Pernikahan Dini Menghambat Kemajuan?

Oleh : Hikmah, S.Pd

Praktisi Pendidikan dan Pemerhati  Generasi

 

LenSa Media News–Seruan pencegahan pernikahan dini atau anak semakin massif digencarkan oleh pemerintah melalui beberapa kementerian diantaranya yang dilakukan oleh Kementerian Agama dan Kementerian Sosial.

 

Pernikahan anak dianggap menghambat generasi untuk maju dan berkarya dan kenyataan memang terjadi demikian. Mulai dari seminar, sosialisasi dan penyuluhan-penyuluhan telah dilakukan untuk mencegah pernikahan dini tersebut.

 

Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah, Cecep Khairul Anwar mengatakan, pendidikan adalah kunci utama untuk mencegah perkawinan anak. “Kesadaran publik dan pendidikan adalah kunci utama dalam pencegahan perkawinan anak. Kami berkomitmen meningkatkan pemahaman masyarakat tentang risiko perkawinan anak serta memastikan akses pendidikan yang setara,” ujar Cecep (kemenang.go.id, 19-09-2024).

 

Memang benar faktanya saat ini pernikahan dini memunculkn permasalahan salah satunya membuat anak putus sekolah yang artinya menghambat kemajuan pendidikannya. Akan tetapi fakta yang lain,  pernikahan dini itu dilakukan akibat dari pergaulan bebas dan minim ilmu tentang rumah tangga yang benar, akhirnya yang terjadi adalah kemudharatan.

 

Banyaknya kawin anak juga dianggap sebagai penghambat terwujudnya generasi berkualitas. Setelah  menikah,  “anak-anak”  itu  harus putus sekolah, sebab tak ada sekolah yang menerima siswa dengan status sudah menikah. Selain itu dituding sebagai penyebab tingginya angka perceraian, terjadinya stunting, kematian ibu dan anak, kekerasan dalam rumah tangga dan hal-hal negatif lain.

 

Bahkan menganggap penting mengangkat remaja sebagai agen pencegahan perkawinan anak. Pengambilan kesimpulan yang salah akan membahayakan semua pihak, sehingga perlu ada data yang benar dan bisa dipertanggungjawabkan, agar tidak menyesatkan.

 

Seharusnya pemerintah lebih fokus pada kebijakan yang mencegah anak terjerumus pergaulan bebas, bukan menyibukkan diri mencegah perkawinan anak. Sebab yang lebih parah , ketika remaja tidak dapat menghindar dari dampak pornografi yang merangsang mereka melakukan seks bebas.

Akhirnya yang terjadi, menikah dini dihalangi, gaul bebas difasilitasi. Sejatinya, mereka bukan lagi anak-anak ketika sudah baligh (sudah mimpi basah bagi laki-laki dan haid bagi perempuan) sehingga sebenarnya perkawinan mereka sah menurut syara’.

 

Penyebab lainnya, sistem pendidikan sekuler yang menjadikan naluri pelajar tidak bisa dikendalikan saat lingkungan memberikan stimulus yang negatif, sebab tidak tertanam keimanan dan ketakwaan dalam diri pelajar.

 

Lingkungan yang tidak Islami juga dapat menjadikan anak tidak terkontrol. Tayangan-tayangan tak patut yang mudah diakses tanpa ada perlindungan dari negara membuat anak lebih cepat dewasa sebelum waktunya,  artinya bukan pernikahan dininya yang salah.

 

Sesungguhnya seseorang yang sudah baligh sekalipun belum di usia 15 tahun sekalipun ketika memiliki bekal pemahaman agama yang dalam dan telah siap lahir batin untuk menikah insya Allah akan mampu mengarungi bahtera rumah tangga.

Sebelum menikah dia sangat menjaga pergaulan dan kesuciannya, karena dia paham agama melarang pergaulan bebas. Bisa jadi seseorang akan memilih untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya terlebih dahulu karena perintah agama, bukan karena dorongan materi. Dalam agama juga tidak dilarang setelah menikah untuk menuntut ilmu setinggi-tinggianya dan tetap bisa berkarya untuk kebaikan masyarakat.

 

Pencegahan perkawinan anak amanat SDGs yang notabene bagian dari program Barat agar dapat berjalan di negeri kaum muslimin. Program tersebut bertentangan dengan syariat Islam.

 

Di antara target yang ingin dicapai adalah pengentasan stunting dan pencegahan pernikahan anak, yang dijadikan proyek nasional dalam RPJMN 2020-2024. Ditargetkan perkawinan anak menurun dari 11,2% pada tahun 2018 dan tahun 2024 jadi 8,74%, target ini akan berdampak pada berkurangnya angka kelahiran dalam keluarga muslim, bahkan akan menghancurkan keluarga muslim.

 

Negara Islam akan menerapkan hal-hal yang sesuai dengan syariat Allah, termasuk pernikahan.  Sistem pendidikan Islam, telah terbukti pada masa lalu mampu mencetak generasi unggul dan tidak pernah melarang pernikahan dini.  Ketika seseorang telah baligh dan mampu lahir dan batin maka ia boleh menikah.

 

Dalam negara yang menerapkan Islam secara kaffah, berbagai hal yang menjadi problem hari ini pastinya akan terselesaikan dengan sempurna.  Begitu pula dengan terjaganya interaksi laki-laki dan perempuan sehingga mencegah mereka pacarana, seks bebas, dan dampak buruk lainnya. Sistem ekonomi Islam, juga mewujudkan rakyat yang  sejahtera karena sistem ekonomi Islam, sehingga keluarga dalam bingkai pernikahan benar-benar merasakan nikmatnya pernikahan.  Wallahu a’lam. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis