Data Penduduk Bocor, Sistem Pengamanan Data Kendor
Oleh : Lussy Deshanti Wulandari
Lensa Media News – Kasus dugaan kebocoran data penduduk kembali terjadi lagi. Kali ini, data milyaran pendaftar kartu SIM bocor ke tangan peretas dan dijual di pasar gelap. Mengapa kebocoran data warga selalu berulang di negeri ini? Kedelai saja tidak jatuh ke lubang yang sama sebanyak dua kali.
Kebocoran data tersebut berjumlah 1.304.401.300 dan diunggah oleh akun bernama Bjorka dalam forum Breached.to. Data sebesar 87 GB ini diklaim berisi NIK, nomor ponsel, provider telekomunikasi, dan tanggal registrasi. Kebocoran data ini diduga sudah terjadi sejak 2017 lalu.
Data sensitif tersebut dijual senilai 50.000 dolar AS (sekitar Rp 745 juta) dengan transaksi dalam bentuk ethereum. Untuk membuktikan bahwa data itu asli, penjual memberikan sekitar dua juta sampel nomor HP dari lima operator seluler di Indonesia yang bisa diunduh bebas (kompas, 2/9/2022).
Dugaan kebocoran data registrasi kartu SIM masih belum diketahui asal sumbernya. Baik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), maupun operator seluler, semuanya membantah.
Padahal, menurut pakar keamanan siber Communication & Information System Security Research Center (CISSReC), Pratama Persadha mengatakan bahwa saat ini hanya mereka (Kominfo, Dukcapil, operator seluler) yang memiliki dan menyimpan data ini. Data yang bocor ini sangat mustahil tidak ada yang memilikinya (inews, 3/9/2022).
Sangat disayangkan jika setiap pihak saling melempar tanggung jawab atas kebocoran data ini. Padahal, sepatutnya negara memberdayakan semua perangkat untuk mengatasi kebocoran data yang selalu berulang. Bukannya saling membantah dan mencari pihak yang seharusnya bertanggung jawab.
Sungguh miris, negara yang diharapkan bisa melindungi data penduduk malah terkesan abai dari tanggung jawabnya. Tidak adanya upaya yang serius untuk mencegah kebocoran data warga ini terjadi di kemudian hari. Padahal, setiap kali warga melakukan registrasi kartu SIM wajib menyertakan NIK dan KK. Seharusnya negara menyiapkan sistem pengamanan data untuk mencegah kebocoran ini terjadi. Tapi faktanya malah terjadi lagi dan lagi.
Kebocoran data penduduk yang terjadi berulang membuktikan kendornya sistem pengaturan dan pengamanan data di negara ini. Data yang bocor ini sangat berpeluang untuk disalahgunakan oleh pihak yang memiliki niat jahat.
Bahaya Bocornya Data
Kebocoran data dapat merugikan pemilik data. Pertama, data pribadi bisa dimanfaatkan untuk membobol rekening keuangan. Kedua, data pribadi bisa disalahgunakan untuk penipuan pinjaman online (pinjol) ilegal. Ketiga, data pribadi digunakan untuk memetakan profil pemilik data untuk keperluan politik atau iklan di media sosial misalnya. Keempat, data akun media sosial yang diretas bisa digunakan untuk berbagai modus pemerasan secara online.
Semua pihak seharusnya tidak menyepelekan bahaya yang bisa mengintai akibat kebocoran data ini. Terlebih negara. Ialah yang sepatutnya bertanggung jawab atas kebocoran data yang selalu berulang ini. Bukannya saling melempar tanggung jawab dan berkelit setiap kejadian ini terjadi.
Inilah watak negara dalam sistem kapitalisme. Negara minim perannya sebagai pengurus umat. Tak ayal masyarakat pun berpandangan bahwa pejabat negara bertindak amatir dalam urusan rakyat. Termasuk dalam memberi jaminan penjagaan data pribadi rakyatnya.
Bahkan, penguasa lebih mementingkan urusan segelintir elit kekuasaan dan para pemilik modal. Kebijakan seperti itu lazim terjadi dan terus dilestarikan dalam setiap kepemimpinan rezim kapitalistik. Pemimpin dalam sistem ini gagap mengurus semua urusan rakyat termasuk menjaga keamanan data pribadi mereka.
Perlindungan Keamanan Data dalam Islam
Keamanan merupakan salah satu kebutuhan asasi setiap manusia. Negara wajib memberikan kenyamanan, perlindungan, dan keamanan bagi setiap warga negaranya.
Oleh karena itu, menjaga data pribadi warga termasuk bagian dari perlindungan dan keamanan yang dilakukan oleh negara. Sebagai realisasi dari hadits Rasulullah Saw.,
“Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya (mendukung), dan berlindung (dari musuh) dengan tameng (kekuasaannya). “ (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, dan Abu Daud)
Imam (Khalifah) dengan segala kekuatan akan mencegah musuh mencelakai kaum Muslim. Mencegah sesama warga negaranya dalam melakukan kezaliman. Memelihara kemurnian ajaran Islam. Rakyat berlindung di belakangnya dan mereka tunduk di bawah kekuasaannya.
Termasuk peran negara adalah melindungi rakyat dari penyalahgunaan data pribadi. Sehingga negara akan menindak tegas dan memberi sanksi kepada pihak yang telah membocorkan dan memperjualbelikan data pribadi warganya. Negara akan menutup segala akses informasi yang merusak tanpa mempertimbangkan kerugian materi.
Maka, negara akan memperhatikan infrastuktur dan instrumen yang menunjang terwujudnya keamanan data pribadi setiap warga. Dilengkapi dengan dukungan sumber daya manusia yang mumpuni, seperti para pakar dan ahli di bidang teknologi informasi.
Perlindungan privasi dan data pribadi harus:
Pertama, proaktif, negara fokus pada antisipasi dan pencegahan. Bukan reaktif atau baru bergerak ketika muncul masalah.
Kedua, mengutamakan perlindungan data pribadi warga. Negara harus memisahkan data pribadi warga sampai benar-benar terjaga secara maksimal dalam sistem IT yang hebat.
Ketiga, perlindungan yang diintegrasikan dalam desain teknologi secara holistik dan komprehensif dan sinergi antar lembaga sehingga menyempurnakan, bukan saling menyalahkan.
Keempat, negara memberikan sistem keamanan total artinya seluruh lembaga informasi harus bersinergi dengan baik, melakukan tugas pokok dan fungsinya dengan jelas, tidak ada aturan tumpang tindih atau bertentangan antara satu dengan lainnya.
Dengan adanya infrastruktur, instrumen hukum, serta tata kelola yang terintegrasi dengan baik, niscaya keamanan data pribadi warga negara akan terjamin. Inilah tugas negara sesungguhnya yang hanya akan terwujud dalam negara yang menerapkan aturan Islam kaffah dalam bingkai Khilafah Islamiyyah.
Wallahualam bish shawab
[LM]