Efisiensi Anggaran, Kepentingan Rakyat atau Beban Baru?

- Oleh : Nettyhera
Lensa Media News – Beberapa waktu terakhir, kebijakan efisiensi anggaran pemerintah menuai banyak perbincangan. Pemangkasan anggaran sebesar Rp750 triliun dilakukan dengan tujuan membiayai Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan investasi di Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara.
Namun, kebijakan ini justru menimbulkan keresahan di berbagai sektor. Banyak kementerian dan lembaga mengalami pemotongan anggaran besar-besaran, yang berdampak langsung pada layanan publik dan kesejahteraan masyarakat.
Pemangkasan Anggaran, Layanan Publik Terbengkalai
Salah satu dampak nyata dari efisiensi anggaran ini adalah banyaknya pegawai honorer yang kehilangan pekerjaan. Contohnya tenaga kebersihan kota yang dirumahkan, menyebabkan sampah menumpuk di beberapa daerah. Selain itu, lembaga penyiaran publik seperti RRI dan TVRI juga terpaksa merumahkan pegawainya.
Di sektor pendidikan, pemotongan anggaran Kartu Indonesia Pintar (KIP) dari Rp14,69 triliun menjadi Rp1,31 triliun berpotensi membuat banyak siswa dari keluarga kurang mampu kesulitan melanjutkan pendidikan. Belum lagi kenaikan biaya kuliah akibat pemotongan dana di perguruan tinggi.
Sementara itu, di sektor riset, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) harus menghapus anggaran penelitian di 12 organisasi riset. Padahal, riset dan inovasi adalah kunci kemajuan suatu bangsa.
Tak hanya itu, anggaran Kementerian Pekerjaan Umum yang sebelumnya Rp110,95 triliun kini dipangkas menjadi Rp29,57 triliun. Pemangkasan ini dapat berdampak pada terhambatnya proyek infrastruktur vital, termasuk perbaikan jalan dan jembatan yang dibutuhkan masyarakat.
Makan Gratis, Tapi Ekonomi Masyarakat Terancam
Program MBG memang bertujuan mulia, yakni mengurangi angka kekurangan gizi dan membantu keluarga kurang mampu. Namun, jika kebijakan ini dijalankan dengan mengorbankan sektor penting lainnya, apakah benar-benar menguntungkan rakyat?
Fenomena ini mulai terlihat di beberapa daerah. Kasus keracunan massal akibat makanan yang didistribusikan menunjukkan masih lemahnya pengawasan kualitas makanan. Banyak UMKM penyedia makanan yang mengeluh karena pembayaran mereka belum cair tepat waktu. Bahkan, di Sumenep, program ini mendadak dihentikan tanpa alasan yang jelas.
Di satu sisi, anak-anak mendapatkan makanan gratis. Namun, di sisi lain, banyak orang tua mereka yang kehilangan pekerjaan akibat efisiensi anggaran.
Negara Seharusnya Mengelola Anggaran dengan Bijak
Dalam sistem Islam, pengelolaan keuangan negara didasarkan pada kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Negara tidak boleh hanya berfokus pada satu program sementara sektor lain dibiarkan terpuruk. Pendidikan, kesehatan, dan lapangan kerja adalah hak dasar rakyat yang harus dijamin oleh negara.
Seharusnya, anggaran tidak hanya bergantung pada pajak atau utang, tetapi juga dari pengelolaan sumber daya alam yang optimal untuk kepentingan rakyat. Dengan pengelolaan yang lebih bijak, pemerintah tidak perlu mengorbankan layanan publik demi menjalankan satu program.
Efisiensi anggaran memang diperlukan, tetapi harus dilakukan dengan perhitungan matang, bukan sekadar kebijakan jangka pendek yang justru menimbulkan masalah baru. Jangan sampai demi makan gratis, rakyat justru kehilangan hak-hak lainnya yang lebih fundamental.
[LM/nr]