Bencana Meluas, Saatnya Introspeksi Diri
Oleh Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
Lensamedianews.com__ Sejumlah wilayah porak-poranda diterjang bencana. Salah satunya Sukabumi yang diterjang banjir bandang pada 4 Desember 2024 (detiknews.com, 8-12-2024). Hujan yang mengguyur wilayah Sukabumi sejak Senin (2-12-2024) berdampak pada meluapnya sungai Cimandiri. Tidak tanggung-tanggung, banjir yang terjadi hingga setinggi 2 meter. Puluhan rumah terendam hingga harus dievakuasi ke tempat yang lebih aman.
Terkait bencana ini, wakil menteri Pekerjaan Umum, Diana Kusumastuti menyebutkan penyebab terjadinya banjir Sukabumi, adanya proses pendangkalan sungai (jawapos.com, 7-12-2024). Untuk mengupayakan normalisasi kedalaman, sebanyak 12 alat berat dikerahkan untuk pengerukan sungai.
Tidak hanya banjir, Sukabumi pun dikepung bencana longsor di Jalan Palabuhan Ratu dan pergerakan tanah. Penggundulan hutan disebut sebagai penyebab utama bencana ini terjadi. Hujan dengan intensitas tinggi tidak mampu dibendung karena hilangnya wilayah resapan air. Sementara pergerakan tanah disebut sebagai fenomena alam karena adanya pergerakan lempeng-lempeng bumi.
Sederetan bencana ini menjadikan Sukabumi terkategori darurat bencana selama sepekan ke depan (tirto.id, 5-12-2024).
Akibat Ulah Manusia
Penyebab bencana tidak hanya sekadar faktor alam dan siklus alamiah yang terjadi. Bencana selalu dipandang sebagai takdir yang tidak bisa diubah. Manusia diklaim hanya bisa pasrah dengan segala hal yang terjadi. Sebetulnya, manusia mampu menyadari bahwa setiap kejadian pasti tidak lepas dari hukum sebab akibat. Selama manusia mengusahakan kebaikan di muka bumi, alam pun akan membalasnya dengan kebaikan yang sama.
Namun sayang, manusia tidak mampu memperlakukan alam sebagaimana mestinya. Manusia berbuat kerusakan alam demi meraup sejumlah keuntungan. Iming-iming rupiah yang menggiurkan telah merusak pemikiran manusia. Manusia menjadi rakus tanpa memperhitungkan akibat yang pasti akan terjadi. Hingga akhirnya musibah datang bertubi-tubi tanpa kendali. Betapa buruk ulah manusia hingga akhirnya membahayakan kehidupan.
Aturan Allah SWT yang mestinya ditaati justru dilanggar. Konsep kepuasan jasadiyah dengan menjadikan materi sebagai satu-satunya orientasi menjadi hal yang mendominasi. Di sisi lain, negara yang mestinya menjadi institusi penjaga justru lalai. Negara menciptakan berbagai regulasi yang hanya mengutamakan perolehan materi bagi para oligarki. Perusahaan-perusahaan nakal terus menjadi penyebab lingkaran masalah lingkungan. Mulai dari penggundulan hutan, alih fungsi lahan hingga hilangnya kawasan resapan air. Hingga akhirnya bencana datang dan tidak bisa terhindarkan.
Kepemimpinan yang jauh dari amanah menjadikan kebijakannya jauh dari berkah. Kepemimpinan yang ada hanya berfokus pada kepentingan penguasa. Kelestarian dan penjagaan lingkungan diabaikan begitu saja. Keuntungan materi terus menjadi tujuan utama. Eksploitasi lingkungan mengatasnamakan pembangunan terus dijadikan dalih untuk usaha memperbaiki kehidupan manusia. Padahal faktanya, kebijakan ini kebijakan keliru yang merusak. Betapa buruknya ulah tangan manusia. Kerusakan yang terjadi tidak lain karena kezaliman manusia yang meninggalkan hukum syariat.
Penjagaan Islam
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.”
(QS. Al-A’raf : 96)
Keseimbangan kehidupan mutlak dibutuhkan untuk menjaga kelestarian. Begitu pun dengan penjagaan lingkungan sebagai bentuk ketaatan dan ketundukan pada hukum syarak.
Saatnya muhasabah dan bertobat dengan berusaha menundukkan ego diri pada hukum syarak. Kekuatan hukum syarak ini hanya mampu tegak melalui jalan kepemimpinan yang amanah. Dan konsep ini hanya mampu tegak di bawah naungan sistem Islam yang menjadikan akidah sebagai satu-satunya asas. Sistem Islam menetapkan bahwa hukum syarak merupakan satu-satunya hukum yang mampu adil mengurusi seluruh urusan umat. Termasuk urusan umat terhadap kebutuhannya akan kelestarian lingkungan.
Kepemimpinan Islam memiliki mekanisme dan strategi khas dalam membangun infrastruktur tanpa merusak lingkungan sehingga bencana mampu diminimalisir. Di sinilah peran negara memiliki peran penting dalam menentukan kebijakan yang mampu mengurusi seluruh urusan umat, karena hakikatnya negara adalah pelindung sekaligus pengurus urusan umat.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw.,
“Imam adalah ra’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya.”(HR. Bukhari)
Konsep ini hanya mampu diterapkan optimal dalam tatanan institusi Khilafah yang mampu menerapkan hukum Islam dengan bijaksana dan amanah. Dengannya, keberkahan melimpah. Umat pun terjaga dalam dekapan Islam yang amanah.
Wallahu’alam bishshawab.