Sinergi Berantas Korupsi, Mungkinkah dalam Sistem Saat ini?

Oleh: Titien Nusair

 

 

Lensamedianews.com– Korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang menghambat pembangunan, merusak perekonomian bangsa, dan menyengsarakan rakyat. Dalam upaya pemberantasan korupsi yang semakin canggih dan kompleks, dibutuhkan sinergi dari berbagai pihak dengan memanfaatkan teknologi terkini.
Hal tersebut disampaikan oleh Presiden RI Joko Widodo saat membuka Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) 2023 yang digelar di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (12/12). “Kita butuh upaya bersama yang lebih sistemik, butuh upaya bersama yang lebih masif yang memanfaatkan teknologi terkini untuk mencegah tindak pidana korupsi,” ujarnya.

Ia menyayangkan tingginya angka korupsi yang terjadi di Tanah Air, terutama di sepanjang tahun 2004-2022. Setiap tanggal 9 Desember selalu diperingati sebagai hari anti korupsi sedunia atau HAKORDIA. Dirangkum dari laman KPK, HAKORDIA tahun ini mengusung tema “Sinergi Berantas Korupsi untuk Indonesia Maju”. Dengan mengusung tema tersebut Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK ingin mengikut sertakan peran masyarakat untuk berpartisipasi. Kendati demikian kemandirian Komisi Anti Korupsi untuk bertugas bebas intervensi Tengah disoroti.

Hasil survei Indikator Politik Indonesia (IPI) pada tanggal 18 hingga 24 Mei 2022 menyebutkan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap KPK paling rendah di antara lembaga penegak hukum lainnya. Survei lain menunjukkan bahwa kiprah penegakan tindak korupsi di KPK yang cenderung merosot. Revisi undang-undang KPK adalah salah satu faktor yang paling awal memicu goyangnya kinerja KPK diikuti juga dengan polemik tes wawasan kebangsaan (TWK). Masuknya komisioner yang dianggap tidak mumpuni ditambah pelanggaran kode etik oleh sejumlah petinggi KPK. Kasus terbaru mengenai penetapan ketua KPK nonaktif Firli Bahuri sebagai tersangka kasus korupsi.

Maraknya kasus korupsi bukan sekedar tanda integritas pejabat yang rendah, namun sejatinya merupakan dampak dari penerapan sistem demokrasi kapitalisme. Praktik sistem demokrasi begitu mahal karena ada permainan oligarki di dalamnya. Untuk mencapai kursi kekuasaan para pasangan calon pejabat harus menyiapkan mahar tinggi. Mahar ini digunakan untuk dana kampanye “membeli” suara rakyat, membeli kursi jabatan dan sejenisnya. Mahalnya mahar kekuasaan memberi peluang kepada oligarki untuk turut aktif memberikan suntikan dana kepada para paslon pejabat mereka, sehingga ketika para pejabat ini berhasil meraih kursi kekuasaan kesempatan ini digunakan untuk mengembalikan modal dan balas budi kepada para oligarki. Ketika berkuasa bisa memanipulasi harta kekayaan umat, menerima suap memuluskan proyek oligarki dan sejenisnya. Sistem kehidupan kapitalisme membuat orientasi hidup manusia hanya memikirkan materi. Maka pemberantasan korupsi semakin mustahil terjadi.

Pada hari ini kasus korupsi hanya akan diberantas tuntas jika sistem pemerintahan dibangun berdasarkan keyakinan manusia kepada akidah Islam. Keyakinan tersebut menuntun manusia beramal sesuai syariat Islam. Sebagai bagian dari ketundukan dan kesadaran manusia sebagai hamba Allah manusia juga akan menyadari bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah sementara dan digunakan untuk meraih pahala sebanyak-banyaknya. Sementara kehidupan abadi mereka ada di akhirat, yaitu tempat bagi manusia mempertanggung jawabkan semua amal perbuatannya di dunia. Konsep kehidupan ini ketika tertancap kuat dalam benak individu masyarakat dan negara akan membuat sebuah negara menjadi negara yang penuh keberkahan.

Selain itu, konsep kehidupan tersebut akan membentuk kesadaran semua pihak untuk menghindari perbuatan kemaksiatan termasuk korupsi. Korupsi memang rawan terjadi dalam jajaran pemerintahan. Agar potensi keburukan tersebut tidak muncul, maka Islam memiliki beberapa mekanisme praktis yakni, pertama, pemilihan pejabat dan pegawai negara yang amanah, professional, memiliki kemampuan dan berkepribadian Islam atau pola pikir dan pola sikapnya sesuai dengan syariat Islam. Kualifikasi ini akan melahirkan pemegang amanah yang berkualitas.

Dari sisi personal Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda : “jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya maka tunggulah kehancurannya”. (HR. Bukhari). Umar Bin Khattab pernah berkata : “Barang siapa mempekerjakan seseorang hanya karena faktor suka atau karena hubungan kerabat, berarti dia telah berkhianat kepada Allah, RasulNya dan kaum muslimin.

Kedua, adanya pembinaan, pengarahan, nasihat dan kontrol dari atasan kepada bawahannya. Ketentuan ini agar amanah yang diberikan dapat berjalan sebagaimana mestinya sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Umar kepada Abu Musa al-as’ari beliau menulis surat “kekuatan dalam bekerja adalah jika kamu tidak menunda pekerjaan hari ini sampai besok kalau kamu menundanya pekerjaanmu akan menumpuk”.

Ketiga, negara wajib memberikan gaji dan fasilitas yang layak kepada pegawainya, hal ini akan mengurangi tindak kecurangan karena apa yang menjadi hak dan kebutuhan pegawai sudah terpenuhi. Abu Ubaidah pernah berkata kepada Khalifah Umar, “Cukupilah para pegawaimu, agar mereka tidak berkhianat”.

Keempat, syariat melarang para pejabat menerima suap dan hadiah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menjadi pegawai kami, dan sudah kami beri gaji. Maka apa saja yang ia ambil diluar itu adalah harta curang”. (HR. Abu Dawud)

Ketika semua upaya ini sudah dilakukan, namun tetap terjadi tindak korupsi, maka kejahatan ini akan diselesaikan dengan menerapkan sistem sanksi Islam atau uqubat. Dalam Islam, korupsi termasuk tindakan khianat sebab para koruptor tersebut menggelapkan harta yang memang diamanatkan kepadanya. Oleh karenanya seorang koruptor akan menerima takzir yang besar maupun kecil hukumannya ditentukan oleh seorang hakim berdasarkan tingkat kemaksiatan yang mereka lakukan.

Syekh Abdurrahman Al-Maliki dalam kitab Nidzamul Uqubat halaman 78 – 89 menjelaskan, bentuk hukuman takzir mulai dari yang paling ringan seperti nasihat atau teguran sampai yang paling tegas yaitu hukuman mati. Berat ringannya hukuman disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan. Sementara harta para koruptor dihukumi sebagai harta ghulul yang akan diambil negara dan masukkan ke pos kepemilikan negara Baitul Mal. Disisi lain Islam menutup celah korupsi dengan menyejahterakan rakyat melalui penerapan sistem ekonomi Islam. Dengan demikian para laki-laki pencari nafkah dimudahkan dalam mendapatkan pekerjaan. Adanya jaminan kebutuhan pokok seperti sandang, pangan dan papan yang dapat dijangkau. Serta jaminan kebutuhan dasar publik seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan yang disediakan gratis oleh negara. Seperti inilah solusi tuntas korupsi dalam Islam yang hanya bisa diterapkan oleh negara yang menerapkan syariat islam kaffah. [LM/UD]

Please follow and like us:

Tentang Penulis