Isu Teroris, Kidung Lawas yang Tak Pernah Usai?
Oleh : Ummu Zhafran
(Pegiat Literasi)
Lensa Media News – Jelang akhir tahun, kembali terjadi penangkapan terhadap terduga teroris. (republika, 27/10/2023) Sumber berita menyebutkan ada 27 tersangka teroris yang ditangkap secara bersama di tiga wilayah yaitu, Jakarta, Jawa Barat dan Sulawesi Tengah.
Terlepas dari jumlah pelaku dan singkatnya momen yang dibutuhkan, sungguh kerja yang patut diapresiasi. Sebab teroris dan terorisme, identik dengan kekerasan dan kejahatan terhadap umat manusia. Tak layak diberi tempat di seluruh bumi ciptaan Allah ini.
Tetapi di sisi lain, peristiwa terkait terorisme di atas seperti menggores ulang di atas luka umat muslim yang belum mengering. Pun ibarat kidung sedih yang tak pernah usai dinyanyikan. Pasalnya, perbuatan yang demikian jahat kerap dikaitkan dengan risalah Nabi Muhammad saw. yang mulia. Apalagi kalau bukan Islam. Amboi, menyakitkan!
Memang, meski tidak pernah dikatakan secara lugas namun indikasinya jelas mengarah pada Islam atau simbol -simbol Islam. Tak terkecuali tentu kepada syariahnya yang memuat perintah dakwah dan jihad. Jelas hal ini di luar logika manusia mana pun yang mengaku berakal sehat. Bagaimana mungkin ajaran Nabi saw. yang diturunkan Allah Swt., Sang Maha Pencipta dilabeli stigma buruk, dituding radikal bahkan dituduh menginspirasi terorisme. Sementara hadirnya Rasulullah saw. telah ditetapkan Allah sebagai rahmat bagi semesta.
Baiknya kita simak kalam Allah Swt. dalam surah Al Anbiya ayat 107 dengan tafsirnya berikut,
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.”
Melalui ayat ini Allah Swt. mengabarkan bahwa Baginda Nabi Muhammad saw. dijadikan sebagai rahmat buat semesta alam. Termasuk di dalamnya bagi hewan, tumbuhan, non muslim dan bangsa jin. Maka barang siapa yang menerima rahmat ini dan mensyukurinya, berbahagialah ia di dunia dan akhiratnya. Sebaliknya yang menolak serta mengingkarinya, bakal merugi pula dunia akhirat. (Tafsir Imam Ibnu Katsir)
Pun Imam Muslim mengatakan di dalam kitab sahihnya, bahwa pernah seseorang meminta kepada Rasulullah saw.,
“Wahai Rasulullah, berdoalah untuk kebinasaan orang-orang musyrik.” Rasulullah saw. menjawab, “Sesungguhnya aku diutus bukan sebagai pelaknat, melainkan aku diutus sebagai pembawa rahmat.”
Berikutnya tak bisa kita menutup mata saat isu terorisme menghangat lagi, persoalan negeri yang prioritas menuntut solusi sejatinya sudah lebih dulu bertubi menimpa. Kemiskinan, stunting alias gizi buruk, juga tindak korupsi hanya beberapa di antaranya. Mengutip World Population Review yang rilis 2022, Indonesia masuk dalam urutan ke-73 negara termiskin di dunia. Sedangkan menurut gfmag.com (2022), Indonesia menjadi negara paling miskin nomor 91. Indikatornya diukur dari angka produk domestik bruto (PDB) atau gross domestic product (GDP) dan purchasing power parity (PPP) atau keseimbangan kemampuan berbelanja.
Tak hanya itu, baru-baru ini Pemerintah daerah Yahukimo bahkan telah menetapkan status tanggap darurat bencana di wilayahnya hingga 1 November 2023. Pemicunya tak lain sebab terhitung sudah 23 orang di Distrik Amuma, Provinsi Papua Pegunungan menderita kelaparan hingga merenggut nyawa mereka.
Semakin mencengangkan ketika berada dalam kondisi masih terdapat masyarakat yang miskin dan lapar tapi seperti tak menyurutkan keberadaan para koruptor. Terbukti hingga tutup tahun lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih membukukan angka 10 kali Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Maka dibandingkan deretan masalah yang krusial di atas yang membelit negeri ini, jelas perkara terorisme tak dapat lagi ditemukan urgensinya. Menarik pernyataan seorang pengamat politik, Rocky Gerung yang menilai adanya terorisme juga isu radikalisme merupakan sebuah pengalihan yang dilakukan untuk menutupi jejak kegagalan dalam menyejahterakan rakyat.
Tak salah lagi, alih-alih kembali menyanyikan kidung usang yang tak pernah usai mengapa tak menggantinya dengan karya besutan penyanyi muslim dunia, Maher Zain, Rahmatan lil Alamin. Hanya saja menjadi tugas seluruh umat muslim untuk mewujudkan penerapan risalah Nabi saw. yang kafah agar apa yang tersurat di lirik lagu menjadi kenyataan. Sebagaimana yang terwujud sejak Rasulullah saw. hijrah ke Madinah hingga berabad-abad kekuasaan Islam dahulu membentang ke seluruh dunia.
..Habibi ya, ya Muhammad
Ya rahmatan lil’alameena ya Muhammad…
Wallaahua’lam.
[LM/nr]