Tapera, Kebijakan Tak Bijak Ala Sistem Rusak
Oleh:Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
LenSa Media News–Kebijakan kontroversi kembali digulirkan pemerintah. Kali ini tentang kebijakan Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) yang ditarik dari potongan gaji per bulan sebesar 2,5%. Kebijakan ini dikenakan pada setiap pegawai, baik pegawai pemerintahan maupun pegawai swasta. Disebutkan bahwa kebijakan tersebut diperuntukkan untuk setiap pegawai membeli rumah baru, atau memperbaiki hunian yang telah dimiliki.
Kebijakan tersebut ditetapkan sebagai implikasi diterapkannya aturan pelaksanaan UU Tapera berupa Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang telah ditetapkan Presiden pada tanggal 20 Mei 2024 (CNNIndonesia.com, 28/5/2024).
Kebijakan Kontraproduktif
Menyoal kebijakan tersebut, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W Kamdani , mengaku keberatan bila para karyawan harus dibebani potongan gaji untuk tabungan perumahan rakyat. Terlalu banyaknya potongan gaji yang telah membebani pendapatan kelas pekerja saat ini (cnbcindonesia.com, 28/5/2024).
Shinta pun menambahkan, daripada pemerintah menetapkan kebijakan iuran tapera, lebih baik pemerintah mengoptimalkan dana BPJS Ketenagakerjaan sesuai aturan PP Nomor 55/2015 Tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Aset Jaminan Hari Tua atau JHT dalam anggaran BPJS Ketenagakerjaan sebesar Rp 460 triliun dapat dimanfaatkan dalam program Manfaat Layanan Tambahan (MLT) Perumahan Pekerja dengan maksimal 30% atau sebanding dengan Rp 138 triliun. Dana MLT merupakan dana yang sangat besar dan minim pemanfaatan.
Kebijakan tapera dinilai sebagai kebijakan tidak bijak. Kebijakan ini menciptakan kondisi ekonomi masyarakat semakin terpuruk. Faktanya, kelas menengah ke bawah masih kesulitan memenuhi kebutuhan primer, seperti pangan, kesehatan dan pendidikan. Dengan gaji yang ada saja, sudah serba kekurangan. Buktinya angka kemiskinan kian bertambah ekstrim di tengah badai PHK yang terus menggila.
Gaji yang terus dipotong akan membuat masyarakat makin kelimpungan memenuhi kebutuhan. Belum lagi trauma rakyat yang tercipta saat beragam kebijakan “tabungan” yang katanya dipungut untuk kesejahteraan rakyat, namun faktanya justru dikorupsi habis-habisan. Tengok saja korupsi ASABRI, korupsi Taspen, BPJS, dan sederet korupsi lain yang belum juga tuntas hingga kini.
Semua kebijakan ini sebagai bentuk kegagalan negara dalam mengurusi urusan hunian untuk rakyat. Rakyat dipaksa untuk membayar iuran tanpa pandang bulu. Kebijakan ini semakin memperburuk keadaan ekonomi yang terus menghimpit rakyat. Jelaslah, kebijakan ini adalah ketetapan yang kontraproduktif dengan kebutuhan rakyat.
Islam Menjamin Kepemilikan Hunian
Sistem Islam menetapkan, negara adalah pengurus utama setiap kepentingan umat. Termasuk kebutuhan hunian. Dan konsep tersebut hanya mampu diwujudkan dalam institusi khilafah. Institusi yang menerapkan hukum syara‘ dengan utuh dan menyeluruh.
Sistem Islam dalam wadah Khilafah akan menciptakan kebijakan kepemilikan perumahan bagi seluruh rakyat. Dijamin layak, aman, dengan harga yang terjangkau. Transaksi kepemilikan rumah pun diatur dalam transaksi yang sesuai syariat Islam. Dalam khilafah, penyerahan urusan atau kepentingan yang menyangkut hajat hidup orang banyak wajib dikelola negara. Bukan kepada pihak swasta atau asing.
Rasulullah SAW. bersabda, “Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya” (HR. Al Bukhori).
Penerapan sistem ekonomi Islam menjamin seluruh kepala keluarga mampu bekerja secara layak demi memenuhi nafkah keluarga. Setiap pegawai terpelihara haknya secara penuh oleh negara. Terkait kepemilikan tempat tinggal, khilafah tidak akan menetapkan pungutan bagi rakyat. Mekanisme pengaturan pemenuhan kebutuhan rakyat, termasuk kebutuhan tempat tinggal, diambil dari pos Baitulmaal dan akan dioptimalkan dengan strategi khas yang ditetapkan berdasarkan kebijakan khalifah.
Sementara itu, harga tanah dan tempat tinggal dalam tata kelola sistem Islam pun tak semahal harga yang ada saat ini. Negara secara langsung mengelola tanah dan pembangunan pemukiman untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Bukan untuk mencari keuntungan. Betapa amanah strategi Islam dalam menjaga kepentingan umat.
Di sisi lain, Islam juga melarang penelantaran tanah selama tiga tahun berturut-turut. Dengan konsep tersebut, negara mampu memaksimalkan produktivitas lahan yang ada. Salah satunya dengan mengoptimalkan program perumahan untuk rakyat. Dan menyiapkannya untuk kebutuhan rakyat dengan harga yang mudah dijangkau rakyat atau bahkan gratis bagi setiap individu yang tidak mampu secara ekonomi.
Sempurnanya pengaturan Islam. Strategisnya amanah niscaya melahirkan berkah. Kesejahteraan terjaga. Rakyat terlindungi utuh dalam bingkai Islam yang kokoh melindungi. Wallahualam bisshawwab. [LM/ry].