Membingkai Mitigasi Bencana Dengan Konsep Religi
Oleh: Riri Rikeu
Bencana gunung Semeru menyisakan kepiluan dari warganya. Mereka mengakui belum mendapatkan peringatan dini akan bahaya yang akan terjadi (cnnindonesia.com, 11/12/2021). Disisi lain, disampaikan bahwa menurut Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Andiani mengungkapkan pihaknya telah mengeluarkan peringatan dini potensi dan bahaya erupsi Gunung Semeru sejak 1 Desember 2021. Di hari itu kawah mengeluarkan guguran lava pijar.
Terlepas dari perdebatan tersebut, butuh diakui bahwa upaya untuk mengurangi risiko bencana di negeri ini masih minim. Padahal Indonesia termasuk kedalam negara rawan bencana. Potensi bencana banjir, longsor, gempa, kebakaran hutan sangat besar di negeri ini. Jadi, jika abai dalam mitigasi bencana maka dikhawatirkan korban jiwa banyak berjatuhan. Dari aspek bantuan, lebih sering dari masyarakat yang dikelola secara swadaya.
Dalam pandangan Islam, musibah adalah murni dari Allah seperti bencana gunung Semeru. Sehingga titik kritisnya adalah bagaimana penguasa meriayah secara optimal dalam menghadapi kemungkinan-kemungkinan bencana yang terjadi. Karena alam adalah ciptaan Allah tinggal manusianya yang diamanahi memanfaatkannya sesuai kehendak Allah swt.
Islam memiliki sistem mitigasi yang mumpuni dan menunjukkan tanggungjawab dalam meriayah rakyatnya sebelum bencana, ketika bencana dan pasca bencana. Sementara itu bantuan yang datang dari masyarakat dianggap sebagai amal shalih yang bisa dilakukan oleh siapa saja. Selain itu, rakyat dalam sistem Islam memiliki pengetahuan dalam menghadapi bencana karena didukung oleh sistem pendidikan Islam yang memberikan pengetahuan terkait kebencanaan.
Oleh karena itu, sistem Islam sajalah yang mampu menyelesaikan setiap permasalahan umat. Karena sistemnya ditopang oleh aqidah yang kuat dan menghasilkan keimanan yang produktif pada skala individu, masyarakat maupun negara. Semua pilar saling mendukung. Seorang muslim akan menerima bahwa bencana adalah ujian dari dari Allah; “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan begitu saja mengatakan, ‘Kami telah beriman,’ sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS Al-Ankabut [29: 2).
Disisi lain, bencana juga dijadikan bahan evaluasi bersama karena bisa saja bencana adalah bentuk teguran dan peringatan bagi kaum muslimin khususnya dan umat manusia pada umumnya. “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS Asy Syuraa: 30). Dari sisi masyarakat, kepedulian saling tolong menolong adalah karakter kehidupan seorang muslim. Hal ini kontras dengan sistem sekuler saat ini. Terakhir, dari aspek negara, sudut pandang negara sebagai perisai dan pelayan umat dalam mengurusi rakyatnya adalah cara pandang yang berbeda dengan sistem yang lain. Dengan tiga pilar tersebut diharapkan akan mendapatkan ridho Allah. Wallahu a’lam bish showab. [el/LM]