Mengembalikan Peran Partai Politik sesuai Islam
Oleh: Nurjannah Sitanggang
LenSaMediaNews.com__Wakil Ketua Komisi II DPR Zulfikar Arse Sadikin menginginkan negara lebih banyak membantu dana kampanye pada pemilihan umum dan keuangan partai politik. Dia menyampaikan itu merupakan sebuah jalan menjadikan parpol sebagai organ publik, sehingga diharapkan tidak ada lagi parpol milik perseorangan atau identik dengan perusahaan swasta tertentu. Zulfikar mengatakan parpol dapat menjadi organ publik jika pembiayaannya berasal dari negara. Hal ini juga dimaksudkan untuk menekan angka korupsi para peserta pemilu.
Sebab, sesuai data KPK pada 2004 hingga 2023, sebanyak 161 bupati/wali kota, 24 gubernur, serta 344 anggota DPR/DPRD terjerat kasus korupsi. Hasil kajian yang disampaikan KPK juga menyebutkan, untuk menjadi bupati atau wali kota, dibutuhkan biaya sekitar Rp50-100 miliar. Biaya politik yang besar dikeluarkan para calon anggota legislatif untuk ikut pemilu (Tempo, 11-12-2024).
Apa yang kita saksikan hari ini, carut marut pemilu, biaya pemilu yang tinggi, dan buruknya integritas para pemimpin hasil pemilu terus menjadi polemik di tengah masyarakat. Sangat tampak bahwa partai politik saat ini hanya fokus pada kursi kekuasaan. Apapun dilakukan demi memenangkan kursi jabatan. Setelah jabatan di tangan, banyak di antara para politisi bukannya sibuk menjalankan amanah dengan baik dan benar, yang ada sebaliknya sibuk menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pdibadi dan kelompoknya, terutama mengembalikan modal pencalonannya.
Akhirnya banyak politisi dan pejabat yang terlibat kejahatan dan korupsi. Sungguh miris, ini menunjukkan kegagalan partai dalam kaderisasi anggotanya. Sebab partai hanya fokus untuk meraih kursi jabatan. Saat partai politik sibuk memperebutkan kursi kekuasaan dan absen dari tugas mulia membina umat, sebenarnya menjadi kekeliruan besar. Bahkan lebih parah lagi, kader partai politik justru banyak menjadi pelaku kejahatan, dan terlibat dalam penyalahgunaan wewenang. Ini jelas menjadi bahaya bagi umat.
Keberadaan partai politik atau organisasi dalam Islam ada dalam firman Allah SWT:
“Dan hendaklah di antara kalian ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar.Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (TQS. Ali ‘Imran: 104)
Ayat ini memerintahkan umat Islam untuk membentuk kelompok atau jamaah yang tugas utamanya adalah amar makruf dan nahi mungkar. Abu Ja’far Al-Baqir meriwayatkan bahwa yang dimaksud dengan kebajikan ini ialah mengikuti Al-Qur’an dan sunnah.
Ini sebagaimana hadis Rasulullah Saw: “Barang siapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran, hendaklah ia mencegahnya dengan tangannya; dan jika ia tidak mampu, maka dengan lisannya; dan jika masih tidak mampu juga, maka dengan hatinya, yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman.” (HR. Muslim)
Al-Qur’an mengajarkan pada kita bahwa peran partai adalah untuk amar makruf dan nahi mungkar. Apa yang dilakukan oleh Rasulullah saat di Makkah ketika mendakwahkan Islam, patut dijadikan teladan. Sebab keteladanan terhadap Rasulullah mencakup semua aspek kehidupan, termasuk dalam pembentukan kelompok politik dan kaderisasi.
Rasulullah membuat kelompok dan membina anggotanya dengan akidah Islam serta mengokohkan iman mereka. Selain itu Rasulullah dan para sahabatnya juga mendakwahkan Islam kepada para pemimpin Quraisy sebagai penguasa riil saat itu. Ini menunjukkan bahwa peran partai politik seharusnya adalah membina umat dan amar makruf nahi mungkar.
Partai politik harusnya mampu melahirkan kader politisi sejati, terdepan dalam amar makruf nahi munkar. Bukan kader yang justru menjilat dan setali tiga uang dengan penguasa dalam mengelabui rakyat, bukan pula partai yang menjadi alat legitimasi atas kebijakan penguasa.
Partai politik sekarang perlu mengubah haluan dengan fokus pada amar makruf nahi munkar dan pembinaan kader militan hingga terlahir para politisi amanah dan berkepribadian Islam. Rasulullah bersabda: “Pemimpin para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalib, dan orang yang melawan penguasa kejam, ia melarang dan memerintah, namun akhirnya ia mati terbunuh.” (HR Ath Thabarani)
Amar makruf kepada penguasa menjadi hal penting dalam Islam. Sebab kebijakan penguasa jika zalim maka yang menjadi korban tidak hanya satu atau dua orang. Umat akan menderita dan sengsara jika kebijakan dan aturan bermasalah ini dibiarkan. Di sinilah pentingnya peran partai politik sebagai pengoreksi kebijakan penguasa. Wallahualam bissawab. [LM/Ss]