Bencana Melanda, Saatnya Muhasabah Bersama

Musibah_20241218_205721_0000

Oleh: Eni Imami, S.Si, S.Pd

Pendidik dan Pegiat Literasi

 

LenSaMediaNews.com__Beberapa pekan terakhir ini banyak terjadi bencana, seperti banjir, tanah longsor, dan angin kencang. Ratusan rumah warga rusak dan korban jiwa pun berjatuhan. Hal ini sangat memprihatinkan, akhir tahun ditutup dengan terpaan berbagai bencana. Saatnya melakukan muhasabah bersama, berharap bencana tidak semakin parah.

 

Bencana Langganan

Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) selama sepekan terakhir ini, sebanyak 35 bencana melanda Indonesia. Jika ditotal selama periode 1 Januari hingga 9 Desember 2024, ada 1.919 bencana. Bencana banjir yang paling banyak, 963 kali kejadian. Dari bencana itu, sebanyak 466 jiwa meninggal dunia, 58 jiwa hilang, 1.134 jiwa luka-luka, dan lebih dari 5,5 juta jiwa terdampak dan mengungsi (Inews.id, 09-12-2024).

 

Banyaknya bencana alam yang melanda, patut membuat kita bermuhasabah. Pasalnya, penyebab bencana bukan sekadar faktor alam, seperti yang sering diberitakan. Karena cuaca, fenomena La Nina, meningkatnya suhu permukaan laut, perubahan pola angin, curah hujan yang tinggi dan lain sebagainya. Bahkan sering juga disampaikan bahwa bencana alam sudah menjadi suratan takdir yang harus diterima dengan sabar.

 

Memang benar, setiap peristiwa yang terjadi di bumi ini tidak lepas dari takdir Sang Pencipta, Allah SWT. Namun, persoalan bencana alam ini bukanlah perkara baru. Apalagi masalah banjir, nyaris setiap datang musim penghujan, banjir menjadi langganan. Tidak hanya di ibu kota, bahkan hampir merata di wilayah Indonesia.

 

Hujan merupakan rahmat, bukan menjadi laknat jika hutan sebagai serapan air tidak ditebangi, tanah resapan tidak dibetoni untuk hunia elit dan industrialisasi, aliran drainase tidak buntu karena tersumbat tumpukan sampah. Bencana yang berulang menegaskan lalai dan abainya penguasa mengurus rakyatnya. Bencana sering melanda tetapi mitigasi seadanya, lagi-lagi rakyat yang menjadi korbannya. Ini membuktikan bahwa solusi teknis sudah tidak mampu menanggulangi sehingga dibutuhkan solusi sistemis.

 

Muhasabah untuk Mencari Solusi

Dalam QS. Ar-Ruum: 41, Allah SWT menjelaskan tentang sebab mengapa terjadi bencana.

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ اَيْدِى النَّاسِ لِيُذِيْقَهُمْ بَعْضَ الَّذِيْ عَمِلُوْا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

 

Imam Jalaludin dalam tafsirnya menjelaskan lafal: بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ (karena perbuatan tangan manusia), dengan arti مِنَ الْمَعَاصِى, yang berarti “karena maksiat”. Artinya kerusakan di darat atau di laut terjadi akibat kemaksiatan manusia. Segala bentuk perbuatan merusak alam adalah kemaksiatan. Karena dengan merusak alam secara tidak langsung telah mengurangi keseimbangan alam, sehingga akan menyebabkan masalah pada hari ini dan masa yang akan datang.

 

Itu semua tersebab manusia telah melampauhi batas mengabaikan aturan Allah SWT dalam menjalani kehidupan. Manusia telah mengeksploitasi alam secara besar-besaran demi kepentingan pribadinya. Dengan alasan pembangunan dan industrialisasi sumberdaya alam dikeruk habis-habisan, hal ini karena kapitalisme dijadikan asas kehidupan. Selama asas ini masih bercokol, alam akan semakin rusak dan bencana terus melanda.

 

Saatnya kita kembali pada aturan Sang Maha Pencipta, Allah SWT. Dalam sistem Islam, fungsi kepemimpinan mengurusi urusan umat (raa’in) dan menjaga mereka (junnah). Dengan ini, penguasa wajib mengerahkan segala daya untuk menyejahterakan dan melindungi rakyat dari segala bahaya.

 

Dalam persoalan bencana, upaya pencegahan lebih diutamakan daripada penanggulangan. Dengan menetapkan kebijakan pembangunan yang ramah lingkungan berbasis Amdal. Selain itu, pembangunan bendungan, kanal dan tanggul sebagai upaya mencegah terjadinya banjir sangat diprioritasnya.

 

Masyarakat diberi edukasi pentingnya menjaga kebersihan lingkungan dan mencegah tindakan yang merusak alam. Bagi yang merusak lingkungan, sanksi dalam sistem Islam sangat tegas sehingga memberikan efek jera.

 

Jika bencana melanda, negara dalam sistem Islam menyiapkan mitigasi maksimal demi keselamatan rakyatnya. Dengan cepat melalukan evakuasi dan recovery pascaterjadi bencana. Sistem Islam telah mengalokasikan dana dari baitul mal untuk membiayai itu semua.

 

Oleh karena itu, sudah saatnya umat bersegera menerapkan syari’at Islam yang akan membawa rahmat bagi seluruh alam. Diawali dengan dakwah pemikiran untuk memahamkan umat akan urgensinya syariat Islam diterapkan menjadi sistem negara, yakni Khilafah ala minhajin Nubuwwah. Wallahu a’lam bishawab. [LM/Ss] 

Please follow and like us:

Tentang Penulis