LGBT Berlindung di Balik Layar, Kebebasan Kian Melebar

Oleh: Punky Purboyowati S.S.

(Pegiat Pena, Peduli Generasi)

 

LensaMediaNews- Lagi, hembusan kebebasan berekspresi kembali dirasakan. Hal ini tampak melalui sebuah film Kucumbu Tubuh Indahku karya Garin Nugroho. Film ini disinyalir telah mengkampanyekan gender dan LGBT. Dikisahkan seorang lelaki bernama Juno sebagai penari Lengger Lanang. Perjalanan yang membawa Juno menemukan keindahan tubuhnya. Ia berdandan sebagai perempuan. Film ini memunculkan kembali tarian Lengger Lanang yang merupakan salah satu seni tari asal Banyumas yang terancam punah akibat tingginya sentimen negatif terhadap kelompok LGBT.

Menurut Garin, film ini dibuat lebih dari sekadar kisah seorang penari. Penghakiman sepihak yang mencerminkan sikap sebagian masyarakat Indonesia yang konon beragam namun faktanya sulit menerima perbedaan. Terutama dalam menghadapi kesulitan hidup hingga identitas jender yang membuatnya sulit untuk berkomunikasi. Ditambah dengan penghakiman dari lingkungan tanpa ada sifat rasa kemanusiaan atau empati (Kolomtempo.co, 29/04/19).

Namun bila mencermati film ini, ada sesuatu yang dibungkus secara manis yaitu kebebasan berekspresi yang dimainkan melalui sebuah tarian dalam kehidupan seorang jender yang mengalami diskriminasi. Dalam kehidupan Kapitalis-sekuler (memisahkan agama dari kehidupan), seni merupakan ekspresi seseorang yang perlu dihargai. Sebab kebebasan dalam sistem Kapitalis merupakan sesuatu yang diagung-agungkan. Mereka diberi ruang seluas-luasnya untuk mengekspresikan diri. Terlebih bila seni dan kebebasan ekspresi dapat membawa pada keuntungan bersifat materi tanpa memandang dari sisi halal dan haram.

Karenanya, apa yang ada di balik layar sebuah film, telah menebar kebebasan ekspresi yang didominasi oleh paham kebebasan jender untuk mengekspresikan dirinya. Para pendukung jender memandang bahwa hal tersebut merupakan hak asasi manusia yang perlu mendapat perlindungan dan dukungan. Maka jelaslah kebebasan yang digambarkan melalui sebuah film akan semakin melebar dampaknya terutama pada pergaulan anak muda. Paham kebebasan semacam ini akan berbahaya sebab seni dan kebebasan dalam sekularisme tidak memandang dampak buruknya bagi masa depan generasi. Oleh sebab itu, film ini harus ditolak dan dilawan.

Maka hal ini perlu menjadi perhatian yang serius bagi orang tua, masyarakat, dan negara. Sebab kebebasan berekspresi yang ditimbulkan akan berdampak secara moral maupun spriritual. Secara moral, kebebasan berekspresi akan merusak kepribadian anak muda. Apalagi bila tidak ada turut campur dalam masalah agama maka akan semakin merusak tatanan sosial di masyarakat. Secara spiritual, merusak akidah seorang muslim dan ajaran agama Islam yang mengatur sistem sosial.

Islam tidak melarang seseorang untuk berekspresi melalui seni. Namun keberadaan seni, sangat berkaitan dengan sebuah peradaban yang memuat tsaqafah (ilmu yang dihasilkan dari peradaban tersebut). Karenanya kebebasan ekspresi dalam bentuk seni yang memuat konten LGBT merupakan hasil peradaban dan tsaqafah Barat yang sangat bertentangan dengan Islam.

Dalam Islam, seni dan hiburan hukumnya mubah (boleh) selama tidak mengandung kemudaratan. Namun demikian, Islam sangat memperhatikan seni dan hiburan dengan mengarahkannya sebagai sarana untuk menyebarkan Islam serta menjadi sarana pendidikan untuk mencerdaskan umat. Sehingga anak-anak bangsa tetap bisa berkreasi melalui seni tanpa harus menentang norma bahkan agama. Islam mengatur sedemikian rupa dengan mengarahkan seni termasuk kebebasan berekspresi secara benar berdasarkan syariat Islam.

Wallahu a’lam bishshowab.

[LS/Ah]

Please follow and like us:

Tentang Penulis