Liberalisasi Sang Penjaga Dua Tanah Suci
Oleh: Ika Nur Wahyuni
Lensa Media News – Perayaan hari Halloween di Arab Saudi memicu kontroversi. Setelah sejumlah video yang diunggah ke media sosial memperlihatkan banyaknya warga Arab yang merayakannya. Menurut The National News hal ini tidak bisa disalahkan karena Arab Saudi saat ini sudah terbiasa mengadopsi festival pagan Halloween.
Berbagai pernak-perniknya seperti labu, lampu, dan dekorasi menyeramkan nampak bertebaran di sekitar mall dan rumah-rumah. Sebelumnya Halloween tidak pernah dirayakan secara terbuka di Arab Saudi. Sampai Putra Mahkota Mohammad Bin Salman (MBS) memberikan kebebasan dalam hal sosial budaya, ekonomi, dan tradisi agama. (Arrahmah.id, 1/11/2021)
Sebelumnya Arab Saudi adalah kiblat bagi negara-negara muslim dalam penerapan syariat Islam dalam bernegara meski pada prakteknya terjadi banyak penyimpangan. Berbagai kebijakan digulirkan dengan mengatasnamakan syariat Islam malah semakin mencitraburukkan Islam. Islam malah dipandang sebagai agama yang kaku, memenjarakan perempuan, anti kemajuan zaman dan sangat menyeramkan.
Namun, semenjak Putra Mahkota MBS mengeluarkan Visi 2030, Arab Saudi seolah berganti wajah. Bioskop dan diskotik mulai dihalalkan. Dunia hiburan semakin semarak dengan diselenggarakan Arab Season bahkan perayaan-perayaan di luar Islam bebas diperingati seperti Valentine, pergantian Tahun Baru Masehi maka tak heran ketika ada perayaan Halloween secara terbuka di Arab Saudi.
Para wanita Arab pun diberikan kebebasan tanpa batas. Tidak ada lagi pemisahan antara laki-laki dan wanita di ruang publik. Selain itu Arab Saudi semakin massif menyatakan perang terhadap radikalisme, ekstrimisme, dan terorisme. Intinya negara gurun pasir ini ingin meruntuhkan anggapan dunia sebagai negara yang populer dengan citra konservatif, penyokong ekstrimisme, dan terorisme.
Arab Saudi kini menjadi negara yang “normal“ dengan Islam moderatnya setelah puluhan tahun “tidak normal” karena paham keagamaan yang konservatif. Alasan lain adalah menghilangkan ketergantungan atas minyak demi menyelamatkan perekonomiannya. Maka dikeluarkanlah Visi 2030, suatu peta jalan panjang menuju Saudi yang lebih modern dan sejahtera. (Pewarta Nusantara, 2/4/2018)
Tampak bagi Saudi menjadi modern adalah sesuatu yang membanggakan. Seolah mereka sudah bisa keluar dari tradisi Islam konservatif yang selama ini membelenggu. Modern adalah ketika syariat Islam dicampakkan dan diganti dengan kebebasan tanpa batas. Sejahtera berarti menciptakan tata negara baru meski harus menabrak aturan Allah Azza Wa Jalla.
Arus liberalisasi yang terus dihembuskan Barat tak mampu dibendung bahkan oleh Arab Saudi, Sang penjaga dua kota suci. Sedikit demi sedikit ghirah keislaman yang pernah ditanamkan Rasulullah SAW terkikis. Negara ini kembali ke jaman jahiliyah dengan wajah dan gaya baru. Inilah kerusakan yang terjadi ketika syariat Allah dicampakkan.
Dan hal ini tidak hanya terjadi di Arab Saudi saja tetapi hampir di seluruh negeri Muslim. Selain pemikiran dan ideologi asing yang sesat lagi menyesatkan dijadikan landasan berpikir dan pengambilan hukum, kaum Muslimin pun terpecah-belah dan hidup di negeri-negeri kecil yang saling bertikai.. Ini mengakibatkan umat Islam berada dalam kemunduran dan keterpurukan selama berabad-abad sejak keruntuhan Daulah Khilafah, negara tempat bernaung kaum muslimin dari segala penjuru dunia.
Kini negeri-negeri muslim hanya bisa mengikuti propaganda Barat yang jelas-jelas tidak menginginkan Islam kembali bangkit dan berjaya. Kondisi ini sangat kontras dengan negara Islam pada zaman Nabi SAW, juga dengan kondisi pada masa Khulafaur Rasyidin, maupun para Khalifah setelahnya yang begitu disegani bahkan ditakuti oleh negara-negara besar yaitu Persia dan Romawi.
Saat itu Islam dijadikan sebagai agama sekaligus ideologi negara. Syariat Islam begitu diagungkan dan diaplikasikan dalam keseharian kaum muslimin menciptakan kedamaian. Menyebarkan risalah Islam melalui dakwah dan jihad adalah kebanggaan. Umat Islam bersatu dibawah panji Rasulullah SAW, keberkahan meliputi hampir dua pertiga dunia berabad lamanya, terbangun tata dunia baru yang tidak pernah ada sebelumnya.
Semua tercatat dalam tinta sejarah yang tak lekang waktu, terpatri dalam bangunan megah bukti kemajuan dan modernnya Islam saat itu mengalahkan negara-negara lain. Sudah waktunya umat Islam mengemban kembali syariat Islam dan bersatu membentuk tatanan dunia baru di bawah naungan Daulah Khilafah, mencampakkan pemikiran dan ideologi asing yang menyengsarakan, meninggalkan keterpurukan dan kehinaan menjadi umat yang mulia.
Wallahu’alam
[LM]