Remaja dalam Jeratan Liberalisasi Pergaulan

Oleh: Sulistyowati

Lensamedianews.com, Opini- Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat usia remaja di Indonesia sudah pernah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Paling muda di rentang umur 14 hingga 15 tahun tercatat sebanyak 20 persen sudah melakukan hubungan seksual. Lalu, diikuti dengan usia 16 hingga 17 tahun sebesar 60 persen. Sedangkan di umur 19 sampai 20 tahun sebanyak 20 persen. Hal itu diungkapkan BKKBN berdasarkan data Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2017. (liputan6.com, 06/08/2023).

Realita darurat perzinaan di kalangan remaja sejatinya adalah bukti nyata dari penerapan ide sekularisme kapitalisme. Seorang ulama besar sekaligus mujtahid abad ini, syekh Taqiyyudin An Nabhani dalam kitabnya Nizhamul Islam bab Thariqul Iman menjelaskan bahwa manusia akan mengatur perbuatannya sesuai dengan pemahaman atau mindset-nya, dan sebuah pemahaman itu akan dibentuk oleh pemikiran, dan pemikiran itu dipengaruhi oleh ideologi tertentu atau cara pandang kehidupan tertentu.
Jika kita cermati, pemikiran masyarakat saat ini dipengaruhi oleh ideologi kapitalisme yakni cara pandang kehidupan yang standar kebahagiannya adalah meraih materi dan kepuasan jasadiyah (fisik) tanpa memperhatikan aspek agama. Cara pandang kehidupan seperti ini lahir dari akidah sekularisme yang memisahkan urusan agama dengan kehidupan.
Dengan cara berpikir seperti itu maka timbullah pemahaman rusak di dalam masyarakat. Mereka akan menilai bahwa perzinaan sebagai cara pemuasan untuk mendapatkan kebahagiaan dari sebuah hubungan. Sehingga wajar generasi muda terjerat pergaulan bebas yang ditandai dengan seks di luar nikah alias perzinaan. Lebih parahnya lagi masyarakat sekularisme kapitalisme menganggap perzinaan bukan hal yang tabu dilakukan, asal suka sama suka.
Padahal perzinaan hanya akan mendatangkan kesengsaraan hidup, menimbulkan berbagai masalah baru seperti aborsi, pelacuran, penyakit kelamin, hingga pembunuhan. Karenanya perzinaan harus diberantas tuntas, dan solusi tuntas hanya akan terwujud jika cara pandangan kehidupan yang diadopsi oleh masyarakat adalah cara pandang kehidupan yang shahih yakni Islam.
Allah SWT telah menurunkan Islam sebagai ideologi yakni landasan kehidupan yang memancarkan tata aturan kehidupan, termasuk salah satunya sistem pergaulan Islam. Allah telah menciptakan manusia dan memberikan potensi kehidupan, salah satu potensi tersebut adalah naluri melestarikan jenis (gharizatunnaw’). Tujuan dari penciptaan naluri ini adalah manusia bisa melestarikan keturunan mereka. Sehingga pada dasarnya wajar jika akan ada pandangan seksual di antara hubungan pria dan wanita.
Hanya saja Allah SWT memberikan aturan agar naluri ini tersalurkan dengan benar, hanya dalam ikatan pernikahan yang sah. Islam memberikan solusi pernikahan bagi pria dan wanita yang telah mampu menjalankan amanah besar suami-istri. Jika tidak mampu maka Islam memerintahkan untuk berpuasa dan menjaga farji-nya.
Tidak hanya itu, sekalipun Islam  memahami akan ada pandangan seksual di antara pria dan wanita, namun Islam memiliki aturan agar interaksi publik di antara keduanya tidak selalu mengarah pada arah seksualitas. Pertama, Islam memerintahkan menundukkan pandangan. Kedua, Islam memerintahkan wanita menutup auratnya secara syar’i dan tidak tabarruj. Ketiga, Islam memerintahkan wanita ditemani oleh mahramnya ketika safar. Keempat, Islam melarang pria dan wanita ber-khalwat (berdua-duaan) kecuali disertai mahram wanita tersebut dan ber-ikhtilat tanpa tujuan syar’i. Kelima, Islam melarang wanita keluar rumah tanpa seizin suaminya. Keenam, Islam memerintahkan agar kehidupan khusus komunitas wanita dan pria terpisah. Ketujuh, Islam memperbolehkan hubungan kerja sama antara pria dan wanita dalam hal yang bersifat umum seperti mualamah misalnya.
Dari ketujuh aturan ini, kehidupan publik antara pria dan wanita akan berfokus pada ta’awun (saling tolong menolong), amar makruf nahi munkar, dan akan menjauhkan pandangan seksualitas di antara keduanya yang menjadi gerbang perzinaan. Inilah aturan pergaulan Islam yang seharusnya menjadi pemahaman generasi saat ini. Sehingga mereka akan mampu melakukan self control untuk menjauhi perzinaan.
Hanya saja aturan ini tidak akan mampu terealisasi sempurna kecuali dengan institusi negara yang bernama Daulah Khilafah. Sebab untuk menjaga agar kehidupan pergaulan publik antara pria dan wanita sesuai dengan Islam dibutuhkan kebijakan dari negara. Dan tidak ada di dunia ini negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah kecuali Daulah Khilafah. Demikianlah solusi tuntas Islam dalam mencegah bahkan menghilangkan perzinaan di kalangan generasi muda. Wallahu a’lam bishshawab. [LM/Ah]
Please follow and like us:

Tentang Penulis