Kampanye 16 HAKTP, Akankah Menjadi Solusi Masalah Perempuan?
Kampanye 16 HAKTP, Akankah Menjadi Solusi Masalah Perempuan?
Oleh : Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
LenSaMediaNews.com – Masalah perempuan tidak ada habisnya dibahas. Segala solusi disajikan. Namun, faktanya nasib perempuan masih ter-marjinalisasi.
Kampanye Anti Kekerasan, Akankah Hasilkan Perbaikan?
Kampanye 16 HAKTP tengah gencar dilakukan. Demi memperbaiki nasib perempuan saat ini. Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (16 Days of Activism Against Gender Violence) adalah kampanye internasional guna mendorong berbagai usaha penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia (komnasperempuan.go.id).
Di Indonesia, Komnas Perempuan menjadi inisiator utama dalam kegiatan tersebut. Perlu diketahui, bahwa kampanye tersebut digagas oleh Women’s Global Leadership Institute tahun 1991 yang disponsori oleh Center for Women’s Global Leadership. Setiap tahunnya, kampanye 16 HAKTP rutin digelar mulai tanggal 25 November sampai 10 Desember, yang merupakan puncak peringatan hari HAM (Hak Asasi Manusia) sedunia.
Disebutkan juga dalam salah satu bahasan 16HAKTP, bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah salah satu bentuk pelanggaran HAM.
Fakta di lapangan menyebutkan bahwa kasus kekerasan pada perempuan mengalami kenaikan drastis. Bahkan para pelaku kekerasan banyak dilakukan oleh kerabat terdekat, seperti suami, ayah, saudara sekandung hingga tetangga. Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), dalam periode 1 Januari hingga 27 September 2023 ditemukan 19.593 kasus kekerasan yang tercatat di seluruh Indonesia (databoks.katadata.co.id, 27/9/2023).
Mesti dicermati, kampanye atau aksi seremonial sejenisnya tidak akan mampu menghentikan berbagai tindakan kekerasan yang menimpa perempuan. Apalagi, menjadikan feminisme sebagai solusi praktis yang digemborkan dan dianggap mampu menyelesaikan masalah. Kesetaraan gender pun digadang-gadang sebagai salah satu solusi yang mampu menuntaskan peliknya masalah inferior yang menimpa perempuan.
Langkah-langkah yang saat ini ditetapkan bukanlah solusi cerdas yang mampu menyelesaikan masalah. Justru sebaliknya, masalah akan semakin membelit, karena solusi yang tersaji sama sekali tidak menyentuh akar masalah.
Segala bentuk masalah yang menyiksa perempuan saat ini bersumber dari diterapkannya sistem kapitalisme, yang memandang perempuan secara obyektif. Perempuan dianggap sebagai komoditas bisnis yang dengan mudahnya dikendalikan. Perempuan dianggap berdaya jika menghasilkan keuntungan secara materi. Bahkan ditanamkan juga konsep bahwa perempuan sebagai pendongkrak ekonomi secara global. Sistem rusak ini pun menjadikan kecantikan perempuan sebagai modal yang mudah dijualbelikan. Parahnya lagi, konsep ini didukung oleh negara dengan sistem kapitalisme. Negara semakin gencar menjadikan perempuan sebagai alat kapitalisasi. Alhasil negara abai pada penjagaan hak-hak perempuan. Berbagai masalah pun terjadi, hingga akhirnya perempuan menjadi makhluk yang ter-marjinalisasi dan memaksa untuk disetarakan dengan kaum lelaki.
Mulianya Perempuan dalam Pengurusan ala Sistem Islam
Sistem Islam memandang bahwa perempuan adalah makhluk mulia yang terhormat.
Rasulullah SAW. bersabda:
“Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik pada perempuan” (HR. Muslim).
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya. Dan aku adalah yang paling baik terhadap istriku” (HR. Tirmidzi)
Sistem Islam merupakan satu-satunya sistem yang menjaga perempuan dengan baik. Mengurusi, mengayomi dan benar-benar menempatkan perempuan sesuai fitrahnya. Kaum perempuan tidak perlu kesusahan memperjuangkan hak-hak mereka. Oleh karena khilafah, institusi yang menerapkan sistem Islam, menjadikan hak-hak perempuan sebagai salah satu layanan yang diprioritaskan.
Dalam syariat Islam, posisi perempuan sama dalam segala hal. Tidak dibedakan karena paras cantiknya, kekayaan, jabatan atau predikat duniawi lainnya. Melainkan hanya ketakwaan lah yang menjadikannya mulia di sisi Allah SWT. Semua ditetapkan sama, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Setiap aturan syara’ memang menunjukkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan, seperti hak waris, kewajiban nafkah, dan lainnya. Namun segala perbedaannya bukan untuk disetarakan. Melainkan untuk saling melengkapi satu sama lain.
Perempuan fitrahnya sebagai seorang ibu dan pengurus rumah tangga. Sementara laki-laki sebagai qawwam atas perempuan. Dari sinilah sinergitas mampu terbangun sempurna. Saling menjaga dan melengkapi. Sebetulnya sah-sah saja saat perempuan masuk dalam dunia kerja. Namun perlu diingat, hal ini bukanlah kewajiban. Nafkah utama wajib diberikan oleh suami, ayah, saudara perempuan atau wali mereka yang lainnya.
Sempurnanya Islam menjaga kemuliaan perempuan. Semua terjaga secara sistematis dalam aturan syara’ yang menyeluruh.
Wallahua’lam bisshowwab.