Cukupkah Cegah Kekerasan dengan Peran Keluarga?
Oleh: Nurlina S.Pd
(Pegiat Literasi)
Lensamedianews.com– Kasus kekerasan seksual terhadap anak bagai fenomena gunung es. Terlihat kecil dari permukaan tetapi kenyataannya menjulang begitu luar biasanya, sehingga pembahasan tentang kekerasan anak seolah tidak pernah habis.
Staf ahli Menteri Bidang Pembangunan Keluarga Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Indra Gunawan mengungkapkan, keluarga dan masyarakat dapat berkontribusi dalam mencegah terjadinya tindak pidana kekerasan seksual. Indra mengatakan banyak anak yang menjadi korban kekerasan seksual namun enggan menceritakan dan melaporkannya karena takut menjadi pencoreng nama keluarga.
“Mencegah terjadinya kekerasan seksual dapat dimulai dari keluarga. Peran keluarga dalam pencegahan dapat dimulai dari memberikan edukasi kepada seluruh anggota keluarga terutama anak-anak serta membangun komunikasi yang berkualitas bagi anggota keluarga,” kata Indra Gunawan. (Republika.Co.Id/30/8/2023)
Mewaspadai Orang Terdekat
Memang benar, peran keluarga sangat penting, mengingat anak mengalami proses sosialisasi paling banyak dalam lingkungan keluarga. Disinilah untuk pertama kali anak mengenal lingkungannya dan juga mengenal seluruh anggota keluarganya, mulai dari ayah, ibu dan saudara-saudaranya sampai anak mengenal dirinya sendiri.
Namun sungguh miris karena kasus kekerasan seksual pada anak pada saat ini banyak terjadi di lingkungan mana pun, termasuk dalam lingkungan keluarga. Keluarga yang diharapkan melindungi anggota keluarga, malah menjadi pelaku predator seksual yang mencederai kesucian generasi penerusnya.
Seorang ayah bisa menjadi pelaku kekerasan seksual pada anak kandungnya, ayah tiri pun demikian, paman kepada keponakan, kakek kepada cucunya, kakak-beradik bahkan teman sebaya di lingkungan sekitarnya.
Psikolog dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), Ratri Kartikaningtyas mengatakan bahwa kekerasan seksual bisa terjadi dan dilakukan oleh orang terdekat korban karena adanya relasi kuasa yang merugikan pihak korban.
Persoalan Sistemik
Kekerasan seksual yang merajalela adalah buah dari penerapan sistem sekuler-kapitalis. Sistem ini telah memisahkan agama dari kehidupan manusia. Menjadikan orientasi kehidupan masyarakat hanya untuk mencari kesenangan dan kepuasan duniawi.
Penerapan sistem kapitalis telah menjadikan banyak ibu sibuk bekerja di luar rumah demi memenuhi kebutuhan ekonomi. Ibu bukan lagi sebagai Ummu warabbatul bait(ibu dan pengatur rumah tangga). Seorang ayah pun demikian telah menguras seluruh waktunya di luar rumah dengan berbagai kesibukan hingga lupa perannya sebagai pemimpin dalam keluarga, yang mana di pundaknya telah dibebankan tugas untuk memastikan keluarganya selamat dunia dan akhirat.
Dengan begitu, hampir tidak ada lagi waktu untuk membekali anak dengan pendidikan agama. Ayah lupa untuk hadir membangun ruhiyah (kedekatan spiritual) antara diri maupun keluarga dengan penciptanya. Padahal anak sangat membutuhkan sosok orang tua untuk menemani mereka tumbuh dan berkembang di lingkungan yang taat agama.
Selain itu, sistem sekuler telah menghasilkan pemikiran liberal yang mengakomodasi kebebasan berekspresi termasuk mengekspresikan seksualitasnya. Pemikiran masyarakat lebih banyak diracuni dengan tayangan-tayangan porno. Pergaulan masyarakat yang tidak sehat, permisif dan normalisasi perzinahan.
Lemahnya penegakan hukum juga mengakibatkan korban kekerasan seksual tidak mendapatkan keadilan yang sesuai. Undang-Undang PPKS sebagai asas undang-undang tidak mampu dengan tegas dalam mengatur jaminan agar kekerasan seksual tidak kembali terulang. Hal ini tampak pada ketiadaan upaya pencegahan dan pemulihan bagi korban kekerasan seksual.
Maka jelas bahwa akar masalah kekerasan seksual bukan terletak pada minimnya peran orang tua saja. Akan tetapi karena penerapan sistem kapitalis-sekuler. Sistem inilah yang telah membuka peluang terjadinya kekerasan seksual pada anak.
Sistem Islam Solusi Tuntas
Ideologi Islam memiliki seperangkat aturan baku yang sangat terperinci dan sempurna mencakup seluruh aspek kehidupan. Islam akan menyelesaikan kasus kekerasan seksual dengan penerapan beberapa sistem seperti sistem pergaulan, ekonomi dan sanksi sesuai dengan syariat Islam.
Sistem Islam akan memfungsikan tiga pilar utamanya yaitu, pertama, individu yang bertakwa. Pada pilar ini peran orang tua sangat dibutuhkan untuk mendidik anak-anaknya dengan syariat Islam agar menjadi generasi yang bertakwa yaitu yaitu menjadi individu yang memiliki kesadaran diri bahwa dia adalah hamba Allah yang wajib taat akan perintah dan larangan Allah SWT.
Kedua, masyarakat yang terikat dengan pemikiran perasaan dan peraturan yang jelas dan adil sehingga masyarakat mampu hadir sebagai sebagai bagian dari Amar ma’ruf nahi mungkar di lingkungan sekitarnya.
Ketiga, peran negara. Islam menghadirkan negara sebagai pelaksana hukum-hukum Islam secara kaffah, penjamin keamanan rakyat dengan menghadirkan sanksi yang tegas dan berefek jera bagi pelaku kejahatan agar tercapai keadilan hukum yang nyata.
Selain itu, negara juga menjamin kebutuhan masyarakat terpenuhi dengan baik dengan penerapan sistem ekonomi Islam. negara akan menyediakan lapangan kerja yang halal untuk kaum laki-laki agar dapat memenuhi kewajibannya sebagai pemberi nafkah untuk keluarganya.
Dengan tiga pilar ini, aturan kehidupan yang komprehensif tentu akan saling bersinergi dan menjadi upaya pencegahan terhadap kekerasan seksual.
Karena itu, hanya dengan sistem Islam saja maka keadilan dan keamanan bisa terwujud, terutama dalam upaya menjamin terlaksananya perlindungan bagi semua warga negara. Semoga system Islam kembali tegak, Wallahu’alambisshowab. [LM/UD]