Pragmatisme, Solusi atau Ilusi?
Oleh: Suryani Izzabitah
(Dosen dan Member Writing Class With Has)
LensaMediaNews- Pesta demokrasi 17 April 2019 telah berlalu, tetapi berbagai permasalahan masih saja terus terjadi baik di dalam maupun di luar negeri. Media sosial dipenuhi berita tentang kecurangan-kecurangan yang terjadi di berbagai daerah. Sebut saja kasus tercoblosnya surat suara di Kualumpur, Malaysia yang dibenarkan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Pun kasus kericuhan di Osaka, Jepang saat Ahok/BTP mencoblos (Tribunnews.com, 16/4/2019).
Pilpres kali ini juga berbeda dengan sebelumnya terutama terkait dengan pembahasan ideologi. Kubu petahana dengan nomor urut 01 Jokowi-Ma’ruf diidentikkan dengan Islam Moderat yang mengusung Pancasila sebagai ideologinya, sedangkan paslon nomor urut 02 Prabowo-Sandi yang didukung ulama sangat kental dengan nuansa Islam. Bahkan pada acara Debat keempat Capres Pemilu 2019 di salah satu stasiun TV, booming istilah Pancasila versus Khilafah. Ini hal yang menarik, sebab ide Khilafah yang selama ini asing di telinga umat tiba-tiba muncul sebagai representasi dari Islam hakiki. Apakah ini tanda-tanda umat sudah sadar politik?
Dalam sistem demokrasi dengan sekularisme sebagai asasnya tidak mungkin menggunakan Islam sebagai problem solving atas berbagai masalah yang ada. Kesadaran politik umat harus datang dari akidah yang benar yakni akidah Islam, dimana umat harus menjadikan Islam sebagai ideologi yang darinya terpancar hukum-hukum syara’ dalam segala aspek kehidupan termasuk di dalamnya aspek politik. Lalu dimana posisi umat hari ini? Apakah pragmatisme masih mewarnai setiap benak umat?
Pragmatisme Hanyalah Ilusi
Pragmatisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kepercayaan bahwa kebenaran atau nilai suatu ajaran (paham, doktrin, gagasan, pernyataan, ucapan, dan sebagainya), bergantung pada penerapannya bagi kepentingan manusia. Pragmatisme juga diartikan sebagai pandangan yang memberi penjelasan yang berguna tentang suatu permasalahan dengan melihat sebab akibat berdasarkan kenyataan untuk tujuan praktis.
Dari pengertian tersebut kita dapat melihat bahwa umat hari ini masih berkutat pada pragmatis tak terkecuali para elit politik yang berlabel Islam. Mereka seolah tidak punya pilihan lain atas berbagai masalah yang menimpa umat dalam segala lini kehidupan. Lihatlah kasus korupsi yang terus meningkat menjerat para elit politik di semua lini. Mulai dari pejabat desa, kecamatan, sampai ke pusat. Korupsi berjamaah antara penguasa dan pengusaha tidak terhitung. Persoalan kemiskinan di negeri ini juga semakin hari kian bertambah. Sistem ekonomi kapitalis tidak bisa membendung para kapitalis untuk menguasai kepemilikan umum yang berdampak pada tidak meratanya distribusi kekayaan. Pun kasus penegakan hukum yang tajam ke bawah tumpul ke atas. Berbagai masalah ini terus dipertontonkan dan diselesaikan dengan cara berpikir pragmatis sehingga tidak tuntas dan tidak menimbulkan efek jera bagi si pelaku.
Islam Solusi Tuntas
Berbeda dengan Islam, semua permasalahan diselesaikan dengan mengembalikannya kepada Sang Pembuat Aturan yakni Allah Swt. Islam dengan kesempurnaan syariahnya terbukti dalam rentang sejarah diakui mampu menyejahterakan masyarakat baik Muslim maupun non Muslim.
Sejarah mencatat bagaimana Negara Khilafah di Andalusia (sekarang Spanyol) mampu mengayomi tiga agama besar ; yakni Islam, Kristen, dan Yahudi. Bukti sejarah kegemilangan Islam di tanah Matador itu sampai saat ini masih bisa kita lihat, seperti Istana Alhambra, Masjid Cordoba, Menara Giralda, Alcazar Sevilla, dan masih banyak yang lain.
Begitupun pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Beliau adalah Khalifah ke-delapan Dinasti Umayyah. Dalam kurun waktu hanya tiga tahun kepemimpinannya, semua rakyat yang berada dalam lindungan Dinasti Umayyah hidup berkecukupan alias sejahtera.
Sebagai seorang Muslim, keyakinan akan sempurnanya agama yang dibawa seorang manusia Mulia, Muhammad Saw. adalah suatu keyakinan yang pasti. Seperti dijelaskan dalam QS. Al-Maidah: 3 ”… Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah kucukupkan kepadamu nikmatKu dan telah kuRidhai Islam itu jadi agama bagimu …”
Ayat ini mengandung berita tentang nikmat Allah yang terbesar untuk umat Islam yaitu ketika Allah menjadikan agama yang mereka yakini sebagai agama yang sempurna, lengkap, dan menyeluruh sehingga umat Islam tidak lagi membutuhkan syariat dan sumber hukum selain yang telah diturunkan oleh Allah Sang Pencipta manusia dan seluruh isi jagad raya ini.
Dalam kitabullah Al-Quran Al-Karim terdapat banyak ayat yang memberikan panduan bagaimana seorang mukmin mesti bersikap dalam urusan hukum. Diantaranya sebagai berikut: “ Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu … “(QS. Al-Maidah: 49).
Wallahu a’lam
[LS/Ry]