Introvert Digaji Agar Bersosialisasi
Oleh: Maulinda Rawitra Pradanti, S.Pd
Introvert di Korea Selatan akan mendapatkan 650 ribu won atau setara dengan Rp7,4 juta per bulan supaya mau keluar rumah dan bergaul. Pemerintah Korea Selatan khawatir dengan pemuda di sana yang berusia 19 sampai 39 tahun. Berdasarkan laporan dari Institut Kesehatan dan Sosial Korea, sekitar 3,1 persen penduduk di umur tersebut mengalami kesepian dan isolasi sosial yang signifikan (kaltimtoday.co, 8/1/2024).
Fenomena ini tak terlepas dari mayoritas pemuda Korsel yang suka mendekam di rumah dalam jangka tertentu dan tidak mau bersosialisasi. Mereka akan keluar rumah hanya di jam kerja atau sekolah saja. Pemerintah pun berasumsi bahwa fenomena ini akan berpengaruh kepada rendahnya tingkat kelahiran di sana. Bahaya, bukan?
Pantas saja pemerintahnya mau mengeluarkan dana sebanyak itu. Karena memang betul merasa sendiri akan berbahaya bagi mental seseorang, merasa tak diangggap, diacuhkan meski berada di keramaian. Kalau kata anak zaman sekarang, I’m feeling lonely.
Jelas fenomena ini aneh karena ternyata berbanding terbalik dengan apa yang ditampilkan di depan kamera. Pemuda pemudi Korsel yang selama ini dipuji-puji oleh pemuda di seluruh dunia, nyatanya tak seindah itu, justru mereka gundah karena tuntutan sosial dan ketakutan untuk bersosialisasi.
Maka jelas, fenomena ini terjadi ketika mereka tidak paham tujuan hidup manusia di dunia untuk apa. Mereka berpikir bahwa hidup ini untuk mencari materi sebanyak-banyaknya. Mereka menganggap bahwa bersosialisasi dengan orang lain itu tidak penting dan tidak ada untungnya, bahkan ya membuang-buang waktu. Kalaupun harus bersosialisasi hanya terbatas pada urusan seputar kerjaan. Materi lagi, materi lagi. Inilah paham kapitalisme yang telah mendarahdaging pada pikiran mereka.
Alhasil, masyarakatnya jadi individualis dan hubungan yang terbentuk di tengah masyarakat pun asasnya adalah manfaat dan materi. Kalau mau berteman atau bertetangga, akan dilihat dulu apakah masuk pada circle yag mereka inginkan ataukah tidak.
Tiap orang memang mempunyai urusannya masing-masing, tetapi ikut memikirkan urusan masyarakat dan Negara sekalipun, itu bentuk tanggung jawab bersama. Bukan berarti karena urusan sendiri belum kelar, akhirnya enggan untuk memikirkan urusan orang lain. Justru keegoisan dan ketidakpedulian inilah yang akan menghancurkan masyarakat tersebut. Tetangganya kelaparan, kesulitan, atau mungkin meninggal pun pasti mereka tak tahu
Kebayang kan betapa keringnya suasana sosial masyarakatnya kalau untuk bersosialisasi saja harus dikasih duit dulu seperti solusi yang dicanangkan oleh pemerintah Korsel ini. Solusi seperti ini sejatinya tidak mungkin bisa menyelesaikan masalah mendasarnya. Seharusnya yang pelu diperbaiki adalah pandangan hidup masyarakat mengenai kehidupan ini. Dipahamkan dulu tentang tujuan hidup manusia itu adalah untuk beribadah kepada Sang Pencipta yaitu Allah.
Setiap aktivitas yang dilakukan harus disandarkan pada syariat Allah, karena nanti akan dimintai pertanggungjawaban. Nah kalau dia masih mendekam di dalam rumah saja, lalu bagaimana dengan kewajiban belajar Islam dan dakwah yang mengharuskan untuk bersosialisasi dengan banyak orang?
Dengan skema dakwah Islam inilah yang akan membentuk setiap individu tangguh dalam menjalani kehidupan sosial dan tidak akan merasa kesepian. Tidak ada pula permakluman kalau introvert tidak bisa bersosialisasi sehingga tak perlu dakwah atau anggapan kalau dakwah hanya untuk orang-orang ekstrovert saja yang PD di hadapan publik. Padahal, labelling seperti inilah yang akan membuat jembatan di antara masyarakat.
Islam juga akan mewujudkan masyarakat yang saling melengkapi, saling menjamin seperti halnya satu tubuh dan satu kesatuan pemikiran dan perasaan. Setiap kemampuan akan diberdayakan untuk keberlangsungan dakwah. Tidak ada lagi orang yang individualis, apatis, dan orang yang merasa kesepian. Oleh karena itu, Negara harus mengambil peran supaya setiap warganya berkepribadian Islam. Negara harus mengajarkan Islam secara kaffah kepada setiap rakyat tanpa terkecuali melalui sistem pendidikan Islam berbasis akidah Islam.
Wallahu a’lam bish showab.
[LM/nr]