Konten Demi Eksistensi, Berakhir Bunuh Diri
Oleh : Zhiya Kelana, S. Kom
(Aktivis Muslimah Peradaban Aceh)
Lensa Media News – Apa yang kurang dari hidup kita ini? Semua sudah diberikan oleh Allah. Tapi tetap saja manusia ini merasa selalu kurang bersyukur atas segala nikmat hidup yang tidak semua orang bisa miliki. Inilah yang terjadi pada kita saat ini, banyaknya sosmed yang kita gunakan kadang kurang bijak. Sehingga menjadi musuh dan kadang buruk untuk diri kita, belum lagi lisan manusia yang kadang sering mengutuk dari pada nasehat. Seperti yang terjadi pada seorang wanita baru-baru ini.
Seorang perempuan di Leuwiliang, Kabupaten Bogor ditemukan tewas dengan kondisi leher menggantung di sebuah tali. Korban berinisial W (21 tahun) tersebut tewas saat membuat konten candaan gantung diri di hadapan teman-temannya via video call.
“Dari kata keterangan dari saksi, dia (korban W) itu lagi bikin konten gantung diri, gitu,” kata Kapolsek Leuwiliang Kompol Agus Supriyanto, Jumat (3/3) dikutip dari Detik. Agus mengatakan peristiwa tersebut terjadi ketika W sedang melakukan panggilan video dengan teman-temannya. Kepada teman-temannya, W sempat menyebut hendak membuat konten gantung diri, dengan kain melilit di leher. (CNNIndonesia.com)
Demi eksistensi diri, kadang kita lupa jati diri demi diakui oleh manusia. Sosmed yang harusnya menjadi tempat informasi secara realnya menjadi ajang pamer diri yang akhirnya menjadi efek buruk. Jika digunakan secara bijak seperti mencari ilmu, menebarkan kebaikan maka tidak ada salahnya, tapi ketika digunakan untuk hal lain maka hanya ada kemungkinan keuntungan pribadi atau kehancuran diri. Karena itulah orang sering juga menyebutnya flexing. Bisa jadi tekanan sosial, untuk menarik lawan jenis atau kurangnya percaya diri.
Flexing menjadi salah satu kata yang sering digunakan di media sosial akhir-akhir ini. Apa itu flexing? Singkatnya, flexing adalah istilah yang merujuk pada seseorang yang menyombongkan gaya hidupnya demi memberikan kesan mampu pada orang lain. Tidak sedikit dari mereka yang rela menghabiskan uang untuk barang-barang dan fasilitas mewah hanya demi menunjukkannya ke orang lain, khususnya melalui media sosial. Inilah sebabnya mengapa flexing seringkali dianggap sebagai hal yang buruk.(suara.com)
Hari ini eksistensi diri menjadi hal yang diprioritaskan. Kemajuan media membuat hal tersebut menjadi lebih mudah. Jadilah unjuk eksistensi dengan berbagai konten, bahkan termasuk dengan cara yang membahayakan jiwa atau berlagak kaya, cantik dan pintar demi diakui entah oleh siapa? Perilaku yang kadang membuat kita sendiri bodoh karena memenuhi keinginan mereka yang kadang tidak normal. Demi mendapatkan kehormatan atau pundi uang rela melakukan sesuatu yang kadang bertolak belakang dengan keinginan kita.
Perilaku ini sejatinya adalah perilaku rendah, yang muncul dari taraf berpikir yang rendah pula. Budaya ini menunjukkan ada yang salah dalam kehidupan ini. Dan ini tentulah hasil dari sistem kehidupan yang diyakini masyarakat dalam seluruh aspeknya. Sistem hari ini gagal menunjukkan kemuliaan manusia melalui ketinggian taraf berpikirnya. Negara gagal melahirkan sosok individu berilmu tinggi.
Sistem yang rusak ini memang menfasilitasi kita melakukan hal aneh dan bodoh yang dianggap biasa dan lucu. Dengan cara merusak hidup kita atau orang lain, karena cara berfikir mereka yang rusak, jauh dari Islam. Sehingga pandangan mereka tujuannya adalah manfaat yang didapat meski menginjak, dalam rangka menyenangkan oran lain. Maka gak heran konten yang merusak dan yang menyakiti orang itu lebih laris dan mendapatkan banyak like dari pada konten nasehat mengajak kepada kebaikan.
Wallahu’alam
[LM/nr]