Kenaikan Harga Pangan Jelang Akhir Tahun

Oleh: Ferrina Mustika Dewi

(Penggiat Dakwah Remaja)

 

 

Lensamedianews.com– Lagi-lagi terjadi kenaikan harga sembako di beberapa daerah Indonesia. Di tempat kalian bagaimana? Pastinya juga merasakannya. Harga pangan yang merangkak naik selalu terjadi setiap bulan dan terjadi di seluruh negeri. Apalagi menjelang akhir tahun seperti sekarang. Selain pembeli yang mengeluhkan kenaikan harga, pedagang pun mengalami penurunan omset dagangnya.

Seperti yang terjadi di kota Bekasi, sejumlah komoditas bahan pokok mengalami kenaikan harga. Sejumlah warga pun meminta pemerintah turun tangan demi mengatasi lonjakan harga. Pantauan dari SuaraBekaci.id di Pasar Kranji, Kota Bekasi, sejumlah komoditas kebutuhan bahan pokok mengalami kenaikan harga lho. Seperti, cabai rawit merah Rp.90.000 per kilogram, cabai merah keriting Rp. 75.000 per kilogram, bawang merah Rp. 35.000 per kilogram, telur Rp. 28.000 per kilogram, dan gula pasir Rp. 16.000 per kilogram (bekaci.suara.com, 14/11/2023).

Kenaikan yang terjadi tentunya berdampak pada kenaikan harga kebutuhan pokok masyarakat. Tak dipungkiri banyak yang mengeluh, karena kenaikan harga tersebut. Terlebih harga cabai rawit merah bisa naik dua kali lipat lebih di Pasar Kranji ini. Salah seorang pedagang bernama Umi Barkah (52) mengatakan, “Sekarang naik cabe rawitnya agak tinggi dari Rp 40.000 naik menjadi Rp 90.000 per kilogramnya. Kalau yang (cabai) keriting agak turun dari Rp 85.000 jadi Rp 75.000. Kenaikan baru-baru ini, jadi gak stabil naiknya.” (megapolitan.kompas.com, 14/11/2023).

Penguasa dan pengusaha hanya fokus menghitung untung dan rugi saja, bukan kesejahteraan rakyat. Inilah penerapan sistem ekonomi kapitalis. Tak dapat dipungkiri bahwa sistem ekonomi kapitalis menjadikan absennya peran negara, sampai-sampai stabilitas harga pangan pun susah terwujud. Apalagi penegakan hukum bagi para pelaku kejahatan pangan sangat susah ditindak. Berbeda halnya dengan Islam yang sistem pemerintahannya menggunakan syariat Islam. Kunci kestabilan harga yang dapat dijangkau oleh rakyat ada pada berjalannya fungsi negara yang sahih, sebagai raain (penanggung jawab), dan, junnah (pelindung rakyat).

Rasulullah saw. pun sudah menegaskan dalam sabdanya, “Imam (Khalifah) raain (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Ahmad, Bukhari)

Dalam Islam, negara bertanggung jawab memenuhi kebutuhan dasar rakyat, termasuk pangan, baik kuantitas dan kualitas. Artinya, negara sebagai pelindung rakyat, harus hadir menghilangkan bahaya di hadapan rakyat, termasuk ancaman hegemoni ekonomi. Negara dalam Islam tidak akan membiarkan korporasi menguasai persediaan pangan rakyat untuk mencari keuntungan sepihak saja.

Selain itu, ada beberapa kebijakan yang akan diambil negara untuk menjaga stabilitas harga. Yang pertama, menjaga dan menjamin produksi pertanian di dalam negeri berjalan maksimal, ataupun dengan impor yang memenuhi syarat sesuai panduan syari’at Islam.

Kedua, menjaga rantai tata niaga dengan mencegah dan menghilangkan penyimpangan di pasar. Seperti melarang penimbunan, melarang adanya riba, melarang praktek tengkulak atau kartel, dsb. Disertai juga penegakan hukum yang tegas dan berefek jera sesuai hukum Islam.

Tak kalah pentingnya peran negara untuk mengedukasi masyarakat terkait ketakwaan dan syariat bermuamalah. Adanya pemahaman konsep bermuamalah, masyarakat akan terhindar dari riba, mengonsumsi makanan/minuman haram, juga tidak panic buying yang bisa merugikan orang lain (muslimahnews.net, 5/9/2023).

Terlihat jelas konsep kapitalis berbeda jauh dengan Islam yang sistem peraturan sepenuhnya dengan syariat Islam. Seharusnya negara melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi kenaikan harga pangan. Sayangnya, itu tidak bisa terwujud dalam sistem ekonomi kapitalis. Karena hanya dengan kebijakan dalam sistem Islam yang memenuhi kebutuhan pangan dan berfokus pada kemaslahatan masyarakat.  [LM/UD]

Please follow and like us:

Tentang Penulis