Kriminalitas Pemuda, Salah Siapa?
Oleh: Zhiya Kelana, S.Kom
Aktivis Muslimah Aceh
LenSaMediaNews_Opini_Kriminalitas yang dilakukan oleh pemuda (termasuk tawuran), terus terjadi, bahkan terus berulang dan semakin mengerikan. Hampir di seluruh daerah hal ini terjadi. Dimana para pemuda ini, bahkan secara terang-terangan berani melakukan live tawuran itu di sosial media. Seolah tak ada rasa takut jika nantinya diciduk oleh aparat.
Diketahui, gangster merupakan sebutan untuk kelompok berandalan di Kota Semarang. Mereka biasanya saling tantang lewat media sosial, lalu tawuran menggunakan senjata tajam. Anggotanya banyak yang masih di bawah umur. Data kejadian tawuran yang ditangani sejak Januari hingga September 2024, yaitu ada 21 kejadian dengan 117 pelaku yang ditangkap. Ada 49 anak dibawah umur yang diamankan pekan lalu. Dan tawuran ini menyebabkan seorang mahasiswa Udinus meninggal dunia karena salah sasaran (Detik.com, 20-09-2024).
Jika kita teliti ternyata ada banyak faktor pemicu, di antaranya lemahnya kontrol diri, krisis identitas, disfungsi keluarga dan tekanan ekonomi atau hidup, lingkungan yang rusak (termasuk pengaruh media, kegagalan pendidikan), lemahnya hukum dan penegakannya. Semua hal ini mendorong mereka berani untuk melakukan segala hal, berawal dari mabok bareng kemudian berakhir dengan tawuran karena merasa tertantang.
Mereka adalah korban dari buah penerapan sistem sekuler kapitalis yang tidak memanusiakan manusia, merusak pemikiran dan budaya, menjadikan negara abai terhadap tugas membentuk generasi berperadaban mulia malah menyia-nyiakan potensi besar pemudanya. Hidup mereka tak lagi terarah pada tujuan yang benar, namun dihancurkan yang menjadi tujuan dari barat.
Mereka seolah lupa tengah hidup teraniaya di sistem busuk ini. Dan tak sadar dirinya menjadi korban dari ganasnya sistem yang diterapkan. Mereka telah berhasil dijauhkan dari agamanya, sehingga mereka lupa untuk kembali kepada fitrahnya seorang manusia yaitu menjadi hamba-Nya, untuk beribadah mencari bekal akhirat.
Tidakkah mereka sadar, hidup jauh dari Islam sangat menyengsarakan. Maka akan lebih baik jika kita kembali kepada Islam yang pernah berjaya selama 14 abad dengan kegemilangan peradabannya yang dibawa oleh para pemuda yang berjuang menegakkan khilafah (sistem Islam)
”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai“ (HR. Muttafaqun ’Alayh dll.)
Islam memiliki sistem pendidikan yang akan menghasilkan generasi berkepribadian mulia, yang akan mampu mencegahnya menjadi pelaku kriminalitas. Islam juga memberikan lingkungan yang kondusif, baik dalam keluarga, masyarakat maupun kebijakan negara, yang akan menumbuhsuburkan ketakwaan dan mendorong produktivitas pemuda
Dan dengan dukungan sistem yang lain, maka akan lahir generasi hebat, yang mengarahkan potensinya untuk berkarya dalam kebaikan, mengkaji Islam dan mendakwahkannya serta terlibat dalam perjuangan Islam menuju kebangkitan. Ada banyak tokoh pemuda yang lahir di usia yang belia pada masa lalu dan pastinya dimasa depan.
Negara Islam akan membangun sistem yang menguatkan fungsi keluarga dengan menerapkan aturan yang menjamin kesejahteraan dan sistem lain yang menguatkan fungsi kontrol Masyarakat. Negara akan berdampingan dengan masyarakat untuk mengontrol para pemuda untuk berjalan di jalur yang telah ditetapkan yaitu Islam.
Negara juga menyiapkan kurikulum pendidikan dalam keluarga, sehingga terwujud keluarga yang harmonis yang senantiasa memberikan lingkungan yang kondusif bagi anak-anak yang tumbuh di dalam keluarga dan memberikan pengaruh positif kepada lingkungan sekitar. Sehingga tak perlu khawatir kepada para pemuda yang masih berdarah panas. Karena panasnya mereka tersalur dengan baik. Wallahu’alam
(LM/SN)