Pemangkasan Anggaran dan Implikasinya

Pangkas_20250219_174803_0000

Oleh: Ummu Aulia 

MIMم_Muslimah Indramayu Menulis

 

LenSaMediaNews.com__Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) 1/2025 tentang Efisiensi Belanja Negara dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025. Kebijakan ini mengharuskan kementerian, lembaga, serta pemerintah daerah untuk meninjau kembali anggaran mereka dengan tujuan meningkatkan efisiensi belanja.

 

Dilansir dari Detik.com (12-2-2025), Sebanyak Rp306,69 triliun dari total belanja negara Rp3.621,3 triliun, mengalami pemangkasan. Dengan fokus pada pos-pos yang dianggap kurang produktif seperti alat tulis kantor, perjalanan dinas, jasa konsultan, dan kegiatan seremonial. Pemerintah menegaskan bahwa kebijakan ini bertujuan memperbaiki kualitas belanja, bukan akibat menurunnya penerimaan pajak.

 

Namun, pemangkasan anggaran ini menuai kritik tajam. Dinyatakan bahwa kebijakan ini justru menegaskan adanya pemborosan dan penyalahgunaan anggaran yang telah berlangsung lama. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat bahwa pada tahun 2022, terdapat 303 kasus korupsi terkait penyalahgunaan anggaran dengan kerugian negara mencapai Rp17,8 triliun.

 

Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa tanpa reformasi tata kelola keuangan yang lebih transparan dan akuntabel, pemangkasan anggaran hanya menjadi solusi sementara yang tidak menyentuh akar masalah.

 

Selain itu, sistem ekonomi yang diterapkan saat ini, yaitu kapitalisme, juga dikritik karena dianggap lebih menguntungkan pejabat dan oligarki daripada rakyat. Sebagai contoh, proyek strategis nasional (PSN) telah menyedot anggaran Rp1.040 triliun dari tahun 2016 hingga 2022, tetapi tidak memberikan dampak signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat.

 

Bahkan, proyek ini justru menimbulkan 106 konflik agraria yang berdampak pada lebih dari satu juta warga. Hal ini memperlihatkan bahwa tanpa perubahan sistem ekonomi yang fundamental, efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah tetap tidak akan menguntungkan rakyat secara langsung.

 

Selain itu, sistem perpajakan yang menjadi tumpuan utama pendapatan negara juga dikritik karena dinilai semakin membebani rakyat. Di sisi lain, sumber daya alam yang seharusnya dikelola negara untuk kesejahteraan masyarakat justru lebih banyak diberikan kepada pihak swasta.

 

Model seperti ini menyebabkan ketimpangan ekonomi yang semakin tajam dan meningkatkan ketergantungan negara pada pajak serta utang luar negeri. Pada tahun 2023, pemerintah bahkan harus mengalokasikan Rp1.064,19 triliun hanya untuk pembayaran pokok dan bunga utang, yang setara dengan 34,1% dari total APBN.

 

Dengan demikian dibutuhkan solusi alternatif, yaitu penerapan sistem ekonomi Islam. Dalam sistem ini, negara bertindak sebagai pengelola utama anggaran dengan mekanisme keuangan berbasis syariat Islam melalui lembaga Baitul Mal.

 

Pendapatan negara tidak bergantung pada pajak dan utang, melainkan berasal dari sumber-sumber seperti fa’i, kharaj, zakat, dan kepemilikan umum. Negara juga bertanggung jawab penuh atas pengelolaan sumber daya alam, yang hasilnya harus digunakan untuk kesejahteraan rakyat, termasuk dalam pembiayaan pendidikan, kesehatan, dan pembangunan infrastruktur.

 

Dalam sistem Islam, pemimpin negara dianggap sebagai pelayan (raa’in) bagi rakyat dan bertanggung jawab penuh atas kesejahteraan mereka. Prinsip ini didasarkan pada hadis Rasulullah saw. yang menyatakan bahwa seorang pemimpin adalah pemelihara rakyatnya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.

 

Dalam praktiknya, sistem ini memastikan bahwa setiap kebijakan anggaran benar-benar berorientasi pada kemaslahatan rakyat, bukan sekadar untuk memenuhi target fiskal atau kepentingan politik jangka pendek.

 

Kesimpulannya, pemangkasan anggaran yang dilakukan pemerintah saat ini masih belum menyentuh akar persoalan utama, yaitu tata kelola keuangan negara yang cenderung koruptif dan sistem ekonomi kapitalisme yang mengutamakan kepentingan elit.

 

Oleh karena itu, solusi yang lebih mendasar diperlukan, yakni perubahan sistem ekonomi secara keseluruhan menuju sistem Islam yang menempatkan kesejahteraan rakyat sebagai prioritas utama dalam pengelolaan anggaran negara.

Wallahualam bissawab. [LM/Ss] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis