Sistem Islam : Benteng Kokoh Menghentikan Parisida

Oleh : Nurjannah Sitanggang
LenSa MediaNews.Com–Saat ini, Indonesia ramai dengan berita pembunuhan yang terjadi di lingkungan terdekat, yaitu keluarga. Peristiwa ini menjadi perhatian publik karena antara anggota keluarga yang seharusnya saling menyayangi dan melindungi malah justru menjadi orang yang membahayakan bagi anggota keluarga. Kasus yang demikian diistilahkan parisida berasal dari bahasa Latin, parricide yang berarti membunuh orang dekat. Riset menunjukkan parisida berada di rentang 1,7- 4 % dari keseluruhan kasus di dunia (Muslimah news.net, 2-2-2025).
Fakta menunjukkan kejahatan yang terjadi di lingkungan keluarga sudah sampai pada level mengkhawatirkan. Ada anak yang tega membunuh orang tua dan ada orang tua yang juga tega terhadap anak ataupun cucunya. Rasa amanpun menjadi barang mahal dan sulit didapat meski di lingkungan keluarga.
Mandulnya peran keluarga sebagai benteng pertama tidak lain disebabkan oleh jauhnya mereka dari akidah Islam dan kehidupan materialistis. Hal ini juga dituntut oleh kebutuhan hidup yang serba mahal. Anggota keluarga pun tidak lepas dari tekanan mental dan gempuran emosi. Tidak jarang hanya perkara sepele dan remeh jiwa menjadi taruhannya.
Masyarakat yang seharusnya menjadi pengontrol individu dengan budaya saling mengingatkan dan saling menasehati pun kini sudah sirna. Justru yang ada masyarakat yang tidak mau tahu, cuek dan indidualis. Dalam masyarakat seperti ini kejahatan pun sulit untuk dihentikan.
Terakhir absennya negara dalam mewujudkan pendidikan yang memperkokoh akidah dan memahamkan halal dan haram menjadikan orang-orang yang dibesarkan oleh sistem pendidikan hari ini tidak memahami hakikat kehidupan.
Ini semua tidak lain karena kehidupan masyarakat saat ini memang jauh dari Islam alias sekuler. Dalam kitabnya Nidzamul Islam, Imam Taqiyuddin an-Nabhani menyampaikan bahwa Ideologi Kapitalisme bertentangan dengan fitrah manusia karena dia adalah ideologi yang bersifat negatif sebab memisahkan agama dari kehidupan, menjauhkan agama dari kehidupan dan menjadikan agama sebagai masalah pribadi.
Saat Ideologi Kapitalisme memisahkan agama dari kehidupan, itu berarti agama apapun yang dianut seseorang tidak masalah, yang penting agama tidak digunakan dalam kehidupan. Tentu ini adalah logika yang salah. Sebab jika agama tidak digunakan dalam mengatur kehidupan berarti kehidupan akan diatur oleh aturan buatan manusia. Padahal, pemikiran manusia tentang aturan yang baik jelas terbatas serta rentan konflik kepentingan.
Disinilah pentingnya Ideologi Islam sebagai tameng yang kokoh untuk menghentikan parisida. Sebab aturan Islam sebagai agama yang sempurna memastikan bahwa tidak ada aturan terbaik setelah Islam. Ini sebagaimana yang Allah firmankan yang artinya, ” Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?” (TQS al-Maidah: 50).
Dalam Islam negara wajib menerapkan aturan Islam dalam kehidupan bernegara baik dalam mengatur ekonomi, pendidikan, hukum, dan lain-lain. Melalui sistem pendidikan dan media negara harus membina akidah warganya dan mengokohkan pemahaman bahwa ketaatan kepada Allah adalah kebahagiaan hakiki baik di dunia maupun akhirat.
Islam juga memerintah setiap anggota masyarakat untuk saling saling menasehati dan saling mengingatkan dalam ketaatan. Ini sebagaimana perkataan Rasulullah Saw.,”Barangsiapa diantara kalian melihat kemungkaran, maka hendaknya ia menghilangkannya dengan tangannya. Jika Dia tidak mampu, maka dengan lisannya. Orang yang tidak mampu dengan lisannya, maka dengan hatinya. Dan dengan hati ini adalah lemah-lemahnya iman“. (HR. muslim). Dalam pandangan Islam menghentikan kemungkaran menjadi kewajiban setiap individu.
Islam memerintahkan setiap musim untuk menjaga diri dan keluarga dari api neraka. Sebagaimana Firman Allah yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu“. (TQS at-Tahrim:6).
Dalam tafsirnya Ibnu Katsir menjelaskan maksud ayat ini adalah didiklah mereka dan ajarilah mereka. Islam memang mewajibkan orang tua untuk benar-benar mendidik anak dengan baik hingga terwujud anak-anak penyejuk mata dan penyejuk jiwa (Qurrota a’yun).
Sejarah Islam menggambarkan betapa mulianya akhlak anak terhadap orang tua. Saat Sa’ad Bin Abi Waqqas masuk Islam, ibunya mengancam dengan berbagai ancaman supaya Sa’ad kembali musyrik. Akan tetapi Sa’ad tetap berbakti dan merawat ibunya dengan baik. Tidak ada sedikitpun balasan kasar kepada ibunya.
Demikian pula kisah Uwais al-Qarni, seorang tabiin yang begitu besar baktinya kepada ibunya hingga Rasulullah menyampaikan doanya Uwais mustajab karena besarnya bakti kepada Ibunya.
Ini semua menunjukkan bahwa akidah Islam dan negara yang menerapkan sistem Islam mampu mewujudkan keluarga yang saling melindungi. Ini menjadi kunci terwujudnya individu yang solih dan penyelamatan bagi keluarga tidak hanya di dunia bahkan di akhirat.Wallahua’lam. [LM/ry].