Sekat Nasionalisme Sebabkan Rohingya Menderita

Oleh : Annisa Zahratul Jannah

(Aktivis Remaja Muslimah)

 

Lensa Media News – Bagai anak bebek tak berinduk, umat Islam di zaman ini terpecah-belah, berjalan tanpa arah, hanya mampu mementingkan diri sendiri dan minim rasa peduli terhadap muslim yang lain.

Seperti yang terjadi pada muslim Rohingya, setelah tertindas dan terusir dari tanah sendiri, mereka meminta bantuan ke sana kemari, namun sayangnya bantuan tak kunjung ditemui. Dilansir dari tirto.id (16/11/2023), Koordinator Kontras Aceh Azharul Husna mengatakan, imigran etnis Rohingya berdatangan di kawasan Kabupaten Pidie dan Bireuen, Aceh sejak 14 November 2023. Mereka datang melalui jalur laut menggunakan kapal. Azharul menyebut jumlah imigran rohingya sebanyak 346 orang yang berada di Pidie dan 249 lainnya di Bireuen. Warga sekitar telah membantu para imigran Rohingnya yang hendak mengungsi. Namun, setelah diberi bantuan, para pengungsi kemudian diminta kembali ke kapal mereka.

“Indonesia tidak memiliki kewajiban dan kapasitas untuk menampung pengungsi, apalagi untuk memberikan solusi permanen bagi para pengungsi tersebut,” kata Iqbal (Juru Bicara Kementerian Luar Negeri).

Padahal Indonesia merupakan negeri dengan jumlah umat Islam terbanyak di dunia, maka sudah sepatutnya dan seharusnya kita menolong sesama muslim yang terzalimi. Seperti apa yang disabdakan Rasulullah SAW:

الْمُؤْمِنُونَ كَرَجُلٍ وَاحِدٍ إِنْ اشْتَكَى رَأْسُهُ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالْحُمَّى وَالسَّهَر                                               “Orang-orang mukmin itu bagaikan satu orang, apabila kepalanya terasa sakit, maka seluruh tubuhnya ikut sakit (tidak bisa tidur dan panas).” (Hadits Muslim no. 4686)

Hadits ini tak bisa direalisasikan di zaman sekarang. Sekalipun Indonesia merupakan negeri mayoritas muslim, karena berada dalam kukungan nasionalisme, Indonesia seakan tutup mata dan membiarkan muslim Rohingya terombang-ambing di atas lautan tanpa tujuan yang jelas.

Berbeda halnya dengan zaman dahulu, ketika umat Islam mempunyai Induk, tidak tersekat nasionalisme. Ketika ada permintaan tolong dari seorang muslimah yang dizalimi rezim Romawi, permintaan tolong itu dijawab oleh Khalifah Al-Mu’tashim Billah dengan pengerahan pasukan untuk membebaskannya dari kezaliman. Khilafah tidak memperhitungkan biaya ekonomi yang harus dikeluarkan untuk menolong muslimah tersebut, karena yang menjadi prioritas adalah membebaskannya. Meski harus menelan biaya yang besar, hal tersebut tidak menjadi masalah.

Solusi utama bagi muslim Rohingya hanya ada pada Khilafah, yakni pemerintahan di bawah naungan kekuasaan Islam. Ketika ada Khilafah, khalifah akan menerima muslim Rohingya. Mereka akan menjadi warga negara Khilafah.

Sebagaimana pemeliharaan terhadap warga negara Khilafah lainnya, negara akan mencukupi sandang, pangan, dan papan mereka, serta memberikan pekerjaan bagi para lelaki sehingga mereka bisa menafkahi diri dan keluarganya. Negara juga akan menjamin pemenuhan kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan keamanan sehingga mereka hidup layak.

Kemudian untuk mencegah konflik karena aspek budaya yang berbeda antara pendatang dengan warga lokal, negara akan mempersaudarakan keduanya. Asas akidah serta sikap saling taaruf dan taawun di antara keduanya akan menghilangkan sekat-sekat etnis yang mungkin ada.

Selain itu, Khilafah juga akan melakukan pendekatan politik maupun militer (jihad) terhadap rezim Myanmar yang terbukti melakukan genosida terhadap muslim Rohingya. Khilafah akan membebaskan muslim Rohingya yang masih ada di Myanmar dan membebaskan wilayah Rakhine yang selama berabad-abad sudah menjadi tempat tinggal mereka.

Maka dari itu, selain memberikan pertolongan bagi muslim Rohingya yang berada di sini, umat Islam hari ini juga memiliki tanggung jawab besar yaitu berjuang untuk mewujudkan Khilafah Islamiyyah.

 

[LM/nr]

Please follow and like us:

Tentang Penulis