Oleh : Ummu Fahhala

(Pegiat Literasi dan Komunitas Peduli Umat)

 

Lensa Media News-Kebijakan Kenaikan tarif ojol (ojek online) yang seharusnya berlaku mulai 29 agustus 2022, batal diterapkan pemerintah, hal ini ditegaskan oleh Kementrian Perhubungan melalui Juru Bicaranya Adita Irawati, menjelaskan penundaan itu dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi yang berkembang di masyarakat, selain itu juga untuk mendapatkan lebih banyak masukan dari berbagai pihak (cnbnindonesia.com, 22/8/2022 ).

 

Sebagaimana diketahui bahwa sebelumnya kementrian perhubungan memutuskan untuk menaikkan tarif ojek online antara 30% hingga 50%, tarif baru ojol tersebut berpedoman pada keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) nomor 564/2022 dinilai patut diuji ulang lantaran kenaikan tarif minimum dan tarif per kilometer di-tiga zonasi dinilai konsumen terlalu tinggi. Hal itu terungkap dari hasil riset dari RISED (Research Institute for Socio Economic Development) bahwa mayoritas atau sebanyak 73,8% konsumen meminta agar pemerintah mengkaji ulang tingkat kenaikan tarif ojek online karena terlalu tinggi.

 

Kenaikan tarif ojol yang terlalu tinggi akan membebani pengguna dan menurunkan omset UMKM yang mengandalkan penjualan online, misal ojol food dan lain-lain. Ini dikhawatirkan menggerus minat masyarakat menengah ke bawah untuk menggunakan transportasi umum dan beralih ke kendaraan pribadi, meski demikian hal ini akan memicu munculnya masalah baru seperti kemacetan, beban masyarakat bertambah untuk membeli BBM, ganti oli, servis dan sebagainya.

 

Kapitalisme Penyebabnya

Ideologi kapitalisme dengan asas sekulerisme telah menjadi pangkal abainya rezim terhadap urusan rakyat. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan telah melahirkan paham kapitalistik yang menganggap transfortasi sebagai industri yang menghasilkan keuntungan materi, mengakibatkan kepemilikan fasilitas umum dikuasai oleh korporasi. Alhasil secara ostomatis fasilitas umum mempunyai fungsi bisnis untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya, bukan fungsi pelayanan.

 

Paradigma kapitalistik mengenai pelaksanaan pelayanan publik ini menerapkan prinsip bahwa negara hanya berfungsi sebagai regulator, melayani para korporasi maupun investor bukan melayani rakyat. Adapun pelaksana di lapangan adalah operator yang diserahkan kepada korporasi yang bertujuan untuk kepentingan materi.

 

Solusi Islam

Islam satu-satunya solusi bagi semua persoalan kehidupan, tak terkecuali persoalan transportasi publik. Semua itu telah terbukti dalam tinta emas sejarah peradaban Islam yang berlangsung ratusan tahun. Para khalifah bertanggungjawab langsung dan sepenuhnya, sehingga terjamin akses tiap orang terhadap transportasi publik gratis. Mulai infrastruktur moda transportasi dan para pengemudinya, bahkan untuk kepentingan ini digunakan teknologi terkini dan terus diriset demi terwujudnya transportasi publik yang berkualitas terbaik.

 

Islam memandang transportasi publik bukanlah jasa komersial akan tetapi hajat dasar bagi keberlangsungan kehidupan normal setiap insan, baik bersifat rutin maupun insidental. Ketiadaannya berakibat bahaya atau penderitaan yang diharamkan Islam, sebagaimana ditegaskan Rasulullah saw “ Tidak boleh membahayakan dan tidak boleh dibahayakan.” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad).

 

Islam melarang keras transportasi publik dikuasai individu atau korporasi swasta maupun asing baik infrastruktur jalan raya, bandara dan pelabuhan dengan segala kelengkapannya. Maupun sumberdaya manusia transportasi, berupa pengemudi angkutan seperti pilot, masinis, sopir dan kapten.

 

Negara dalam Islam bertanggungjawab langsung dan sepenuhnya menjamin akses setiap individu publik terhadap transportasi publik yang murah bahkan gratis serta aman dan nyaman (manusiawi). Rasulullah saw bersabda “ Imam atau khalifah yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) pengembala. Dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.Wallahu a’ lam bish showab. [LM/EH/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis