Lensamedianews.com, Opini – Dampak buruk pornografi semakin nyata terjadi. Salah satu contohnya di Sukarami, Palembang, ada empat remaja memperkosa dan membunuh seorang siswi SMP berinisial AA (13). Mereka adalah IS (16), MZ (13), AS (12), dan NS (12) yang sebelum kejadian mengaku usai menonton video porno. Parahnya mereka merasa bangga ketika menceritakan pada teman-temannya.
Kabid Humas Polda Sumsel, Kombes Pol Sunarto menyatakan telah menyerahkan tiga dari empat pelaku anak ke Panti Sosial PSR ABH Indralaya. (Kumparan, 11-09-2024).
Hal ini sesuai dengan Pasal 69 Ayat 2 Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang menyatakan bahwa anak-anak yang berkonflik dengan hukum dan belum genap 14 tahun hanya dapat dikenakan tindakan dan tidak dapat dilakukan penahanan. Sedangkan satu pelaku yang menjadi otak pembunuhan dan pemerkosaan berinisial IS (16) telah ditahan sesuai peraturan yang ada.
Bahaya Pornografi
Pornografi merupakan adiksi baru yang tidak tampak pada mata, tidak terdengar oleh telinga, namun menimbulkan kerusakan otak yang permanen bahkan melebihi kecanduan narkoba (Sardjito.co.id 29-10-2019). Dr. Mark Kastelmen memberi nama pornografi sebagai visual cocain atau narkoba lewat mata (narkolema). Bagian otak yang paling dirusak adalah pre frontalcortex (PFC) yang membuat seseorang sulit membuat perencanaan, mengendalikan hawa nafsu dan emosi, serta mengambil keputusan dan berbagai peran eksekutif otak sebagai pengendali impuls-impuls.
Di era digital seperti sekarang, mudah sekali untuk siapapun terpapar pornografi. Entah itu berupa tulisan, gambar, dan video. Tak ketinggalan tayangan di televisi pun semakin berani. Dari segala penjuru, generasi kita diserang oleh hal-hal yang memicu naluri seksualnya bergejolak.
Sayangnya pemerintah separuh hati memberantas pornografi. Seperti yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang hanya melakukan pemblokiran situs. Padahal umum kita ketahui tayangan video porno sudah menyebar ke banyak platform media sosial. Akses pornografi semakin terbuka lebar.
Penyebab Masifnya Pornografi
Fenomena ini memang bukan hal baru di negara yang berpaham kapitalis. Ada pemisahan antara kehidupan dan agama. Selama sesuatu itu menghasilkan manfaat sekalipun bertentangan dengan syariat, tidak menjadi penghalang. Bisnis pornografi memang menggiurkan bagi sebagian pihak. Sehingga keberadaanya terus dipelihara sekalipun banyak memakan korban.
Selain itu pelaku pemerkosaan dan pembunuhan yang usianya kurang dari 18 tahun masih dikategorikan sebagai anak. Sehingga tidak ada penahanan dan hanya pembinaan semata. Sehingga kasus serupa makin meningkat di berbagai penjuru negeri.
Belum lagi, peran orang tua yang lalai sehingga anak jauh dari nilai agama. Apalagi banyak yang terlalu dini memberi gadget. Anak dibiarkan bebas berselancar tanpa batas waktu dan pendampingan. Masyarakat sekitar pun abai untuk mengigatkan, terkadang sungkan menegur karena dirasa bukan keluarga.
Solusi Islam
Keluarga berperan menanamkan tauhid sebagai pondasi keimanan. Pun
Masyarakat senantiasa ber-amar ma’ruf nahi munkar. Saling memberi nasehat dan menegur jika ada pelanggaran. Hal ini mampu menekan terjadinya kemaksiatan.
Selanjutnya negara memiliki andil dalam membuat kebijakan sesuai syariat Islam. Negara membuat kurikulum pendidikan, mengatur pergaulan, mengatur media, dan memberikan sanksi yang adil. Tidak terkecuali kasus pemerkosaan sekaligus pembunuhan yang menurut aturan saat ini dilakukan oleh anak di bawah umur. Padahal dalam Islam ukuran seseorang diberikan beban hukum adalah ketika usianya baligh. Sehingga harus ada hukuman qisash yang diterima pelaku.
Khatimah
Hanya dalam sistem Islam, generasi dilindungi dari segala sisi. Sehingga kecil kemungkinan terjadi kasus kejahatan akibat kecanduan pornografi. [LM/Ah]