Bersekolah di Bangunan Tak Layak Pakai? No Way!

Oleh : Ummu Rifazi, M.Si

 

LenSa Media News–Menjadikan pendidikan sebagai salah satu pilar utama pembangunannya, merupakan ciri negara adidaya yang hakiki. Sebab catatan sejarah telah membuktikan bahwa negara yang menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama dalam pembangunannya, selalu menjadi yang terdepan dalam berbagai bidang. Baik di bidang sosial budaya, ekonomi, teknologi dan sebagainya.

 

Sangat disayangkan ciri tersebut belumlah dimiliki Indonesia. Jangankan memberikan pendidikan terbaik untuk bangsanya, menyediakan infrastruktur sekolah saja negara ini belum mampu. Jumlah bangunan sekolah yang tak layak pakai hingga rusak total telah mencapai 250.000 unit sampai tahun 2021. Salah satunya adalah bangunan SDN Leuwibatu 03, Rumpin, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor.

 

Selama 23 tahun para siswa dan staf pengajar di sekolah ini menjalani proses kegiatan belajar mengajarnya (KBM) di atas lantai yang retak, di antara dinding yang roboh dan genteng yang berlubang. Manakala musim penghujan datang, mereka harus rela belajar di bawah guyuran air hujan.

 

Para siswa terpaksa menahan malu Buang Air Kecil (BAK) dan Buang Air Besar (BAB) di kebun sekolah, karena bangunan toiletnya sudah berubah menjadi puing-puing yang berserakan (metrobogor.com, 23-10-2024).

 

Sistem Batil, Infrastruktur Sekolah Ala Kadarnya

 

Sebetulnya pada poin Standar Sarana dan Prasarana Standar Pendidikan Nasional (SNP) yang dikukuhkan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2022, termaktub kewajiban pemerintah untuk menyediakan fasilitas fisik dan non-fisik yang meliputi ruang kelas, perpustakaan, laboratorium, fasilitas olahraga, serta lingkungan sekolah yang aman dan nyaman.

 

Realitasnya pemerintah belum melaksanakan tanggung jawabnya tersebut. Artinya ada kesalahan dalam sistem penyelenggaraannya. Indonesia adalah negeri yang dikarunia Allah dengan sumber daya alam (SDA) yang melimpah. Namun entah kemana perginya semua kekayaan itu. Kendala anggaran, masih menjadi alasan klise yang menghambat penyediaan dan perbaikan ratusan ribu bangunan sekolah yang ada.

 

Inilah konsekuensi ketika Sistem demokrasi Sekuler kapitalis liberalis masih terus dipertahankan di negeri kaum muslimin ini. Sistem pengaturannya yang sangat jauh dari tuntunan Ilahi, hanya menghadirkan sosok para penguasa negeri yang setiap saat menyedot harta rakyat ke kantong pribadinya.

 

Belasan trilyun Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik, hanya menghadirkan kualitas bangunan yang tegak berdiri untuk sementara waktu saja. Ongkos rehabilitasi sekolah dikorupsi, sehingga hanya mampu mendirikan bangunan ala kadar yang tak sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).

 

Sistem Sahih, Infrastruktur Sekolah Terbaik

 

Kondisi bangsa dan negeri ini akan sangat berbeda manakala diatur dengan sistem sahih, yaitu Islam. Pemimpin negara yang hadir, adalah sosok yang meriayah rakyat atas dasar keimanan dan ketakwaannya pada Allah taala.

 

Sebagaimana Sabda Rasulullah saw. dalam hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim,” Seorang imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.”

 

Periayahan rakyat dilakukan berdasarkan ketundukan kepada syariat Islam. Sebagaimana perkataan Imam al Ghazali : Negara dan agama adalah saudara kembar. Agama merupakan dasar (pondasi), sedangkan negara adalah penjaganya. Sesuatu yang tanpa pondasi akan runtuh, dan pondasi tanpa penjaganya akan hilang.

 

Keimanan dan ketakwaan mendorong pemimpin Negara Islam menjalankan kewajibannya menyediakan segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan bagi seluruh rakyatnya. Mulai dari kurikulum, bahan ajar, metode pengajaran, sampai sarana dan prasarana sekolah hadir dengan kualitas terbaik.

 

Hal ini telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw., para Khulafaur Rasyidin dan para khalifah setelahnya. Di awal berdirinya negara Islam pertama di Madinah, Rasulullah Saw. menyelenggarakan pendidikan terbaik dari serambi sisi Utara Masjid Nabawi. Di Baitullah yang sederhana tersebut para fakir miskin dari kalangan Muhajirin, Anshar dan para pendatang dari orang-orang asing belajar membaca dan menulis dibawah bimbingan para pengajar terbaik.

 

Pada masa Khilafah Bani Umayyah, masjid tetap menjadi pusat penyelenggaraan pendidikan terbaik. Pada masa itu Masjid Al Qarawiyyin di Fes el-Bali Maroko bertransformasi menjadi Universitas Al Karaouine. Lembaga pendidikan tersebut masih kokoh berdiri hingga kini. Tercatat di Guinness Book of World Records sebagai universitas tertua.

 

Seluruh keperluan pendidikan di negara Khilafah dibiayai oleh harta yang tersimpan di kas negara (Baitulmal). Dananya diambilkan dari pos fai dan kharaj serta pos milkiyyah amah (kepemilikan umum). Jika pembiayaan dari kedua pos tersebut belum mencukupi, negara Khilafah meminta sumbangan sukarela dari kaum muslimin yang kaya. Wallahu alam bisshowwab. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis