Harga Hunian Selangit di Tengah Ekonomi Sulit
Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
Lensamedianews.com– Hunian atau tempat tinggal menjadi barang yang sangat mahal. Tidak semua orang mampu memilikinya. Harganya pun terus melejit dari waktu ke waktu.
Sulitnya Memiliki Tempat Tinggal dalam Sistem yang Sempit
Kesempatan setiap orang atau kepala keluarga untuk memiliki rumah, sangat sedikit. Bahkan dilaporkan budget yang dibutuhkan untuk memiliki hunian, mencapai Rp 1-2 milyar (cnbcindonesia.com, 1/12/2023). Demikian diungkapkan Director Research & Consultancy Services Leads Property, Martin Samuel Hutapea dalam Property Market Outlook 2023.
Leads Property mencatat bahwa harga rata-rata rumah rumah komersial per unit di Jabodetabek telah mencapai Rp 2,5 miliar (1/12/2023). Wilayah dengan persebaran rumah subsidi diantaranya adalah pinggiran Depok, Tangerang dan Bogor. Namun, harga rumah di wilayah tersebut saat ini sudah tinggi, berkisar Rp 0,9 Milyar hingga Rp 3,1 Milyar (cnbcindonesia.com, 1/12/2023). Berbagai strategi pun disajikan para agen property. Diantaranya dengan mengubah masa tenggat pembayaran. Bank yang bersangkutan memperpanjang masa KPR hingga 20-25 tahun, yang sebelumnya sekitar 10-15 tahun. Faktanya, setiap orang memaksa diri untuk membeli rumah pada usia 30-35 tahun.
Sementara, usia 55 tahun, biasanya sudah pensiun atau berhenti bekerja. Sehingga kemampuan setiap orang untuk memperoleh hunian layak, sangatlah sulit. Dengan biaya yang selangit dan dalam tata kelola sistem ekonomi yang membelit. Belum lagi, kebutuhan hidup lainnya yang harus dipenuhi dan tak murah harganya. Bantuan negara berupa FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembayaran Perumahan) memang sudah ditetapkan sejak 2010. Bantuan tersebut digunakan untuk membantu penduduk dengan penghasilan Rp 8 juta ke bawah. Alokasi biaya mencapai Rp 108, 5 Trilliun.
Mahalnya harga tempat tinggal saat ini membuat masyarakat kewalahan. Wajar saja, masih banyak rakyat yang tidak memiliki tempat tinggal. Bahkan banyak juga rakyat yang tinggal seadanya, tidak layak sama sekali. Miris. Inilah wajah masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan. Semua ini sebagai akibat buruknya tata kelola kehidupan kapitalisme.
Sistem ekonomi kapitalisme memiliki konsep yang tidak membatasi kepemilikan individu. Setiap individu diizinkan memiliki apapun sesuai keinginan dan kemampuannya. Konsep ini menciptakan jurang ekonomi yang dalam. Kehidupan pun makin tidak harmonis. Karena perbedaan yang ada begitu drastis. Sistem ekonomi kapitalisme pun menciptakan liberalisasi lahan dan rumah. Perizinan yang diberikan sepenuhnya kepada pihak swasta menjadikan negara mandul dalam mengurusi pemukiman rakyat. Negara hanya mampu sebagai regulator. Akibatnya lahan perumahan dalam kendali korporasi oligarki. Komersialisasi perumahan pun kian menjamur karena pihak korporasi memiliki kebebasan yang luas. Demi keuntungan materi. Akhirnya rakyat yang dirugikan.
Islam Memenuhi Kebutuhan Tinggal Rakyat
Kepemilikan tempat tinggal merupakan hak hidup rakyat yang wajib dipenuhi negara. Dalam sistem Islam, negara merupakan pengurus setiap kepentingan umat. Termasuk kebutuhan tempat tinggalnya. Sistem Islam dalam wadah khilafah niscaya menciptakan kebijakan kepemilikan perumahan bagi seluruh rakyat. Dijamin aman, nyaman, terjangkau harganya dengan transaksi yang sesuai syariat Islam. Dalam khilafah, penyerahan urusan atau kepentingan yang menyangkut hajat hidup orang banyak wajib dikelola negara. Bukan kepada pihak swasta atau asing.
Rasulullah SAW. bersabda, “Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya” (HR. Al Bukhori)
Penerapan sistem ekonomi Islam memastikan seluruh kepala keluarga mampu bekerja secara layak demi memenuhi nafkah keluarga. Khilafah pun akan menyediakan berbagai lapangan pekerjaan yang luas, banyak dan tersebar di setiap wilayah. Sehingga memudahkan rakyat mendapatkan pekerjaan. Nafkah yang diperoleh dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok setiap individu rakyat. Termasuk kebutuhan tempat tinggal. Sementara rakyat yang tidak mampu akan ditanggung sepenuhnya oleh negara dari anggaran pos Baitul Maal.
Harga tanah dan tempat tinggal dalam tata kelola sistem Islam pun tak semahal harga yang ada seperti hari ini. Karena negara secara langsung mengelola tanah dan pembangunan pemukiman secara amanah untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya. Bukan untuk mencari keuntungan.
Islam pun melarang penelantaran tanah selama tiga tahun berturut-turut. Dengan konsep tersebut, negara mampu mengoptimalkan setiap produktivitas tanah yang ada. Salah satunya dengan membangun tempat tinggal bagi rakyat yang tidak mampu. Dan menjualnya dengan harga yang mudah dijangkau rakyat yang terkategori mampu secara ekonomi.
Betapa sempurnanya aturan Islam yang dijalankan dengan penuh amanah. Kesejahteraan merata. Rakyat pun tenang dengan berbagai kebijakan yang ditetapkan Khilafah.
Wallahu’alambisshowwab. [LM/UD]