Membuka Diri pada Barat, Umat Harus Paham Bahaya Liberalisme
Oleh: Rosmiati
Lensa Media News – Pada tahun 2021, sama halnya dengan tahun-tahun sebelumnya, umat Islam sedunia mengalami banyak peristiwa yang cukup menghentakkan dada. Namun, dari sekian banyak itu tampaknya ada satu peristiwa yang sukar dilupakan oleh kaum muslimin, yakni terang-terangannya Arab Saudi, kota yang selama ini menjadi kiblat umat Islam sedunia, dalam menerima budaya barat.
Ya, sebagaimana dilansir dari CNCB Indonesia (06/12/2021), di Arab kini telah dibuka pantai bikini yang membolehkan pengunjungnya bercampur baur dan mengumbar aurat. Selain itu, Arab Saudi juga akan menggelar festival film terbesar. Siapa sangka, industri film yang selama ini bergerak di bawah tanah di Bumi Haramain, akan terang-terangan menunjukan eksistensinya.
Dikabarkan bahwa selama 10 hari ke depan, karpet merah dari Festival Film Internasional Laut Merah (Red Sea International Film Festival) akan membentang di Jeddah. Sejumlah aktor dan sutradara akan berpose di sana.
Tak hanya itu, restoran yang dahulu menyiapkan dua pintu masuk untuk laki-laki dan perempuan kini telah ditiadakan. Restoran hanya menyiapkan satu pintu saja. Dimana semua pengunjung tanpa melihat gender masuk lewat sana.
Arab Saudi Telah Liberal?
Sungguh ini perubahan yang amat besar bagi dunia Arab yang selama ini dinilai menjunjung tinggi penerapan syariat. Arab Saudi tak lagi se-eksklusif dahulu. Budaya barat terang-terangan diterima di sana. Mohammad bin Salman selaku pemimpin Arab Saudi, telah membawa negeri yang diberkahi oleh para Nabi ini menerima nilai-nilai Barat. Tak ayal, bila perubahan wajah dunia arab ini cukup menghentakkan penduduk dunia utamanya umat Islam yang selama ini kerap menjadikan Arab Saudi role model penerapan syariat.
Namun, terlepas dari semua itu, cepat atau lambat kita juga harus menyadari bahwa Arab Saudi adalah satu dari sekian banyak negeri muslim di dunia yang hidup di bawah payung sekularisme. Yang mana cepat atau lambat, ia akan meng-kaffah-kan penerapan sistem itu di negerinya.
Ditambah lagi, Arab Saudi di masa pandemi mengalami penurunan pendapatan baik dari haji maupun produksi minyak bumi. Maka tak heran, bila Arab Saudi kini mulai melirik hiburan dan pariwisata yang cukup menjanjikan di era ini. Dimana pencapaian keduanya juga telah dibuktikan oleh negara tetangganya seperti Abu Dhabi, Ajman, Dubai, Fujairah, Ras al-Khaimah, Sharjah, dan Umm al-Qaiwain. Dimana mereka tak lagi menjadikan minyak sebagai tumpuan pendapatan ekonomi utamanya (Kompasiana.com, 24/10/2021).
Di sisi lain, geliat Arab yang kini mulai membuka diri terhadap Barat ini juga mendapat sambutan luar biasa dari para pengusung kebebasan. Bagi mereka ini adalah simbol kemajuan besar menuju Arab modern. Benarkah demikian?
Jika kita hendak melihat, Barat memang maju dari segi ilmu pengetahuan dan teknologinya saat ini, dengan nilai serta prinsip yang diusungnya. Hanya saja, bila kita melihat pada aspek yang lain, yakni pada kondisi kualitas manusianya, banyak yang di ujung jalan. Generasi di Barat banyak terjebak dalam pusaran pergaulan bebas. Tak sedikit dari mereka yang mengakhiri hidupnya dengan tragis karena tak kuat menghadapi kenyataan hidup. Sungguh ini potret rapuhnya pertahanan jiwa masyarakat di sana.
Lantas masihkan kita menganggap ini sebuah kemajuan? Tentu tidak. Kemajuan dalam Islam yakni ketika kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mampu menjadikan manusia lebih dekat kepada sang Penciptanya, bukan sebaliknya.
Bahaya Laten Liberalisme
Paham liberal lahir dari sistem kapitalisme yang dilandasi oleh prinsip pemisahan agama dari kehidupan (sekuler). Paham liberal mendorong setiap individu untuk berbuat mengikuti hawa nafsu. Tanpa harus mempertimbangkan aturan atau rambu-rambu agama. Mereka berbuat mengikuti kehendak jiwa.Dan ini berbahaya bagi umat Islam. Kenapa?
Sesungguhnya, Islam tak mengenal konsep pemisahan agama dari kehidupan. Di dalam Islam agama harus diterapkan dalam kehidupan secara menyeluruh. Itulah sebabnya, syariat ini mengatur seluruh aspek kehidupan baik dari bangun tidur hingga tidur lagi. Oleh karena itu, manusia tak bisa berbuat sesuka hati. Di sana ada rambu-rambu yang harus diikutinya. Dan ini bukan sebuah pengekangan melainkan wujud cinta Sang Pencipta kepada hamba-Nya agar mereka dapat meraih kemuliaan hidup di dunia dan di akhirat.
Sayangnya, kaum liberal tak paham ini. Mereka justru menilai semua ini adalah sebuah pengekangan. Tetapi bagaimana mungkin ini pengekangan, sementara datang dari Zat yang telah mengadakan kita ke dunia. Bukankah Dia yang paling tahu tentang kita?
Paham liberal hanya akan menjauhkan umat ini dari kebenaran Islam dan gerbang kebangkitan mereka. Maka walau jantung umat ini telah nyata ter-liberalisasi, umat Islam tentu harus cakap menilai bahwa itu bukan simbol kemajuan. Melainkan halangan menuju geliat kebangkitan.
Wallahu a’lam.
[ah/LM]