Ikan-ikan di Seputaran IKN
Oleh : Hanif Kristianto
(Analis Politik dan Media)
Lensa Media News – Hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah, mungkinkah bisa disamakan dengan pindah Ibu Kota Negara? Dari kota kenangan Jakarta menuju Nusantara yang belantara. Bolehlah dari sisi bahasa pindah disebut hijrah, namun esensinya berbeda. Jauh sebelum Rasulullah hijrah ke Madinah, didahului Isra Mi’raj. Rasulullah diperjalankan ke beberapa tempat, termasuk ke Madinah. Hingga pada puncaknya, Rasulullah berada di masjidil Aqsha menjadi imam besar para nabi. Ini menandakan nabi sebagai imamul a’dhom. Nabi sekaligus pemimpin negara.
Sedangkan pindah IKN diawali kepala negara bersama kepala daerah dengan kemah mewah. Diisi upacara penyatuan tanah dan air se-Indonesia ke kendi Nusantara. Inilah simbolik politik demi menggalang dukungan publik. Sebab, masih banyak penolakan untuk pindah IKN ke Nusantara. Presiden Jokowi menjadi pemimpin untuk megaproyek IKN, melantik kepala otorita IKN, guna melanjutkan pembangunan. Sayangnya, Jepang yang berencana investasi di IKN membatalkannya.
Waduh! Kebingungan terjadi dan panitia IKN pun berlarian mengejar investor lagi. Perlu diingat! Investasi ini bukanlah dana Cuma-Cuma. Apalagi cumi-cumi yang ditumis enak rasanya. Investasi ini biasanya dalam bentuk loan (pinjaman) jangka panjang. Keuntungan yang didapat investor dengan persenan.
Berenang di IKN
IKN baru seperti kolam. Ikan-ikan yang berenang di sekitar proyek tak karuan. Banyak sekali yang mencoba peruntungan. Opini yang dibangun bahwa IKN ini penting dan genting. Melebihi penanggulangan pandemi yang belum berhenti. Umpan-umpan di IKN yang sebelumnya ditengarai pro-oligarki tak hanya kepentingan ekonomi. Penguasa cerdik dalam berpolitik. Mengajak tokoh agama berpengaruh untuk melegitimasi keputusan politik.
Bicara urusan dalil agama, bisa dicari. Hal terpenting bisa berenang di sekitaran kolam proyek IKN. Sebenarnya hal biasa untuk pindah IKN. Bukan sebuah gagasan revolusioner. Rakyat sendiri harus mengetahui ada apa dibalik perpindahan ini? Sebab, perpindahan ini tidak semata berpindahnya orang dan pegawai negara. Lebih dari itu, ini demi kepentingan balas budi. Memang ada yang diuntungkan secara ekonomi. Ada pula yang diuntungkan secara politik.
Jika dianalisis terkait polemik IKN akan dapat diambil beberapa kesimpulan: Pertama, keputusan pindah IKN ke Nusantara ini politik. Apapun bisa terjadi dalam politik. Hal yang unik ialah alasan yang dikemukakan kepada publik. Seolah ini harus segera pindah. Padahal tak hanya di Jakarta. Tata kota dan tata kelola lingkungan di Indonesia pun masih banyak catatan.
Kedua, penguasa sudah membelah politik. Pihak yang pro pindah IKN dan kontra. Siapapun yang pro berarti bersama penguasa. Siapapun yang menolak berarti siap berhadapan dengan penguasa. Untuk itulah Presiden Jokowi mempertegas agar group WA TNI-POLRI tidak ada pembahasan penolakan pindah IKN.
Ketiga, penguasa paham untuk pindah IKN dibutuhkan legitimasi dari tokoh agama dan ORMAS berpengaruh. Ini bukan soal kelompok moderat versus radikal. Ini persolan cara bermain politik untuk mendapatkan legitimasi. Misalnya mengaitkan pindah IKN dengan hijrah nabi. Gagasan IKN revolusioner, dan lainnya.
Keempat, kalaulah benar ini untuk kepentingan rakyat. Seharusnya pemerintah pun berdiri di atas kaki sendiri. Tanpa perlu mengundang investasi yang malah mencekik. Bagunlah rumah besar rakyat Indonesia dengan sumber daya sendiri. Bukankah Indonesia kaya dengan sumber daya alamnya dan pasti mudah bagi pemerintah mewujudkan kota impian masa depan?
Kelima, proyek IKN ini jangka panjang. Maka segala isu yang menghadang akan disingkirkan. Bahkan akan dibuatkan arus baru opini dengan menciptakan isu baru. Semisal, dimunculkan radikalisme, pelayanan publik yang buruk, hingga opini receh lainnya. Tujuan itu semua agar pemerintah bisa lenggang kangkung tanpa penghalang.
Cerdas Bersikap
Mungkin sebagian publik ada yang belum memahami esensi soal IKN. Bisa jadi ada yang apatis karena bukan urusan kehidupannya. Mau pindah IKN atau tidak, nasibnya tak berubah. Sikap ini wajar, karena memang penguasa telah berhasil memisahkan rakyat dari mengurusi politik. Rakyat hanya diminta dukungan politik ketika pemilu dan untuk berkuasa, setelahnya rakyat tiada.
Cerdas bersikap merupakan pilihan bijak. Sebab ikan-ikan yang berenang di sekitaran IKN begitu banyak. Ini semata untuk meraup untung dengan membiarkan rakyat buntung. Karenanya, rakyat juga harus mafhum bahwa diamnya rakyat terhadap urusan politik akan terimbas juga dengan kebijakan politik.
Yang dibutuhkan rakyat saat ini bukan sekadar penguasa yang baik, tapi juga sistem yang baik. Penguasa yang baik kalau berjalan di atas politik demokrasi masih bisa berbohong atas nama kepentingan rakyat. Sementara, penguasa yang baik dan bertumpu pada sistem yang baik (Islam) ingatannya tersambung dengan Allah Yang Maha Kuasa. Maka, wahai rakyat Indonesia. Pedulilah terhadap urusan negara yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Lebih baik bergerak daripada diam dan mati karena keputusan zalim penguasa.
Wallahu a’lam bish showab
[ry/LM].