Sawer Qoriah, Bentuk Desakralisasi Minus Adab
Oleh: Yuliana
Masih di daerah sekitar Banten yang sebelumnya viral dengan kasus seorang menantu dan mertua melakukan perbuatan terlarang, kini di daerah Pandeglang Banten kembali dihebohkan dengan peristiwa seorang Qoriah disawer saat sedang melantunkan ayat suci Al-Qur’an, Astaghfirullah.
Qoriah Nadia Hawasy angkat bicara usai videonya disawer saat mengaji Al Quran viral di media sosial. Nadia mengaku merasa tidak dihargai dengan aksi sawer tersebut. “Saya merasa tidak dihargai,” ujar Nadia dalam pesan singkatnya kepada Kompas.com, Jumat (6/1/2023). Namun, dia tidak bisa marah saat itu karena posisinya sedang mengaji. “Tidak mungkin saya mau langsung tegur atau saya langsung berhenti dan turun dari panggung karena itu termasuk adab dalam membaca Al Quran,” ungkap Nadia (Kompascom, 6/1/2023).
Kejadian yang memperlihatkan minimnya adab umat bahkan lebih condong kepada pelecehan terhadap agama terutama Islam bukanlah kali pertama terjadi. Padahal dalam Islam, ulama salaf sangat perhatian pada masalah adab dan akhlak. Mereka pun mengarahkan murid-muridnya mempelajari adab sebelum menggeluti suatu bidang ilmu. Imam Darul Hijrah, Imam Malik rahimahullah pernah berkata pada seorang pemuda Quraisy, “Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.” Begitulah Islam sebenarnya menempatkan perkara adab di atas segala-galanya bahkan sebelum menuntut ilmu.
Namun, pada faktanya fenomena apa sebenarnya yang terjadi di kalangan umat saat ini? Apalagi tindakan sawer terhadap Qoriah tersebut dilakukan dalam momen Maulid Nabi yakni memperingati kelahiran Nabi dan Rasul yang akhlaqnya seharusnya ditauladani oleh seluruh umat. Sebagaimana dalam hadits:
“Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.” (HR Al-Baihaqi dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).
Kasus ini adalah bentuk pelecehan dan desakralisasi terhadap Al Qur’an. Hal ini menunjukkan sudah hilangnya adab terhadap kitab suci yang seharusnya dijunjung tinggi. Sayangnya reaksi dari para ulama apalagi penguasa hanya bisa mengecam dan memberikan sanksi ringan tanpa memberikan efek jera kepada para pelaku, sehingga kejadian serupa akan terus tumbuh subur dalam sistem saat ini.
Hal ini menjadi satu keniscayaan dalam sistem sekuler yang menjauhkan agama dalam kehidupan yang berlandaskan HAM dan menjunjung tinggi kebebasan perilaku, umat justru diberikan kebebasan bertingkah laku atas nama HAM. Mereka tidak lagi takut dengan hukum Alloh, mereka berani mencampakkan hukum Alloh Al Mudabbir (Yang Maha Pengatur) dan mengadopsi hukum buatan manusia.
Saat Islam memimpin selama 1.300 tahun, kondisi kerohanian dan akhlak umat sangat terjaga. Al-Qur’an menjadi akhlak umat secara keseluruhan sebagaimana yang dilakukan oleh tauladan kita semua Rasulullah Saw, diikuti oleh para sahabat sampai para Khalifah setelahnya. “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (QS Al-Ahzab: 21).
Isteri baginda Nabi, ‘Aisyah sendiri menyebut akhlak Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam adalah Al-Qur’an.
Maka, siapa saja yang menginginkan kehidupan di dunia hingga akhirat berjalan baik dan selamat sebagaimana yang dikehendaki Allah. Tiada jalan lain kecuali kembali mengamalkan ajaran Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam kehidupannya sehari-hari.
Untuk itulah solusi konkret dan menyeluruh untuk mengatasi permasalahan seperti ini agar tidak kembali terulang adalah dengan menerapkan Islam secara Kaffah (menyeluruh) dan umat membutuhkan adanya institusi pelindung yang akan menjaga kemuliaan Al Qur’an dan pembacanya. Tentunya hal ini hanya akan terwujud ketika umat memiliki negara yang memuliakan Al Qur’an yaitu Khilafah Islamiyyah.
Wallahu’alam bish shawab