Kedelai Mahal, Tahu dan Tempe Langka?
Oleh: Ririn Dyah Wijayanti, S.T.P.
Lensa Media News – Pasokan kedelai impor mengalami kelangkaan. Sehingga menyebabkan tahu dan tempe yang menjadi ciri khas makanan Indonesia, terancam langka. Hal ini dapat terjadi jika kedelai tidak tertangani dengan baik pasokannya. Tempe yang banyak digandrungi vegan dan vegetarian ini mengandung prebiotik, protein tinggi, dan isoflavon, kemudian tahu yang mengandung isoflavon dan saponin yang dapat mengurangi kadar kolesterol darah. Melansir dari Kompas (19/02/2022), penyebab kelangkaan ini di antaranya ialah cuaca buruk el Nina di Argentina, AS dan kebutuhan yang tarik menarik dengan pakan Babi di China sebanyak 5 miliar.
Hal itu mengakibatkan harga kedelai per gantang naik, dari 12 dolar AS menjadi 18 dolar AS. Kenaikan harga ini berdampak pada perajin tahu-tempe lokal. Kalkulasi kasarnya pembelian kedelai 20 kilogram per hari dengan harga Rp 9.000 – Rp 10.000 per kilogram. Jika pembelian di harga Rp 10.000 per kilogram, modal Rp 200.000, dan penjualan menjadi olahan tempe tahu mendapatkan Rp 250.000. Rp 50.000 untuk makan dan Rp 200.000 untuk modal besoknya. Kenaikan harga akan menyebabkan laba yang diterima semakin sedikit.
Begitu pula yang terjadi dalam kedelai lokal. Kurang fokusnya pengelolaan kedelai lokal ini, menyebabkan harga jual petani tidak sepadan dengan modalnya. Menyebabkan petani enggan menanam komoditas ini. Menurut Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) dalam Media Indonesia (26/02/2022), 90% kebutuhan Indonesia tercukupi dengan impor. Selain itu harga jual kedelai lokal lebih mahal dari kedelai impor. Hal ini bisa terjadi karena kedelai lokal ditanam secara alami tanpa modifikasi genetika.
Sebenarnya, dari aspek kesehatan, kedelai lokal bisa dikatakan lebih sehat daripada kedelai impor yang GMO. Begitu juga dari aspek nilai gizi dan rasa yang lebih gurih. Namun dari keuntungan, maka kedelai impor lebih dipilih dari sisi harga, bentuk yang lebih besar, dan rasa yang tidak langu. Selain itu, kedelai lokal juga memiliki kelemahan yaitu hasil panen yang tidak terstandar. Banyak petani kedelai yang memanen kedelai yang masih hijau sehingga produk akhirnya bercampur antara kedelai yang hijau dan kuning.
Namun, hal ini dapat ditanggulangi manakala pemerintah beserta ilmuwan turut fokus menangani ini. Pada tahun 1992, tercatat Indonesia pernah swasembada kedelai. “Tahun 1992 itu kita pernah swasembada kedelai, tapi sekarang menurun drastis. Karena terus terang petani kita dengan kondisi harga jual yang rendah ini beralih ke komoditas lain, sekarang ini komoditas kedelai baru bagus,” menurut Direktur Aneka Kacang dan Umbi Kementerian Pertanian (Kementan) Yuris Tiyanto dilansir dari Antara (22/02/2022).
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, produksi kedelai Indonesia pada tahun 2021 hanya 200 ribu ton. Sementara permintaan kedelai untuk memproduksi tahu-tempe sekitar 1 juta ton per tahun. “Pada tahun 2022 Kementerian Pertanian menargetkan produksi 1 juta ton kedelai di atas lahan seluas 650 ribu hektare. (viva.co.id, 22/02/2022)
Bantuan yang telah dilakukan pemerintah saat ini, berupa bantuan lahan seluas 52 ribu hektare kepada petani untuk ditanami kedelai. Sementara 598 ribu hektare sisanya akan dibiayai melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk melaksanakan target produksi 1 juta ton di atas lahan 650 ribu hektare. Hal ini perlu dievaluasi pembiayaan dana KUR untuk tidak memakai pendanaan riba agar hasil berkah. Selain itu, perlu adanya mindset bahwasanya diperlukan ketahanan pangan terutama di sektor ini. Agar persoalan serupa tidak kembali terulang.
Selanjutnya ketergantungan 90% kedelai impor harus diminimalisir. Penerapan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti seharusnya mendapat support pemerintah selain dana yang ada untuk penanganan Covid. Di sektor hilir, pemahaman kepada masyarakat akan pilihan masyarakat untuk memakan produk dari kedelai lokal baik dari aspek nutrisi maupun non-GMO perlu ditingkatkan. Dalam Islam, penanganan persoalan ini akan berada di bawah Departemen Kemaslahatan Umat yang akan diselesaikan langsung oleh pakarnya.
Wallahu a’lam.
[ah/LM]