Demokrasi: Bagi-bagi Kursi Jadi Tradisi
Oleh: Lisa Izzate
Lensa Media News – Kembali DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang. Kali ini tentang perubahan atas Undang-Undang nomor 39 tahun 2008 yaitu tentang Kementerian Negara. Dalam perubahan ini, salah satu isinya adalah bahwa kepala negara baru yang akan dilantik pada 20 Oktober nanti bebas membuat Kementerian tanpa ada batasan.
Mantan Menkumham yaitu Deni Indrayana menuliskan bahwa ada cacat legislasi karena tidak ada partisipasi publik yang bermakna dan terkesan prosesnya ngebut dan mengejar target yaitu pada masa akhir masa jabatan DPR dan presiden. Padahal pada saat sebelumnya, MK pernah membatalkan undang-undang ciptaker karena tidak adanya partisipasi yang bermakna.
Selain itu, perubahan ini juga dinilai cacat etika karena tidak seharusnya DPR dan presiden menghasilkan keputusan yang akan berdampak luas terhadap kehidupan berbangsa di masa-masa terakhir mereka menjabat.
Dengan disahkannya undang-undang ini, maka dapat diprediksi bahwa ini akan menjadi peluang bagi presiden terpilih untuk melakukan politik balas budi kepada partai dan pihak-pihak yang telah memberikan bantuan bagi kemenangannya.
Seakan menjadi tradisi, bagi-bagi kursi dan kekuasaan menjadi suatu hal yang wajib bagi presiden terpilih untuk membayar apa yang telah diupayakan oleh partai pengusung dalam mencapai kemenangannya. Biasanya setelah pembagian kursi dan kekuasaan dilaksanakan para penguasa terpilih segera melancarkan dengan mengubah undang-undang atau melakukan berbagai cara agar bisa mengembalikan modal serta meraih keuntungan yang telah dipakai dalam pesta demokrasi. Demikianlah sistem demokrasi melancarkan korupsi, kolusi dan nepotisme.
Dalam Islam, jabatan itu adalah amanah sesuai dengan sabda Rasulullah, “Kami, demi Allah tidak akan mengangkat atas tugas atau jabatan ini bagi seorangpun yang memintanya dan yang berambisi terhadapnya.” (HR Muslim).
Jabatan juga harus dipegang oleh orang yang memiliki qudrah (kemampuan) atau profesional di bidangnya, Sabda beliau: “Jika amanah sudah disia-siakan maka tunggulah hari kiamat. Ada orang yang bertanya, “Bagaimana amanah itu disia-siakan?” Nabi saw menjawab: “Jika suatu urusan atau amanah diserahkan bukan kepada ahlinya maka tunggulah hari kiamat.” (HR. Al Bukhari)
Penguasa adalah sebagai ro’in (kepala negara) yang mengurusi rakyatnya dan bertanggung jawab atas rakyatnya, maka sudah sepantasnya sebagai kepala negara bertanggung jawab penuh atas kemakmuran rakyat, bukan semakin menyengsarakan rakyat dengan segala kebijakannya yang justru berpihak kepada pemilik modal. Kewajiban mengurus rakyat tidak akan mungkin dapat dilakukan tanpa menerapkan syariat Islam.
Dalam Islam, para penguasa tertaklid untuk menjalankan amanah kekuasaan dengan menjalankan hukum-hukum Allah seperti firman Allah dalam surat an-Nisa ayat 58, “Sungguh Allah telah menyuruh kalian agar menyerahkan amanah kepada yang berhak menerimanya dan juga menyuruh kalian agar kalian jika menetapkan hukum diantara manusia, menetapkan hukum dengan adil”.
Wallahu a’lam bishawwab
[LM/nr]