Biaya Pensiunan, Bagaimana Menurut Islam?
Oleh : Aprilya Umi Rizkyi
(Komunitas Setajam Pena)
APBN meningkat dan terbebani karena adanya biaya pensiunan. Di mana dana ini diberikan oleh pemerintah dengan sejumlah potongan dari gaji yang diterima pensiunan selama masih bekerja. Hal ini harus diberikan pemerintah kepada pensiunan setelah mereka sudah tidak lagi bekerja.
Direktur Jenderal Anggaran Isa Kasmatarwata mengatakan bahwa angka itu adalah kewajiban jangka panjang program pensiun 2021. Nilai kewajiban itu dibuat berkaitan dengan dana pensiunan PNS Pay as You go yang selama ini diterapkan.
Menurutnya, beban pensiun itu terbagi menjadi dua. Pertama kewajiban jangka panjang program pensiun pegawai aktif sebesar Rp1.427 triliun. Kedua kewajiban terhadap pensiun sebesar Rp1.502 triliun. Tanggungan inipun terbagi menjadi dua yaitu kewajiban terhadap pegawai pemerintah pusat Rp935 milyar dan terhadap pegawai pemerintah daerah Rp1994 milyar.
Menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menyinggung masalah ini. Dana pensiunan selain membebani keuangan negara dalam jangka panjang juga membutuhkan adanya perombakan. Adapun sistem pay of you go adalah pedoman langsung dari pemerintah yang diambil dari APBN. Dalam pendanaannya ada yang dari PNS itu sendiri. Pemerintah menjelaskan bahwa sistem ini tak terlalu efektif. Setiap tahun APBN mengalami pembengkakan mencapai Rp5 triliun.
Dalam sistem kapitalisme yang diadopsi oleh negeri ini mengakibatkan negara hanya berfungsi sebagai regulator semata bukan sebagai pengurus rakyatnya. Apalagi didukung dengan sistem ekonomi kapitalisme tidak memiliki APBN yang kokoh. Karena sumber pendanaannya dari pajak dan utang. Oleh karena itu, maka negara akan hitung-hitungan meski kepada rakyatnya sendiri termasuk kepada pegawainya. Jiwa bisnis yang sarat dengan untung-rugi menjadi ciri khas dari setiap kebijakan sehingga muncullah kata “dana pensiun beban APBN, beban negara”.
Padahal jika kita pahami bahwa sesungguhnya merekalah yang menjadi beban pegawai karena telah memotong gaji mereka dengan berbagai macam iuran. Sekali lagi, ini membuktikan bahwa sistem kapitalisme telah gagal menjamin kesejahteraan para pegawai negeri sipilnya. Seharusnya tak menjadi beban negara.
Hal ini akan jauh berbeda ketika sistem Islam yang diterapkan oleh sebuah negara dalam naungan khilafah. Mekanisme dalam Islam untuk menangani masalah kepegawaian dan mengatur jaminan serta pensiun. Akan tetapi adanya mekanisme ini membutuhkan peran negara yang menerapkan sistem Islam secara kaffah termasuk penerapan sistem ekonomi Islam.
Syaikh Taqiyuddin an Nabani seorang Mujtahid besar menjelaskan mekanisme ini dalam kitab Nidzomul Iqtisodiah (sistem ekonomi Islam) tentang bab pemasukan dan pengeluaran Baitul Mal. Baitul Mal adalah lembaga keuangan khilafah yang memiliki tiga pos pemasukan yaitu kepemilikan negara, kepemilikan umum dan zakat. Dari masing-masing pos memiliki jalur pemasukan dan pengeluaran masing-masing.
Misalnya pos kepemilikan negara bersumber dari harta fa’i, kharaj, usyur, jizyah, ghonimah, gholul, ghoribah dan lain-lain. Salah satu alokasi dana ini digunakan untuk menggaji para tentara dan pegawai negeri, hakim, tenaga edukatif dan pihak-pihak yang telah membatu jasa kepada negara. Besarannya gaji yang diterima oleh para pegawai sangat besar.
Sebagai contohnya, pada masa Kholifah Umar bin Khattab memberikan teladan terbaik dalam mengatur gaji pegawai. Diberikan dalam jumlah yang besar dan terkecukupi serta sejalan dengan kondisi umum bagi umat. Sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pegawai dan keluarganya.
Ketika itu Kholifah Umar bin Khattab telah memberikan gaji seorang guru di Madinah senilai 15 Dinar. Jika dirupiahkan setara dengan harga emas 4,25 gram emas murni 24 karat yang seharga Rp975.000 per gramnya. Jadi total gaji yang diterima seorang guru sebesar 4,25 x 15 x 975.000 = Rp64.156.250.
Seluruh pegawai yang bekerja untuk negara diatur sepenuhnya di bawah hukum ijarah (kontrak kerja). Mereka mendapatkan keadilan sesuai dengan hukum Syara’. Hak-hak mereka dilindungi oleh kholifah, baik pegawai biasa ataupun direktur. Mereka bekerja sesuai dengan bidangnya masing-masing dan selalu diperhatikan hak serta kewajiban mereka sebagaimana pegawai negeri maupun sebagai rakyat biasa.
khilafah akan mendapatkan gaji dan jaminan sesuai yang ditentukan oleh hukum Syara’. Tidak ada potongan-potongan gaji lagi dari para pegawai negeri. Gaji mereka utuh dan terkecukupi untuk kebutuhan publik seperti biaya pendidikan, kesehatan dan keamanan karena semua biaya ditanggung langsung oleh pemerintah/Kholifah.
Khilafahlah yang akan menanggung semua kebutuhan tersebut secara mutlak. Sehingga seluruh masyarakat baik masyarakat biasa maupun pegawai negeri bisa mengakses dan menikmati layanan secara gratis dan mudah. Jaminan akan diberikan oleh pos kepemilikan umum Baitul Mal yang bersumber dari pengelolaan SDA. Oleh karena itu, pegawai negeri khilafah tidak akan bingung terkait dengan nasib mereka masa tuanya karena jaminan yang diberikan khilafah sangat besar. Allahua’lam bish showab. (LM/LN)