Utang Membengkak, Alarm Bahaya Bagi Fundamental Ekonomi
Oleh : Rayani umma Aqila
Lensa Media News – Keputusan pemerintah untuk menambah utang tentu menjadi kekhawatiran, sebab penambahan utang tentu saja tidak tanpa resiko yaitu bagaimana cara membayar utang beserta bunga yang menyertainya, seperti yang diberitakan oleh Tempo.co, (17/11/2021) Bank Indonesia (BI) mencatat posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia mencapai US$ 423,1 miliar, atau meningkat 3,7 persen secara tahunan (year-on-year/yoy), pada akhir kuartal III 2021. Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono menyampaikan posisi tersebut lebih tinggi dari pertumbuhan kuartal sebelumnya sebesar 2 persen (yoy). Menurutnya, perkembangan tersebut didorong oleh peningkatan ULN sektor publik senilai US$ 205,5 miliar, dan sektor swasta senilai US$ 208,5 miliar. Hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9% dari total ULN pemerintah. (katadata.co, 15/11)
Utang luar negeri yang menembus lebih dari 6000 Triliun mengindikasikan alarm bahaya bagi fundamental ekonomi berbasis utang, juga akan berpengaruh pada kedaulatan bangsa sebab lembaga donor mensyaratkan sejumlah kebijakan yang harus diambil debitur. Selain itu utang luar negeri adalah jebakan penjajahan gaya baru saat ini yaitu penjajahan ekonomi bagi negeri kaya sumber daya alam dan sumber daya manusia (SDA-SDM) dan jaminan paling meyakinkan dan menguntungkan yaitu aset besar berupa sumber daya alam. Seharusnya tidak boleh demikian. Negara tidak boleh mengambil utang dan membebani masyarakat dengan instrumen menarik pajak untuk membayar utang, manakala negara memiliki akses penuh untuk mengelola kekayaan sumber daya alam.
Sebab terbukti hanya membuat sengsara negeri yang memberikan warisan kepada anak negeri berupa utang yang entah kapan lunasnya. Juga sebab hanya membuat timbulnya masalah turunan akibat utang yaitu tidak optimalnya negara dalam mengurusi urusan rakyatnya. Pertanyaannya adalah apakah negeri ini bisa memenuhi kebutuhan APBN dengan hanya mengandalkan sumber pendapatan dari SDA ? Ternyata dari hasil pengelolaan SDA saja sebenarnya negeri ini bisa memenuhi kebutuhan dana untuk APBN bahkan surplus. Dari hasil penelitian KPK, potensi Penerimaan Negara bisa mencapai Rp15.000 Triliun/tahun terutama dari penerimaan royalti sektor energi.
Tiada harapan perbaikan kondisi ekonomi bila tetap dalam pemberlakuan ekonomi kapitalis sebab terjadi banyak penjualan aset negara. Penyerahan sumber daya alam dengan investasi dan penguasaan sumber daya alam oleh asing. Sebagai imbalan dari utang luar negeri yang menumpuk. Tumpukan utang ini pada akhirnya menjadi jebakan lembaga donor untuk menjajah negeri ini secara ekonomi. Sebab itu perlu dipikirkan bagaimana cara pengembalian utang negeri yang sudah ada dalam batas toleransi utang. Juga harus diupayakan bagaimana menyelamatkan aset negeri berupa sumber daya alam yang dikuasai lembaga donor akibat utang. Karenanya berharap pada perbaikan kondisi ekonomi namun bila tetap dalam pelaksanaannya adalah dengan ekonomi kapitalis yang menjadikan utang sebagai salah satu jalan utama untuk mendapatkan dana segar secara mudah, tentu akan menjadikan ekonomi negeri semakin terpuruk, dan sangat mustahil dilunasi. Sebab semua aset negara dan masyarakat sudah tergadai akibat utang.
Untuk itu di butuhkan sistem ekonomi yang mampu menyelesaikan utang luar negeri dengan baik dan tepat. Dengan penerapan sistem ekonomi Islam, negeri ini akan kembali mampu mengelola sumber daya alam sendiri, secara mandiri dan akan menjadi sumber pendapatan pertama dan utama negeri. Sehingga dengan demikian utang luar negeri dapat dilunasi dengan baik. Sehingga diwaktu yang sama negeri ini menjadi negeri yang mandiri dan diberkahi sebab menerapkan sistem ekonomi Islam dalam sistem Islam kaffah.
Solusi atas problem ini adalah pemerintahan yang mandiri secara politik dan pengelolaan sumber daya alam dengan aturan Islam. Cara melepaskan diri dari situasi ini adalah berhenti berutang dan melakukan revolusi sistem keuangan negara, lantas menjelaskan, makro ekonomi syariah menawarkan resep sistem keuangan baitul mal sebagai solusinya. Langkah ini diawali dengan menata ulang kepemilikan aset. Sumber daya alam dalam deposit melimpah dinyatakan sebagai milik umat. Dikelola negara secara mandiri untuk dinikmati masyarakat luas. Kepemilikan akan ditarik dari swasta asing dan domestik untuk ditata ulang.
Kebiasaan berutang karena tertipu tawaran investasi, akan dihentikan. Negara akan mulai menata optimalisasi kapasitas sumber daya manusia untuk memandirikan ekonomi. Termasuk mengubah mindset tentang hakikat aset yang riil yakni hutan, laut, tambang dan seterusnya. mengungkap bahwa itu semua pernah dipraktikkan dalam sistem ekonomi Negara dalam sistem Islam. Hasilnya adalah negara yang stabil perekonomiannya, produktif, tidak didikte negara lain. Bahkan menjadi terdepan ekonomi dunia. Tentu bukan hal yang mustahil dilakukan jika benar -benar Sistem Islam diterapkan.
Wallahu a’lam bisshawab.
[ra/LM]