Maulid Nabi, Tempat Hiburan Wajib Tutup. Sesaat atau Selamanya?

Oleh: Lulu Nugroho

 

 

LenSa MediaNews__ Jelang Hari Besar Keagamaan Maulid Nabi Muhammad SAW 1446H, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandung mengeluarkan Surat Edaran Nomor 3498-Disbudpar/2024. (Portalbandung, 14-9-2024)

 

Sebagaimana diatur dalam pasal 73 ayat 6 Perda Nomor 14 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan bahwa bar, kelab malam, diskotik, karoke, pub, panti pijat, rumah biliar dan spa dilarang beroperasi pada hari Besar Keagamaan Maulid Nabi Muhammad SAW 1446H.

 

Pemkot Bandung mengimbau kepada seluruh pelaku jasa usaha kepariwisataan di Kota Bandung untuk menutup pada Minggu, 15 September mulai pukul 18.00 sampai Senin, 16 September 2024 pukul 18.00 WIB.

 

Perusahaan yang melanggar, akan dikenakan sanksi administrasi. Sementara itu, untuk pemutaran film-film di bioskop agar menyesuaikan dengan situasi dan kondisi hari keagamaan yang dimaksud. Dilansir dari akun Instagram @disbudpar.bdg

 

Berhenti Sejenak

Dalam sistem demokrasi, kemaksiatan memang tidak benar-benar berhenti. Sesaat mungkin iya, hanya ketika berlangsungnya kegiatan hari keagamaan sebagaimana panduan dalam surat edaran tersebut. Namun setelahnya, kembali berlangsung seluruh aktivitas masyarakat, baik yang sejalan dengan syariat, maupun yang tidak.

 

Peringatan hari keagamaan tersebut pun hanya seremonial belaka, menampakkan esensi islami, namun tanpa perubahan mendasar dalam kehidupan masyarakat. Hal seperti ini terjadi setiap saat, hingga tampak warna pemisahan agama dari kehidupan (Fashludin a’nil hayah). Pemisahan tersebut pun menjadi asas kehidupan masyarakat, karenanya simbol-simbol Islam hanya ada di hari-hari besar saja. Sementara ratusan hari sisanya, jauh dari tuntunan.

 

Allah tidak mendapat peran sebagai Sang Pengatur (Al-Mudabbir), maka beragam hiburan malam, pola interaksi bebas tanpa batas, menjadi gaya hidup keseharian. Siapapun boleh menggunakannya. Malah difasilitasi, tanpa kontrol masyarakat apalagi negara. Alih-alih menutup selamanya, bahkan negara terus melanggengkannya sebab mendapat pemasukan melalui perusahaan penyelenggara jasa pariwisata tersebut.

 

Ironisnya, saat hari besar keagamaan dan gema keislaman menggaung di penjuru negeri, seruan menutup tempat hiburan, justru dikeluarkan. Meskipun hal itu perlu kita apresiasi, akan tetapi di sisi lain, seakan membuktikan bahwasanya, aktivitas tersebut memang berseberangan dengan Islam.

 

Islam Kaffah Selamanya

Islam tegak melalui 3 pilar yakni individu, masyarakat dan negara. Ketakwaan individu perlu bersinergi dengan mekanisme kontrol dari masyarakat dan penegakan syariat secara kaffah. Maka tidak akan terjadi kehidupan serba bebas, di negeri yang diterapkan Islam kaffah di sana, sebab semuanya terkendali, dan terikat hukum Allah SWT.

 

Dalam Islam, perusahaan penyedia jasa yang bertentangan dengan syariat, tidak akan ada. Pariwisata bukan menjadi sumber pemasukan negara, bahkan keberadaannya juga tak perlu ditopang dengan kemaksiatan. Malah sebaliknya, arah pandang manusia senantiasa ditujukan kepada Sang Pencipta. Dan setiap perbuatan disandarkan pada Allah SWT.

 

Negara pun memiliki sumber-sumber pemasukan ke dalam baitulmal (kas negara) yang diperoleh dari (1) fai (anfal, ghanimah, khumus), (2) jizyah, (3) kharaj, (4) ‘usyur, (5) harta milik umum yang dilindungi negara, (6) harta haram pejabat dan pegawai negara, (7) khumus rikaz dan tambang, (8) harta orang yang tidak mempunyai ahli waris, dan (9) harta orang murtad.

 

Dalam sistem ekonomi Islam, masih ada sumber penerimaan negara yang bisa diandalkan untuk pembiayaan pembangunan, yaitu bagian kepemilikan umum (milkiyah am),
Pertama, sarana umum yang jika tidak ada pada suatu negeri akan menyebabkan banyak orang bersengketa untuk mencarinya, seperti air, padang rumput, dan jalan-jalan umum.

Kedua, barang tambang yang jumlahnya tidak terbatas (sangat besar), seperti tambang minyak dan gas bumi, emas dan logam mulia lainnya, timah, besi, uranium, batu bara, dan lain-lain.

Ketiga, sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dimiliki individu, seperti laut, sungai, dan danau.

 

Sumber-sumber penerimaan dari kepemilikan umum inilah yang berpotensi memberikan pendapatan terbesar bagi negara. Melalui sumber pemasukan inilah, negara menjamin kesejahteraan rakyatnya, menebarkan kebaikan-kebaikan, serta membangun peradaban emas.

 

Rasulullah akan senantiasa menjadi teladan dalam berakhlakul karimah, As-Sunah pun menjadi salah sumber hukum syara’ selain Al-Qur’an. Dengannya manusia meniti jalan mengarungi kancah kehidupan. Maka kecintaan dan ketaatan terhadap Rasulullah, tidak hanya ada saat perayaan Maulid, tetapi sebaliknya, ia hadir bersama denyut nadi kehidupan.

 

Dalam Islam, beragam kerusakan maupun aktivitas haram, tidak akan dibiarkan tampil, sebab suasana keislaman memayungi kehidupan masyarakat. Negara akan segera melakukan antisipasi melalui penegakan sistem sanksi yang bersifat penebus (jawabir) dan pencegah (zawajir).

 

Negara akan terus menerus menjaga keimanan warganya dan terus memupuknya, sebagai tanggung jawab kepemimpinan terhadap umat. Hanya Islam sebaik-baik sistem kehidupan yang meniscayakan kembalinya peradaban mulia, dan melahirkan umat terbaik. Allahuma ahyanaa bil Islam

Please follow and like us:

Tentang Penulis