Kesehatan Gratis di Era Kapitalis Hanya Mimpi
Oleh : Elly Waluyo
(Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)
Lens Media News – Keinginan untuk bisa memperoleh kebutuhan hidup secara gratis dalam era kapitalis sangatlah mustahil. Sistem yang berkutat pada materi ini akan selalu memperhitungkan untung rugi dan tak akan pernah peduli dengan kemaslahatan umat. Segala aspek dalam sistem kapitalis haruslah di komersialkan. Oleh karena itu sumber pendapatan dalam sistem ini hanya berasal dari pajak sedangkan sumber pendapatan yang berasal dari dalam bumi justru dikuasai individu dan segelintir orang bahkan memperjualbelikannya pada asing.
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang harusnya menjadi tanggung jawab negara malah dibebankan pada rakyatnya melalui mekanisme asuransi. Jumlah yang harus dibayarkan juga terus mengalami kenaikan tanpa melihat kondisi ekonomi rakyat.
Permintaan kenaikan iuran BPJS di tahun 2024 datang dari Anggota BPJS Watch Timboel Siregar. Beliau menagih kenaikan iuran BPJS berdasarkan perubahan kedua atas Peraturan Presiden (Perpres) 82 tahun 2018 tentang jaminan kesehatan pada Perpres Nomor 64 tahun 2020 yang mana besaran iurannya ditinjau paling lama dua tahun sekali. Namun kenaikan iuran BPJS yang harusnya terjadi di tahun 2022, tidak terjadi hingga sekarang, padahal pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terus meningkat. Pernyataan senada diungkapkan oleh Muttaqien selaku Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), bahwa kenaikan iuran BPJS dapat digunakan untuk menutup peluang defisit sebesar RP 11 triliun pada Agustus-Sepetember 2025 (cnnindonesia.com, 22/7/ 2023).
Sementara itu terjadi penolakan atas perubahan kelas rawat Inap menjadi Kelas Rawat Inap Standar Jaminan Kesehatan Nasional (KRIS) oleh Partai Buruh dan kelompok Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang diketuai oleh Said Iqbal. Menurut Said program KRIS yang akan segera diluncurkan ini merupakan bentuk money follow program yang dituangkan di dalam Undang-undang (UU) Kesehatan. Menurutnya yang harus diperbaiki adalah sistem pelayanan BPJS bukan meluncurkan program KRIS yang melakukan efisiensi dengan menyamakan semua rawat inap tanpa kelas yang menurutnya dapat mematikan rumah sakit lokal yang memiliki skala menengah milik pribumi dan klinik kecil (liputan6.com, 23/7/2023).
Adanya kenaikan tarif BPJS kesehatan sebagai akibat terjadinya defisit merupakan bukti nyata adanya komersialisasi dalam bidang kesehatan. Negara abai terhadap kewajibannya dalam memberikan pelayanan kesehatan pada rakyatnya dan justru menyerahkan tanggung jawab tersebut pada pihak swasta. Turut campurnya swasta merupakan syarat dalam mewujudkan konsep good governance yang merupakan syarat negara untuk mendapatkan program bantuan dari Bank Dunia atau IMF (International monetering Fund) yang dibiayai oleh Amerika Serikat. Sehingga dapat dipahami bahwa konsep good governance adalah cara yang digunakan oleh pihak asing untuk menyetir kebijakan publik secara legal. Oleh karena itulah pihak swasta merupakan modal penting bagi seseorang untuk menggapai kekuasaan dalam mekanisme politik demokrasi yang akibatnya terbentuklah pemerintahan kapitalis dimana negara hanya memposisikan diri sebagai fasilitator dan regulator bukan pengurus rakyat.
Konsep sistem kapitalis tersebut berbanding terbalik dengan konsep sistem Islam yang memposisikan negara sebagai pengurus rakyat. Kesehatan warga negara merupakan tanggung jawab mutlak negara dalam menyediakan layanan kesehatan tanpa pandang bulu baik muslim atau non muslim, warga desa maupun kota, miskin dan kaya semua mendapatkan jaminan kesehatan yang berkualitas, baik dari segi fasilitas maupun pelayanannya serta kemudahan dalam mendapatkannya yang dapat diakses secara gratis. Tak ada komersialisasi di bidang kesehatan yang merupakan kebutuhan pokok rakyat sehingga swasta tak diijinkan turut campur. Jaminan kesehatan tersebut didapat karena kokohnya sumber keuangan dalam sistem Islam yang berasal dari baitul maal pada pos kepemilikan umum yaitu pengelolaan sumber daya alam, harta fa’i dan kharaj.
Keberhasilan sistem Islam juga telah terbukti memberi pelayanan kesehatan yang berkualitas. Hal ini tampak ketika masa kejayaan Islam, dimana pada masa itu negara Islam juga menjadi barometer di bidang kesehatan. Pada abad ke 9, Ishaq bin Ali Rahawi menulis Adab At Thabib yang berisi pemeriksaan catatan medis pasien meninggal untuk melihat kesesuaian tindakan dokter dengan prosedur. Jabir Bin Hayyan (721-815 Masehi) menemukan pemurnian alkohol sebagai desinfektan dan pendiri apotik pertama di dunia, Banu Musa menemukan masker gas, Ammar Ibnu Ali Al Mawsili menemukan jarum suntik hypodermic, Al Kindi yang menunjukkan perhitungan derajat penyakit, mengukur kekuatan obat, dan perkiraan saat kritis pasien, Abu Al Qasim Az Zahrawi dianggap sebagai bapak ilmu bedah modern karena telah menemukan berbagai benda yang dibutuhkan untuk bedah seperti plester, 200 buah alat bedah dan anastesi berukuran tepat.
Wallahu a’lam bish showab.
[LM/nr]