Kesetaraan Bukan Solusi Perbaikan Nasib Perempuan
Oleh: Rosmiati, S.Si
LensaMediaNews- Heboh. Isu penjualan orang kembali mencuat. Kini komoditas yang diperjualbelikan adalah para kaum hawa. Mereka diiming-imingi akan dinikahkan dengan orang kaya asal negeri Tirai Bambu. Hidup mereka pun kelak akan terjamin. Begitu pula dengan keluarga yang ditinggalkan di kampung halaman, juga akan dijamin hidup enak dan berkecukupan. Tak ayal, dari janji manis itu terbuai sebanyak 29 perempuan asal Sanggau Kalimantan Barat dan Jawa Barat (Detik.com, 23/06/2019).
Mereka pun dikirim ke China melalui sang perantara. Sayang, semua yang dijanjikan tidak sesuai kenyataan. Para perempuan ini, pada akhirnya dipaksa bekerja dengan jam terbang yang tinggi. Seluruh penghasilan mereka pun menjadi milik keluarga sang suami. Tidak hanya itu, mereka juga dihadapkan dengan sejumlah pekerjaan rumah serta kerja sampingan lainnya. Seperti membuat kerajinan tangan yang nantinya juga akan dijual.
Tidak jarang, para kaum hawa ini memiliki waktu istirahat yang sedikit. Untungnya tiga korban yang diduga masuk dalam sindikat perdagangan orang ini sudah dikembalikan ke tanah air. Tinggal 26 korban lagi yang masih berada di negeri Panda tersebut (Detik.com, 23/06/2019).
Fenomena ini diakui oleh Bobi Anwar Maarif, selaku Sekjen Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) sebagai modus dari Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) (Detik.com, 23/06/2019).
Ya, TPPO memang bukan hal baru menyapa negeri ini. Melainkan sudah seringkali terjadi. Hanya, kini mereka berkamuflase dalam inovasi baru dengan cara yang halus, dimana seakan-akan di antara korban dan pelaku tidak ada unsur pemaksaan melainkan atas dasar sama-sama mau.
Kemiskinan adalah Penyebabnya
Terjadinya sindikat jaringan perdagangan orang ini tidak terlepas dari mewabahnya kemiskinan di tengah masyarakat. Juga kesewenang-wenangan para pemilik modal dalam memuaskan dirinya. Lihatlah, bagaimana para perempuan itu dipekerjakan lalu seluruh penghasilannya diambil. Hal ini semakin membuktikan bahwa dalam kondisi hari ini, siapa yang hidup bergelimang harta akan semakin mudah menginjak yang lemah.
Sistem yang berbasis materialistik inilah yang harus disalahkan atas peristiwa yang tidak berperikemanusiaan ini. Kehadirannya telah berhasil menciptakan kemiskinan yang struktural di tengah kehidupan masyarakat. Alhasil, demi bertahan hidup, para kaum perempuan tidak lagi peka mengolah informasi yang datang.
Selain itu, kapitalisme juga memandang wanita bak mesin pencetak uang. Darinya cukup berpotensi menghasilkan uang. Tidak hanya tenaga, keindahan tubuhnya pun juga dimanfaatkan demi kepuasan segelintir orang.
Bagi pejuang ide kesetaraan, dalam laman Unwomen edisi 12/05/2017, solusi dari maraknya kasus kekerasan bagi perempuan adalah dengan membiarkan wanita menerobos kodrat yang telah digariskan Tuhan padanya. Dalam pandangan para pejuang gerakan feminisme, kaum perempuan harus membina karir demi terhindar dari tindak kekerasan dan kesewenang-wenangan kaum lelaki.
Padahal jika ini terjadi, malah akan banyak menghadirkan masalah. Utamanya akan berdampak pada tumbuh kembang anak, juga ketahanan rumah tangganya. Sudah menjadi hal umum, bahwa ketika wanita itu telah mempunyai pendapatan dari hasil jerih payahnya dengan mudah maka ia merendahkan suami yang harusnya ia hormati penuh. Selain itu, mereka juga akan lebih berani mengungkapkan kata perceraian. Terlebih lagi dengan tugas utamanya dalam mendidik anak-anaknya, juga akan mudah ia tinggalkan. Apalagi, saat ini tempat penitipan anak telah banyak dibuka di mana-mana.
Untuk itu, perjuangan ini sejatinya bukanlah sebuah solusi atas perbaikan nasib perempuan. Melainkan hanya menciptakan derivat masalah baru. Lalu bagaimana solusinya? Memberantas kemiskinan serta merubah paradigma saat ini dalam memandang posisi seorang wanita dalam kehidupan.
Paradigma Islam Kaffah Pelindung Sejati Kaum Hawa
Kondisi ini akan berbeda ketika Islam diambil sebagai pandangan hidup. Dalam Islam, penjualan orang tentu adalah perbuatan yang sangat terlarang. Apalagi mengatasnamakan ikatan suci pernikahan.
Khalifah selaku pemimpin di tengah kaum muslimin akan mengupayakan pemenuhan kebutuhan rakyatnya. Sehingga tidak ada lagi yang namanya kemiskinan. Sayang semua ini hanya akan diperoleh ketika mengambil Islam secara menyeluruh.
Disamping itu, Islam memandang wanita sebagai pemegang kendali dalam baiknya peradaban manusia. Maka sudah barang tentu, perempuan akan dijaga, dilindungi, dan dihormati hak-haknya. Itulah mengapa, Allah SWT tidak membebankan atasnya amanah untuk mencari rezeki atau menjadi tulang punggung keluarganya. Melainkan menjadi umm wa rabbatul bayt, yakni menjadi ibu dan pengurus rumah suaminya.
Membiarkan wanita bebas melenggang dalam dunia kerja, disadari oleh agama ini hanya akan menambah runyam suasana. Maka melalui tata kelola kepemimpinanya, sejumlah kebijakan yang mengarah pada kecukupan kebutuhan hidup segenap rakyatnya akan diperhatikan dan dipenuhi.
Wallahua’lam
[LS/Ah]