Peran Penting Negara Atasi Kejahatan Seksual Anak
Oleh: Galuh Metharia
(Aktivis Muslimah, DIY)
Lensamedianews.com– Kasus pemerkosaan terjadi lagi. Kali ini yang membuat miris dan sedih adalah baik pelaku maupun korban masih usia anak-anak. Pelaku masih duduk di Sekolah Dasar (SD), sementara korban masih TK.
Sungguh menyayat hati, siswi TK di Mojokerto menjadi korban pelecehan seksual oleh tiga teman bermainnya. Lebih parahnya lagi, korban mengaku sudah diperkosa sebanyak lima kali oleh salah seorang pelaku hingga mengalami trauma berat dan enggan masuk sekolah karena malu (tvonenews.com, 21/01/2023).
Jika kita telaah, pada dasarnya penyebab munculnya kejahatan seksual oleh anak dan terhadap anak ini bersifat sistemis. Mesti pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan pun, nyatanya kasus pelecehan anak terus beranak-pinak. Tak mengherankan, karena yang menjadi dasar mereka adalah aturan buatan manusia yang terbatas, lemah, serba kurang, dan dipenuhi hawa nafsu.
Tidak bisa dipungkiri, tindak kekerasan seksual yang melibatkan usia anak baik pelaku maupun korban ini merupakan imbas dari kebobrokan sistem kapitalisme sekuler. Di mana agama dijauhkan dari segala aspek kehidupan. Sistem pendidikan yang hanya mengunggulkan nilai akademis tanpa mengutamakan nilai-nilai agama dan penanaman akidah. Sistem ekonomi kapitalis yang menghasilkan kesenjangan, sehingga memaksa para orang tua sibuk mencari uang dan abai terhadap anak-anak. Sistem interaksi sosial yang tidak membatasi kehidupan antar lawan jenis. Begitu juga sistem hukum buatan manusia yang tidak memberi efek jera, sehingga kejahatan masih terus berulang.
Sejatinya negaralah yang menempati posisi sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas terjadinya tindak pelecehan seksual anak. Mengapa demikian?
Buah Penerapan Sistem Kapitalisme
Dunia saat ini masih menerapkan sistem sekularisme, liberalisme, dan demokrasi yang merupakan turunan dari kapitalisme, termasuk Indonesia. Sistem ini hanya melahirkan individu-individu yang rapuh. Keluarga yang seharusnya menjadi benteng pertama, nyatanya tidak paham agama dan terus digempur dengan penerapan sistem ekonomi kapitalistik. Negara harusnya juga bertanggung jawab memberikan pendidikan agama secara menyeluruh sehingga melahirkan pribadi-pribadi yang bertakwa.
Lingkungan masyarakat yang rusak juga merupakan akibat pembiaran negara atas merajalelanya budaya permisif dan dekadensi moral. Serba bebas, serba boleh dari cara hidup Barat yang menghalalkan segala cara untuk pemuas nafsu. Serbuan pornografi di berbagai media juga kian liar, mudah diakses oleh masyarakat termasuk anak-anak tanpa ada mekanisme pengontrolan dari negara.
Dari segi hukum, terus bertambahnya kasus kekerasan dan pelecehan seksual menjadi bukti bahwa hukum seakan mandul, tidak berefek pencegahan, bahkan tidak membuat pelaku jera. Untuk itu, mengatasi kasus kekerasan seksual anak tidak cukup dengan solusi teknis saja. Namun, masyarakat butuh perubahan sistem yang mampu mengayomi, menjaga, mencegah, dan menyelesaikan segala bentuk kejahatan sosial.
Penerapan Sistem Islam Secara Utuh dan Menyeluruh
Secara sistem, penerapan sistem Islam lah yang mampu mencegah dan menyelesaikan tindak kekerasan seksual pada anak. Dimana penerapan sistem ini terbebankan pada negara. Melalui kurikulum pendidikan, negara akan mencetak generasi yang bertakwa. Individu yang bertakwa tidak akan melakukan perkara yang melanggar syariat. Demikian juga masyarakat yang peduli dan bertindak sebagai kontrol sosial untuk mencegah individu melakukan kemaksiatan.
Negara juga lah yang berkewajiban dan mempunyai kuasa untuk mengawasi penyebaran informasi di tengah masyarakat. Dalam sistem Islam, negara akan memberi sanksi tegas kepada penanggung jawab media jika memuat informasi pelanggaran syariat. Dengan mekanisme ini, konten-konten pornografi, pornoaksi, penyimpangan seksual, dan tindak amoral lainnya dapat tercegah.
Dari implementasi hukum, sistem Islam memiliki aturan yang tegas. Bagi pelaku kejahatan seksual dibagi menjadi dua kelompok. Jika kejahatan seksual tanpa mengancam dengan senjata akan dirajam hingga mati bagi yang sudah menikah, dan dicambuk 100 kali serta diasingkan sesuai dengan ketetapan peradilan bagi yang belum menikah. Sementara, jika pelaku kejahatan seksual dengan menggunakan senjata untuk mengancam akan diberi sanksi sebagaimana hukuman jarimah hirabah (perampokan) yakni hukuman mati.
Dengan sanksi yang tegas dan jelas dalam sistem Islam bukan hanya membuat pelaku kejahatan jera, namun juga mencegah orang lain untuk melakukan kejahatan serupa termasuk usia anak-anak. Maka jelas, solusi untuk mengatasi tindak kejahatan seksual dan kejahatan sosial lainnya hanya dengan penerapan Islam segara utuh dan menyeluruh.
Di sinilah peran penting negara. Karena segala pemecahan ini tidak akan efektif manakala negara tidak hadir melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya untuk mengurusi rakyat dalam sistem yang benar. Seperti inilah gambaran ketegasan sistem Islam yang akan terwujud di bawah naungan Daulah Islamiyah.
Wallahua’lambishshawab. [LM/UD]