Ramadan Puasa, Maksiat Jalan Terus

Oleh : Aini Ummu Aflah
LenSaMediaNews.Com, Opini–Aktifitas di awal bulan Ramadan nampak mencerminkan kekhusukan dan penghayatan dalam beribadah puasa. Individu nampak berbondong-bondong melakukan amal terbaik seperti salat lima waktu yang dikerjakan di masjid atau musala, berlomba dalam memberikan sedekah berupa makanan atau uang.
Bahkan pemerintah sendiri mengeluarkan keputusan agar tempat-tempat seperti kelab malam, billyard, play station dan karouke dilarang buka pada saat siang hari. (viva.co, 27-2-2025).
Pemprov DKI Jakarta mewajibkan tutup sehari sebelum Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri di tempat-tempat seperti pijat, mandi uap dan diskotek. Sedangkan Hotel tetap diberlakukan kebolehan asal jauh dari pemukiman warga, tempat ibadah, sekolah dan rumah sakit (republika.co.id, 2-3-2025).
Apa yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah di bulan Ramadan adalah ibadah minimalis, kenapa demikian? karena aktifitas selama Ramadan hanya sekedar seremonial semata. Ibadah tetep jalan tapi maksiat juga tetap dibolehkan. Kehidupan masyarakat seperti inilah yang disebut sekular. Napas kehidupan, tujuan hidup yang diagungkan materialisme dan gaya hidup mereka pun sekular.
Inilah kenyataan yang ada di tengah umat islam. Mereka muslim tapi maksiat. Tidak ada bedanya ada di bulan Ramadan ataukah tidak. Yang membedakan Ramadan dengan bulan lainnya adalah berbondong-bondong umat tarawih dan di sore hari berburu takjil. Apakah itu namanya muslim?
Padahal makna muslim adalah orang yang mengaku beragama Islam. Sedangkan orang Islam harus taat terhadap aturan Islam. Hari ini kaum muslim sekuler, karena mereka diikat oleh aturan selain Islam yakni Kapitalisme sekulerisme. Maka wajar jika selama bulan Ramadan maksiat jalan terus.
Allah swt berfirman yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan bagi kalian berpuasa sebagaimana orang-orang sebelum kamu agar kalian bertakwa” (TQS al-Baqarah:183).
Dalam ayat tersebut dijelaskan secara jelas dan gamblang bahwa tujuan berpuasa adalah menjadikan tiap pribadi muslim taat kepada Allah atas apa yang diperintahkan dan atas apa yang dilarang-Nya. Maka dalam Islam tidak ada bedanya bulan Ramadan atau diluar Ramadan, yang ada bahwa setiap muslim wajib terikat dengan perintah Allah.
Penutupan diskotek, kelap malam, pijat remang-remang, tempat perjudian atau semisalnya seharusnya tidak hanya di bulan Ramadan saja karena sejatinya aktifitas demikian memang dilarang oleh Allah. Sedangkan warung-warung makanan seharusnya tidak diberi ijin untuk buka meski dengan tirai penutup karena akan mengganggu orang-orang yang berpuasa.
Islam juga memiliki sanksi tegas bagi siapa saja yang berani melanggar perintah Allah. Khalifah akan memberikan sanksi tegas bagi mereka yang sengaja tidak berpuasa. Gambaran umat Islam yang terikat pada aturan islam bisa dilihat di masa Rasul maupun para sahabat.
Kaum muslimin akan menyambut bulan Ramadan sebagai bulan mulia yang agung. Mereka berlomba-lomba dalam menampakkan amal kebaikan agar mereka diberi gelar oleh Allah sebagai orang yang bertakwa dan diberikan balasan berupa surga.
MasyaaAllah kehidupan seperti ini nampak jelas karena individu-individu dalam negara Islam tersuasanakan dengan baik, pemikiran Islam karena senantiasa terikat dengan aturan Islam dan negara memberikan aturan Islam yang jelas berasal dari Allah dan sanksi sebagai penjaga individu-individu yang melanggar aturan.
Jika hari ini umat Islam mendambakan kehidupan Islam seperti masa Rasul dan sahabat maka haruslah mereka tinggalkan sistem kufur yang menjerat negeri ini. Umat Islam harus kembali pada Islam agar menjadi muslim sejati bukan muslim sekuler yakni muslim tapi maksiat jalan terus. Wallahu alam bishshowab. [LM/ry].