Solusi Air Hanya Duniakah yang Punya?

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih

Institut Literasi dan Peradaban

 

LenSa Media News–Kembali agenda pertemuan dan kerjasama internasional di gelar di Indonesia. Dari tanggal 18-25 Mei, The 10th World Water Forum (WWF) 2024 atau Forum Air Dunia ke-10 digelar di Bali. Tahun ini mengambil tema “Water for Shared Prosperity”. Dengan harapan semua pihak bisa membahas berbagai permasalahan penting mengenai air beserta solusinya (Ruzkaindonesia.id, 18/5/2024).

 

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Kemaritiman), Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, forum ini akan dihadiri 13.448 orang dari 148 negara. Selain tamu VVIP ( Very Very Important Person) dan para petinggi negara, acara ini turut dihadiri perwakilan daerah, asosiasi, perusahaan swasta, hingga organisasi kepemudaan.

 

Akan ada 120 proyek strategis terkait air bernilai 9,4 miliar dollar Amerika Serikat (AS), termasuk tindak lanjut dari inisiatif Indonesia pada Group of Twenty (G20) di Bali, yaitu Bali Global Blended Finance Alliance (GBFA) yang akan launching dengan penandatanganan letter of intent (LoI) dengan negara-negara founding member pada 20 Mei mendatang.

 

Dan Indonesia membutuhkan forum ini untuk menjawab persoalan air dunia dengan solusi bersama negara-negara dunia yang ke depannya dapat meningkatkan pengelolaan dan pengembangan sumber daya air (SDA), sehingga tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) bisa terwujud. Forum ini Indonesia sekaligus membuktikan kesiapan untuk berkontribusi terhadap penciptaan langkah-langkah yang menjaga sumber daya air (SDA) dunia.

 

Urusan Dapur Bersandar Pada Kaum Kufar

 

Lagi-lagi Indonesia terlibat kerjasama dengan organisasi dunia dalam menyelesaikan persoalan “dapur”. Dipilihnya Indonesia, Bali sebagai tempat pertemuan bukan tanpa maksud. Mungkin terdengar agak berlebihan, namun berapa jumlah kerjasama dengan dunia barat yang memberikan hasil signifikan terhadap terwujudnya kesejahteraan rakyat Indonesia bahkan dunia itu sendiri? Tidak ada!

 

Sebab kerjasama ini ibarat show room terbesar dunia yang memamerkan produk barat dengan negara berkembang, salah satunya Indonesia (Bali) sebagai pasar strategisnya. Yang terselubung dari mata rakyat dari kerjasama yang sesungguhnya, adalah transaksi jual beli dengan tujuan keuntungan bagi pengusaha dan penguasa yang juga pengusaha dan pengumpulan dana (baca: utang luar negeri) guna sharing fund pembiayaan proyek. Tak ada makan siang gratis, maka segala sesuatu dianggap komoditas, termasuk pelayanan negara terhadap kebutuhan rakyatnya.

 

Gala Dinner yang dihadiri Presiden Joko Widodo dan sejumlah pimpinan negara di Garuda Wisnu Kencana Cultural Park sebagai sambutan resmi pembukaaan WWF pada Minggu (19/5/2024) semakin menunjukkan posisi Indonesia pelayan sejati kebutuhan barat. Para pejabat kita bersukaria seolah negeri ini baik-baik saja (Wartakota.tribunnews.com, 20/5/2024).

 

Masalah Air Tuntas dengan Penerapan Sistem Sahih

Apapun proyeknya jika sudah bukan negara sendiri yang menghandle maka sudah bisa dipastikan kapitalismelah yang dominan. Peran negara diminimalisir sedemikian rupa hingga hanya tersisa sebagai pembuat hukum saja guna memberikan payung perlindungan kepada apapun yang dieksplore para investor asing itu.

 

Persoalan air ataupun perubahan iklim berasal dari penerapan sistem ekonomi kapitalis itu sendiri, yang begitu tamak mengeksploitasi kekayaan sebuah negara terutama negara berkembang. Penjajahan gaya baru ini sukses mendulang pundi-pundi pendapatan bagi pengusaha sekaligus penguasa yang berprofesi sebagai pengusaha, air jadi komoditas, dampak negatif yang bakal menghadang tak lagi jadi perhitungan.

 

Alam tak lagi seimbang, hujan lebat hingga banjir bandang di satu wilayah, sementara wilayah lain kering kerontang tak ada kehidupan. Kebakaran hutan merajalela menyumbang kerusakan ozon, sementara di tempat lain ilegal logging, tanah longsor, pertambangan liar dan lainnya bebas meninggalkan kesengsaraan bagi rakyat.

 

Saatnya kita berpikir jernih, kapitalisme tak akan memberikan harapan perubahan kecuali kesengsaraan. Sebab, asasnya sekular yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Tak ada niatan dunia akan memperbaiki keadaan negara lain kecuali hanya upaya memperpanjang penjajahan itu sendiri. Terlebih demokrasi hanya melahirkan pemimpin yang hanya bisa melanjutkan kebijakan rezim sebelumnya.

 

Islam sebagai agama, juga mengandung sistem aturan yang sahih, pemecah persoalan umat sebab berasal dari Zat Yang Maha Hidup, Allah Swt. Dalam pandangan Islam air adalah salah satu kebutuhan pokok manusia yang harus dikelola oleh negara. Sebab berdasarkan pada sifatnya, masyarakat yang kesulitan mengakses air akan muncul bahaya (dharar) di dalamnya.

 

Rasulullah saw bersabda,“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari). Seorang pemimpin tak akan bisa adil dan mampu mewujudkan kesejahteraan kecuali dengan syariat yang menjelaskan fungsi pemimpin sebenarnya. Wallahualam bissawab. [LM/ry].

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Please follow and like us:

Tentang Penulis