Membangun Negara Kuat dan Sejahtera Tanpa Pajak 

Oleh: Nurjannah Sitanggang

 

LenSa Media News–Hidup tanpa bayar pajak mungkin menjadi impian yang sulit diwujudkan. Sebagian kalangan menganggap mustahil pajak dihilangkan dari kehidupan bernegara. Anggapan ini benar jika kehidupan yang dibangun ada dalam asuhan sistem kapitalisme. Sebab, dalam sistem kapitalisme memang pemasukan utama negara adalah pajak.

 

Indonesia sendiri APBNnya mayoritas berasal dari pajak. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp1.869,23 triliun pada 1 Januari-31 Desember 2024(DataIndonesia.id, 23/1/2024). Itu berarti APBN 2023 , 61 persen penerimaan negara kita adalah pajak. Wajar pada akhirnya pemerintah selalu mencari cara untuk menambah pemasukan negara lewat otak atik objek pajak.

 

Padahal sebenarnya negara tanpa pajak itu adalah sebuah keniscayaan. Sistem Islam adalah sebuah aturan kehidupan dari Allah Swt. yang telah mengatur kehidupan sedemikian rupa dan telah menetapkan pajak bukan menjadi pendapatan utama.

 

Dalam Islam kepemilikan dibagi tiga yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Kepemilikan umum merupakan jenis kepemilikan yang telah ditetapkan syariat untuk dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan lagi kepada masyarakat. Rasulullah Saw bersabda: “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).

 

Hadis di atas menyatakan bahwa kaum muslim (manusia) berserikat dalam air, padang rumput, dan api. Ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu.

 

Perserikatan disini bermakna perserikatan dalam pemanfaatan. Dalam arti, semua boleh memanfaatkannya. Tidak boleh dikuasai oleh seseorang, sementara sebagian yang lain dihalangi/dilarang. Artinya, ada izin dari Asy-Syâri’ kepada semua orang secara berserikat untuk memanfaatkan jenis harta itu. Ini berarti bahwa privatisasi atau penyerahan harta milik umum kepada swasta adalah haram.

 

Jika kita amati kekayaan milik umum ini sebenarnya sangatlah melimpah. Lihatlah negeri kita yang kaya sumber daya alam berupa: barang tambang, hutan yang luas, dan laut yang luas. Bahkan Indonesia menempati posisi ke-6 sebagai negara dengan cadangan emas terbesar sebanyak 2.600 ton.

 

Dari segi produksi, Indonesia menempati posisi ke-8 dengan produksi sebesar 110 MT pada 2023 (CNBC,18/4/2024). Dari Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) mencatat, Indonesia menjadi negara kedelapan yang memiliki hutan terluas di dunia dengan luas mencapai 92 juta ha.

 

Indonesia juga termasuk negara penghasil ikan terbesar di dunia. Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan, pada 2022, hasil produksi ikan di Tanah Air mencapai 24,85 juta ton. Produksi itu terdiri atas perikanan budi daya sebanyak 16,87 juta ton dan perikanan tangkap 7,99 ton. Sementara itu, pada 2023, produksi perikanan ditargetkan mencapai 30,37 juta ton (koran.tempo, 1/12/2023)

 

Sungguh kekayaan alam negeri ini sangat melimpah. Pengelolaan yang menyimpang dari syariat menjadikan rakyat tidak dapat menikmati kecuali hanya segelintir orang saja yaitu para pengusaha alias kapitalis.

 

Padahal dalam Islam pengelolaan kepemilikan umum dengan benar menjadikan negara punya pemasukan yang banyak. Hasil pengelolaannya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pelayanan baik pendidikan, kesehatan, keamanan maupun pengadaan fasilitas umum.

 

Sehingga sebuah keniscayaan jika negara mampu menggratiskan pendidikan, kesehatan dan keamanan. Sehingga wajar tanpa pajak negara tetap mampu membiayai kebutuhan finansialnya dan mensejahterakan rakyatnya.

 

Dalam Islam pajak diambil hanya dalam kondisi darurat saja dan itupun hanya dari orang kaya. Ketika kebutuhan darurat tersebut terpenuhi maka pemungutan pajak pun dihentikan. Pemungutan pajak tanpa kebutuhan mendesak terkategori haram. Rasulullah Saw bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang mengambil pajak (secara zhalim).“ (HR Abu Daud ). Wallahualam bissawab. [ LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis