Kriminalitas Kian Marak, Butuh Solusi Terintegrasi

Oleh : Amiratul Adilah

(Aktivis Mahasiswa)

 

Lensa Media News – Miris, kasus kriminalitas lagi-lagi terulang di negeri ini. Dikutip dari laman Tirto.id Seorang taruna dari Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Marunda, Jakarta Utara berinisial P meninggal diduga mengalami penganiyaan oleh senior pada Jumat (3/5/2024). Pihak meminta agar pelaku dihukum seberat-beratnya, sebanyak luka mendalam yang mereka terima karena kehilangan anak. Dari informasi yang beredar, korban dibawa ke toilet dan dihajar oleh senior yang merupakan sang pelaku. Pihak kepolisian masih menyelidiki kejadian ini. Sementara pihak kampus mengklaim bahwa budaya perpeloncoan senior kepada junior sudah lama dihapuskan dan apa yang terjadi merupakan murni person to person.

Mengamati kasus-kasus kriminalitas yang terjadi belakangan ini, menandakan bahwa generasi sangat riskan termotivasi melakukan kekerasan. Tak jarang, masalah sepele pun dapat mendorong seseorang untuk melakukan kejahatan. Cendekiawan muslim, Ustaz Ismail Yusanto menjabarkan di Focus To The Point melalui kanal Official-nya bahwa sedikitnya ada tiga faktor yang melatarbelakangi timbulnya kejahatan. Pertama, suasana yang membawa masyarakat pada lumrahisasi kriminalitas, di mana orang-orang telah kehilangan sensitifitas terhadap sebuah dosa atau pelanggaran. Kedua, hukuman yang ditegakkan saat ini tidak mampu mencegah timbulnya kejahatan baru karena tidak memberikan efek jera pada para pelaku kejahatan, sehingga mereka tidak takut untuk mengulangi aksi kriminal yang mereka lakukan. Ketiga, adanya stimulus dari luar yang memicu kriminalitas, seperti tontonan yang mengandung banyak konflik, dendam, dan aksi-aksi kekerasan.

Bila kita teliti dari berbagai motif yang mendorong terjadinya kriminalitas, salah satu penyebab besarnya adalah lemahnya keimanan dan ketakwaan individu. Sekularisasi dalam kehidupan memudahkan masyarakat untuk melakukan kejahatan, bahkan sampai menghilangkan nyawa orang lain. Kehidupan sekuler membuat manusia tidak takut akan dosa dan siksa neraka ketika melakukan perbuatan asusila, bahkan yang tergolong dosa besar seperti pembunuhan.

Ini disebabkan kehidupan yang mengadopsi sistem sekuler, menjauhkan aktivitas sehari-hari dari aturan syari’at. Pudarnya tindakan pencegahan dalam diri individu dari berbuat kriminal karena lemahnya keimanan. Bayangan surga neraka seolah merupakan sesuatu yang jauh dari realitas kehidupan. Sungguh ironis. Di samping itu, penerapan Kapitalisme di negeri ini telah menyebabkan kemiskinan yang meluas. Ditambah biaya pendidikan yang tidak masuk akal benar-benar membuat banyak orang menjadi gelap mata. Akhirnya mereka rela melakukan kejahatan seperti mencuri, merampok, dan sebagainya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Namun, satu hal yang juga menjadi penyebab meningkatnya kriminalitas adalah buruknya penegakan hukum di tengah masyarakat. Banyak kasus kriminal yang hilang begitu saja membuat masyarakat enggan untuk melaporkannya. Sudah menjadi rahasia umum di negeri ini bahwa berurusan dengan aparat keamanan membutuhkan biaya yang besar dan proses yang berbelit-belit, padahal urusan belum tentu tertuntaskan. Hingga ada pepatah yang mengatakan, “Hilangnya seekor ayam, bila diumumkan ke pihak yang berwenang, bisa berarti hilangnya seekor sapi.”

Inilah buah realisasi hukum kufur. Sistem sanksi sekulerisme gagal mencegah maraknya kriminalitas karena tidak sanggup memunculkan efek jera pada para pelaku kejahatan. Sanksi lemah, ditambah oknum aparat yang mudah disuap menyebabkan pelaku menjadi menyepelekan hukum dan makin berani berbuat kriminal di tengah masyarakat. Dampaknya, kehidupan masyarakat menjadi tidak tenang karena tidak pernah merasa aman dari para pelaku kriminal yang berkeliaran bebas. Maka terbuktilah bahwa sistem hukum sekuler gagal memenuhi kebutuhan dasar manusia yakni keamanan.

Sistem Islam memiliki lapisan-lapisan struktur yang bekerja efektif guna mewujudkan rasa aman bagi masyarakat. Pada level individu, negara akan mendidik kepribadian individu masyarakat agar menjadi sosok yang bertakwa. Negara akan menerapkan sistem pendidikan berbasis akidah Islam, serta mengutus para pendakwah ke berbagai penjuru negeri untuk membina akidah dan syariat Islam di tengah masyarakat. Pada level masyarakat, negara akan menjamin kesejahteraan penduduknya dengan memenuhi kebutuhan dasar berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan.

Di samping itu, sanksi-sanksi dalam sistem Islam berfungsi sebagai jawabir (penebus dosa pelaku) dan zawajir (pencegah orang lain berbuat yang serupa). Sanksi bagi para pelaku kriminal akan disesuaikan dengan jenis kejahatannya. Misal, hukuman qishos untuk pembunuhan (nyawa dibalas nyawa). Demikianlah, penerapan sistem Islam secara sempurna akan memberikan solusi terintegrasi bagi masalah maraknya kriminalitas yang ada di negeri ini. Karena Islam merupakan agama yang sempurna, yang mengandung seperangkat aturan lengkap bagi ummat manusia dalam menjalani kehidupan.

 

[LM/nr]

Please follow and like us:

Tentang Penulis