dasar dalil. Akan tetapi karena faktor fanatisme rasa kebangsaan sehingga menggeser pemahaman yang benar menjadi keliru. Penetapan Idul Adha yang ditetapkan sistem hari ini telah menyalahi kaidah penetapan waktu Idul Adha yang mestinya mengikuti keputusan Amir Makkah.

 

Kebijakan ini pun akhirnya menciptakan ketidaknyamanan kaum muslim dalam menjalankan ibadah. Salah satunya ibadah puasa Arafah dan salat Idul Adha. Jika terjadi kekeliruan dalam penetapannya, dikhawatirkan akan terpeleset pada konsep keharaman beribadah. Misalnya, ada kaum muslim yang berpuasa Arafah, padahal di Makkah sudah ditetapkan hari raya. Dan hal ini bukanlah kesalahan yang sepele.

 

Seringkali dijumpai, untuk memfasilitasi perbedaan ini justru negara memberikan pilihan kepada kaum muslim, dan ada beberapa masjid yang menyelenggarakan dua kali solat Idul Adha. Konsep ini disampaikan sebagai usaha untuk toleransi atas perbedaan penetapan. Namun sayang, ketetapan ini justru keliru. Karena jelas menyalahi ketetapan syara‘.

 

Idul Adha Sebagai Pemersatu

 

Mestinya momen Idul Adha dapat dirayakan sebagai momen untuk menyatukan seluruh kaum muslim dunia dalam satu akidah dan satu pengaturan berdasarkan syariah. Untuk mewujudkan hal ini, umat muslim mutlak membutuhkan satu kepemimpinan yang menyatukan seluruh umat muslim dunia. Yakni sistem Islam dalam wadah institusi khilafah.

 

Khilafah-lah satu-satunya yang menjaga umat dari berbagai perbuatan yang mampu menjerumuskannya dalam kezaliman dan kebatilan. Karena konsep khilafah adalah menjaga setiap kepentingan umat, termasuk aturan ibadah dan pelaksanaannya dalam kehidupan. Setiap kebijakan yang ditetapkan khilafah akan senantiasa mengarahkan umat muslim pada kaidah ibadah sesuai syariah. Kebijakan yang ada pun tidak dipengaruhi berbagai kepentingan penguasa atau pihak yang “gemar” memecah belah persatuan kaum muslim.

 

Inilah sistem Islam. Satu-satunya sumber aturan untuk sempurnanya ketaatan bagi seluruh kaum muslim. Hanya dengan Islam, persatuan dan kesatuan umat Islam dunia mampu terwujud. Tatanan inilah yang akan menghantarkan kehidupan pada rahmat dan berkah Allah SWT. yang luasnya seluas langit, bumi dan seisinya. Wallahualam bissawab. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis