Karena Utang, Tubuh Istri Dijajakan

Oleh: Dini Azra

 

LensaMediaNews- 1 Juli 2019 lalu, Ditreskrimsus Polda Jawa Timur membongkar praktik prostitusi sepasang suami-istri di sebuah vila di desa Pecalukan, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan Jawa Timur. NH (23) telah menawarkan istrinya PR (20), untuk melayani pria hidung belang. Dengan melakukan praktik seks menyimpang, Threesome (Kompas.com, 04/07/2019).

Kepada polisi, NH mengaku sengaja mengunggah foto-foto syur istrinya di akun twitter. Akun twitter yang baru dibuatnya 3 bulan lalu itu, sudah memiliki dua ribuan follower. Bagi lelaki yang berminat menikmati pelayanan sang istri. Bisa langsung berkomunikasi lewat jalur pribadi. Dia mematok harga 1,5 juta rupiah per jam dalam transaksi tersebut.

Saat digerebek, terungkap bahwa itu adalah layanan keempat yang mereka lakukan. Namun NH menolak tuduhan, jika dia memaksa sang istri untuk berbuat demikian. Menurutnya, ini sudah menjadi kesepakatan. Perbuatan bejat itu dipicu karena utang saat istrinya melahirkan melalui operasi caesar. NH berutang kepada rekannya sebesar 8 juta. Kini mereka sudah mencicilnya dan tinggal 1 juta rupiah.

Miris sekali. Seorang suami yang seharusnya menjadi pemimpin dan penjaga. Memimpin dalam rangka mentaati Allah dan rasul-Nya. Menjaga kehormatan istrinya. Menutupi aibnya kepada siapapun. Malah dengan rela mengumbar dan menjajakan tubuh istri. Bukan hanya bisa dinikmati secara visual. Tapi juga dibiarkan melakukan kegiatan seksual. Dan semua itu untuk menutupi kebutuhan finansial. Yang harusnya menjadi tanggung jawab suami.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka…” (QS. An Nisa [4]: 34).

Suami berkewajiban menafkahi istri dan anaknya dalam hal makanan, pakaian, dan tempat tinggal sesuai dengan kemampuannya. Menggauli istrinya dengan baik, penuh kasih sayang, dan pengertian. Tidak boleh bersikap kasar dan zalim. Pun dia harus membimbing istelri dalam menaati agama. Menjaga kehormatan dan harga diri istri dan tak boleh membuka aibnya kepada siapapun.

Seorang suami yang tidak memiliki kecemburuan terhadap kemaksiatan atau keburukan yang dilakukan istri dan keluarganya, jika dia menganggap itu baik-baik saja dan membiarkannya, maka dia menjadi suami dayuts. Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam memperingatkan, dari Sâlim bin Abdullah bin Umar, berkata: Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhuma bercerita kepadaku bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tiga orang yang Allâh haramkan surga untuk mereka: pecandu khmar (minuman keras), anak yang durhaka, dan dayûts, orang yang membenarkan keburukan di keluarganya” [HR. Ahmad, no. 5372, 6113, dishahihkan oleh syaikh Syu’aib al-Arnauth di dalam Takhrij Musnad Ahmad].

Kasus seperti ini bukanlah yang pertama. Juga bukan satu-satunya. Karena kita sedang hidup di era kapitalis. Segala cara bisa dilakukan, asal menghasilkan uang. Apalagi jika dalam kondisi kepepet. Hal ini juga karena kedangkalan iman dan minimnya akan pemahaman Islam.

Sekularisme sudah menjauhkan masyarakat dari nilai-nilai agama. Agama hanya dilaksanakan di rumah dan tempat ibadah. Sementara untuk urusan dunia, mereka larut dalam sistem yang ada. Apalagi negara tidak mau mencampuri urusan iman dan akhlak rakyatnya. Semua terserah pada masing-masing individu dan keluarga. Negara hanya menyediakan fasilitas hukum jika ada akibat perbuatan yang merugikan orang lain dan ada yang melaporkan. Hukuman pun tak sepadan dengan perbuatan yang dilakukan.

Hanya Islam yang bisa memberi solusi hakiki. Untuk menghentikan segala kerusakan moral yang terjadi. Harus ada hukuman yang menjerakan. Hukum yang datang lansung dari Sang Pemilik Kehidupan. Dengan menerapkan syariah Islam, dalam bingkai Khilafah ‘ala minhajinubuwah. Benar, bahwa dunia kini sangat membutuhkan Khilafah.

Wallahu a’lam bishshawab

[LS/Ah]

Please follow and like us:

Tentang Penulis