Keluarga Muslim dalam Bidikan HARGANAS
Oleh: Ifa Mufida
(Praktisi Kesehatan dan Pemerhati Masalah Sosial)
LenSaMediaNews– Hari Keluarga Nasional (Harganas) kembali diperingati di Indonesia untuk ke 26 kalinya. Pemerintah melalui Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menetapkan puncak peringatan Harganas dipusatkan di Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) dengan tema ‘Hari Keluarga, Hari Kita Semua’ dan slogan ‘Cinta Keluarga, Cinta Terencana’. Puncak seremoni akan jatuh pada 6 Juli 2019 (www.detik.com, 9/5/2019).
Adapun tujuan dari peringatan Harganas adalah meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat terhadap pentingnya keluarga kecil, bahagia dan sejahtera dalam kerangka ketahanan keluarga (fajar.co.id, 5/2/2019). Jika kita mencermati di sini, momen Harganas dijadikan gong bagi isu ledakan penduduk serta program pembatasan anak. Karena program Harganas menganggap bahwa ketahanan keluarga hanya terwujud dari keluarga yang kecil, bukan dari keluarga dengan jumlah anak yang banyak. Dengan kata lain, banyak anak dianggap sebagai beban bagi keluarga.
Hal tersebut ditegaskan oleh Gubernur Kalimantan Selatan sebagai tuan rumah puncak peringatan Harganas yang menyatakan, “Ingat bumi kita stagnan, dia tidak berubah, tidak akan bertambah luas. Tanah yang ada dimanfaatkan oleh warga bumi dan semakin berkurang karena populasi manusia yang selalu bertambah. Salah satu upaya untuk meminimalkannya, dengan melaksanakan program Keluarga Berencana”. Demikianlah ujar gubernur Kalsel Sahbirin Noor, dalam siaran pers yang diterima Beritasatu.com, Senin (4/2).
Begitupun konsep berbahaya dari feminis, yang meyakini bahwa sebagian besar masalah rumah tangga berawal dari diskriminasi gender. Dapur, sumur, kasur masih dijadikan bidikan empuk untuk menggiring para wanita dalam keluarga keluar rumah dengan meninggalkan peran utama mereka sebagai ibu dan pengatur urusan keluarga. Pantaslah jika kewaspadaan harus diaktifkan, sebab alih-alih menyelamatkan keluarga, pemikiran barat serta budaya liberal yang disusupkan melalui Harganas, justru akan menambah kisruh masalah yang sudah ada.
Padahal keluarga merupakan bagian mendasar dari sebuah umat. Bagi umat Islam, keluarga memiliki peran sentral untuk mewujudkan cikal bakal kebangkitan Islam yang saat ini terpuruk. Sebab keluarga adalah tempat lahirnya generasi masa depan. Musuh-musuh Islam sangat faham akan hal ini. Oleh Karena itu, wajar jika beragam pemikiran sesat dan menyesatkan terus dihembuskan guna menikam secara telak fungsi dan peran keluarga. Mulai dari merusak peran suami dan isteri, peran anak dan orang tua, serta mengontrol populasi muslim di dunia.
Setidaknya ada dua lembaga internasional yang berperan dalam meliberalkan keluarga Muslim, di antaranya ICPD (Interational Conference of Population Development) dan IPPF (International Planned Parenthood Federation). Isu yang dilontarkan seragam, mulai dari kebebasan hak reproduksi, perlindungan wanita dari kekerasan dalam rumah tangga, kesetaraan gender, dan menghapuskan diskriminasi seksual. Progam Internasional ini pun telah diadopsi oleh negeri muslim di dunia untuk diimplementasikan dengan berbagai macam program. Harganas menjadi salah satu program yang dilaksanakan di Indonesia.
Maka sudah sepantasnya umat Islam berpikir cerdik untuk tidak mengambil ide-ide liberal ini yang bersumber dari pemikiran kapitalisme-sekuler, termasuk ide yang dibawa dalam Harganas kali ini. Sebaliknya, pemikiran Islam-lah satu-satunya yang layak untuk dilaksanakan. Konsep berumah tangga, tidak luput dari perhatian dalam Islam. Kuncinya ada pada pelaksanaan hukum syara’. Jika sebuah keluarga menerapkan aturan Allah, yakni suami dan isteri konsisten dalam melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing, maka ketahanan keluarga akan terwujud.
Konsep kapitalisme yang menganggap bahwa pembatasan jumlah penduduk adalah solusi terbatasnya sumber daya alam dan tidak sejahteranya keluarga adalah omong kosong. Karena justru kapitalisme-lah yang membuat kekayaan di dunia ini dikuasai oleh segelintir orang saja sehingga terjadi ketimpangan. Keluarga muslim harusnya justru berlomba untuk mencetak generasi muslim yang tangguh sebanyak-banyaknya.
Namun, sekali lagi kapitalisme-sekuler telah membuat keluarga sulit mempertahankan vitalitasnya. Ide sekuler dengan produk hedonisme telah mengubah bentuk kehidupan manusia menjadi amat bebas. Hal ini diperparah dengan derasnya propaganda ide sekuler liberal melalui media dan perkembangan teknologi yang turut menjadi jembatannya. Doktrin-doktrin dan kebijakan ala kapitalis berhasil menghancurkan sendi keluarga.
Maka, permasalahan ini tidak cukup dengan penerapan syariat Islam di tataran keluarga saja. Semua permasalahan tadi hanya akan tuntas diselesaikan dengan penerapan syari’at Islam secara sempurna. Islam dengan aturannya yang paripurna akan mengatur permasalahan ekonomi, pendidikan, pergaulan, sosial, yang semuanya berpengaruh terhadap ketahanan keluarga.
Wallahu A’lam Bishawab.
(LN/Fa)