Pagar Laut dan Kepentingan Oligarki

Oleh: Julee
Lensamedianews.com, Opini – Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid mengungkapkan bahwa penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) pagar laut di kawasan pesisir pantai utara (pantura), Kabupaten Tangerang, Banten, berstatus cacat prosedur dan material.
“Dari hasil peninjauan dan pemeriksaan terhadap batas di luar garis pantai, itu tidak boleh menjadi privat properti, maka itu ini tidak bisa disertifikasi, dan kami memandang sertifikat tersebut yang di luar (garis pantai) adalah cacat prosedur dan cacat material,” ungkap Nusron dalam konferensi pers di Tangerang, Rabu (22/1), dikutip dari Antara.
Polemik pagar laut yang terjadi menjadikan masyarakat di kawasan tersebut merasa dirugikan karena tidak bisa bebas mengakses wilayah yang sudah dipagar, yang pengelolaannya diserahkan kepada pemilik SHGB dan SHM.
Hal ini terjadi disebabkan oleh hukum yang diterapkan oleh negara yaitu sistem kapitalisme. Dimana negara tidak memiliki kedaulatan mengurus kepentingan umat. Sistem kapitalisme mengutamakan asas kepentingan, sehingga bisa memanipulasi aturan dengan mudah. Akibatnya, kedaulatan tergadaikan karena prinsip kebebasan dalam sistem kapitalisme.
Negara yang mengadopsi sistem kapitalisme dikendalikan oleh arahan para kapital, bahkan menjadi instrumen kepentingan kapital. Sehingga mengakibatkan negara tidak memiliki kuasa untuk menindak para kapital yang justru menyengsarakan rakyat.
Seharusnya pemanfaatan laut tidak diberikan kepada individu atau swasta karena laut merupakan kepemilikan publik sehingga negara tidak berhak memprivatisasikannya.
Islam memiliki serangkaian aturan dan mekanisme dalam pengelolaan harta milik umum. Definisi kepemilikan umum menurut Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani adalah izin dari Asy-Syari’ bagi sekelompok masyarakat dalam melakukan pemanfaatan dan pengelolaan benda atau barang dengan cara bersama-sama.
Ada tiga Jenis kepemilikan umum. Pertama, sarana-saran umum yang diperlukan seluruh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari seperti air, padang pasir dan api. Rasulullah saw. bersabda, “kaum muslim berserikat dalam air, padang rumput, dan api.” (HR. Ibnu Majah, Abu Dawud, dan Ahmad).
Kedua, barang tambang atau sumber daya alam yang jumlahnya tak terbatas seperti tambang minyak, batu bara, berbagai mineral dan sebagainya.
Ketiga, harta-harta yang asalnya terlarang bagi individu untuk memilikinya seperti laut, jalan, objek-objek yang diwakafkan untuk umum dan objek lain yang diperuntukkan untuk umum baik karena akad atau karena kesepakatan.
Dalam Negara Islam (Khilafah) memiliki kedaulatan penuh untuk mengurus urusan rakyat serta menerapkan syariat Islam secara kaffah. Sehingga Khilafah tidak akan tunduk pada kepentingan para kapital atau swasta karena pelanggaran terhadap hukum syarak merupakan sebuah kemaksiatan. Untuk itu, problem-problem yang terjadi hanya bisa diatasi oleh penerapan hukum syariat Islam secara kaffah. [LM/Ah]