Fenomena Ketidakadilan, Haruskah Menunggu Pengadilan Akhirat?
Oleh: Anita Nur Oktavianty, S.Si.
(Pemerhati Sosial)
Lensamedianews.com– Tagar PercumaLaporPolisi marak di media sosial khususnya twitter di bulan oktober kemarin seiring dengan viralnya kasus dugaan pemerkosaan yang dilakukan seorang ayah kepada tiga orang putrinya di Luwu Timur. Kasus tersebut tiba-tiba dihentikan prosesnya oleh pihak berwajib sehingga mengundang kekesalan masyarakat. Satu per satu akhirnya menceritakan pengalamannya terkait kinerja kepolisian yang dianggap buruk. Disaat masyarakat memberikan laporan namun tidak ditindaklanjuti dengan berbagai alasan.
Saat keadilan justru tidak adil, itulah kiranya yang dirasakan masyarakat merespon berbagai kasus kriminal di negeri ini. Di saat korban yang melaporkan tindak kriminal yang dialaminya justru berbuntut penjara.
Adalah seorang pedagang di Medan berinisial LG yang diduga dianiaya oleh dua orang preman di pasar, September 2021 kemarin. BS yang diduga sebagai pelaku penganiayaan justru melaporankan balik LG karena adanya bekas pukulan dan cakaran yang dilakukan korban terhadapnya. Akhirnya, polisi menetapkan LG dan BS sebagai tersangka. Pada bulan yang sama, terjdi kasus yang serupa di Jawa Tengah. Kasmito yang disapa Mbah Minto (74) justru di tahan karena dilaporkan balik oleh tersangka pencuri. Pencuri tersebut melaporkan bahwa dia telah dianiaya oleh Mbah Minto.
Bulan November publik dikejutkan dengan tuntutan tahanan selama 1 tahun pada seorang istri akibat memarahi suaminya yang mabuk. Dan yang terbaru kasus selebgram RV yang didakwa melarikan diri saat karantina, namun dinyatakan bebas tahanan karena terdakwa yang bersikap sopan selama persidangan.
Ketidakadilan hukum yang dipertontonkan di negeri ini adalah bukti kuat lemahnya hukum buatan manusia. Masyarakat kecil harus menelan pil pahit ketika kasusnya berhadapan dengan pemilik harta dan kekuasaan. Belum lagi kasus penangkapan ulama maupun terduga teroris yang sering menyasar kaum muslimin. Meski baru sebatas dugaan, penangkapan tetap dilakukan. Aparat yang mengantongi wewenang seringkali bertindak lancang. Bahkan di hadapan ulama dan habib yang pembawaanya tenang.
Sekulerisme Biang Ketidakadilan
Tidak dipungkiri bahwa hukum di negeri ini adalah warisan penjajah Belanda yang dibangun di atas landasan pemahaman sekulerisme (memisahkan agama dari kehidupan). Hal tersebut disadari sendiri oleh pemegang kebijakan di negeri ini.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang merupakan warisan kolonial Belanda telah banyak menyimpang dari asas hukum pidana umum. (Kompas.com,14/6/2021)
Dengan demikian, bukan hal yang aneh jika hukum-hukum buatan manusia terus mengalami revisi (tambal sulam). Belum lagi karena berpijak pada asas sekuler, maka pandangan mengenai baik dan buruk, benar dan salah berpijak pada akal manusia yang sifatnya terbatas. Tujuannya adalah meraih keuntungan dengan berbagai cara meski harus membuat hukum yang memberi kemudaratan bagi umat manusia. Alih-alih menyelesaikan masalah, yang ada malah menimbulkan masalah baru. Sehingga tidak heran jika ketidak adilan akan terus bersemayam.
Islam Menempatkan Allah Sebagai Pembuat Hukum
“Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah: 50)
Islam menempatkan ketaatan hanya kepada Allah sebagai Zat yang Maha Mengatur. Hukum-hukumNya tertuang dalam al Qur’an dan hadis Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Pun bagi pemegang kebijakan, tugas mereka adalah menjalankan kepemimpinannya dengan berpijak pada hukum-hukum Allah tersebut. Setiap penyimpangan dari perintah-Nya dan pelaksanaan larangan-Nya dikategorikan sebagai pelanggaran hukum yang akan dijatuhi sanksi tegas tanpa memandang status. Halal dan haram menjadi pijakan dalam melakukan perbuatan bukan berlandaskan akal manusia yang lemah dan terbatas.
Alhasil keadilan Islam sangat tersohor selama berabada-abad bahkan diakui oleh kalangan non muslim. Adalah seorang sejarawan dari Barat Will Durrent yang bertutur dengan jujur. “Para Khalifah telah memberikan keamanan kepada manusia hingga batas yang luar biasa besarnya bagi kehidupan dan usaha keras mereka. Para Khalifah telah mempersiapkan berbagai kesempatan bagi siapa pun yang memerlukannya dan meratakan kesejahteraan selama berabad-abad dalam luasan wilayah yang belum pernah tercatatkan lagi. Fenomena seperti itu setelah masa mereka.” (The Story of Civilization).
Dalam Islam, status warga muslim dan non muslim yang hidup dalam naungan khilafah Islam adalah sama. Tidak ada diskriminasi baik dari sisi perlindungan terhadap nyawa, harta dan agama sekalipun.
Rasulullah bersabda: “Barang siapa membunuh seorang mu’ahid (kafir yang mendapatkan jaminan keamanan) tanpa alasan yang haq, maka ia tidak akan mencium wangi surga, bahkan dari jarak empat puluh tahun perjalanan sekali pun.” (HR Ahmad).
Jadi, tidak perlu menunggu pengadilan akhirat untuk mendapatkan keadilan. Cukup dengan menerapkan sistem Islam secara kafah (menyeluruh). Mari bersama memperjuangkannya. (RA/LM)