Haruskah Menunggu Sempurna Sebelum Berdakwah?
Oleh: Sanznuya El-Fatih
LenSa MediaNews__ Pertanyaan :
Apakah dibenarkan dalam Islam, jika diri sendiri dan keluarga belum baik, maka tak perlu dakwah ke masyarakat termasuk pemimpin yang zalim?
Jawaban :
Dalam Islam, tidak ada ketentuan yang membenarkan seseorang untuk menunda atau mengabaikan dakwah kepada masyarakat, termasuk kepada pemimpin yang zalim, hanya karena diri sendiri atau keluarga belum mencapai kesempurnaan dalam beragama. Prinsip dakwah Islam tetap menyuruh kepada yang baik dan mencegah dari yang buruk, terlepas dari keadaan individu atau keluarganya. Berikut penjelasan lebih detail:
1. Dakwah adalah Kewajiban Kolektif
Dakwah merupakan kewajiban bagi setiap Muslim, meskipun tingkat dan cara penyampaiannya bisa berbeda-beda sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan masing-masing. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali Imran: 104)
Ayat ini menunjukkan bahwa dakwah adalah peran penting dalam masyarakat Muslim, dan setiap individu punya tanggung jawab sesuai kapasitasnya. Tidak harus menunggu diri atau keluarga menjadi sempurna untuk mengingatkan orang lain kepada kebaikan dan mencegah keburukan.
2. Tidak Ada Syarat Kesempurnaan dalam Berdakwah
Menjadi baik secara pribadi dan keluarga adalah anjuran, tetapi tidak berarti seseorang harus mencapai kesempurnaan dalam beragama sebelum dapat berdakwah kepada orang lain. Dalam salah satu hadits, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat.” (HR Bukhari)
Hadits ini mengisyaratkan bahwa setiap Muslim, meskipun dengan pengetahuan yang sedikit, tetap memiliki kewajiban untuk menyampaikan kebaikan yang diketahuinya. Selama seseorang mengetahui yang benar dan yang salah, mereka dianjurkan untuk berdakwah, bahkan jika diri atau keluarganya belum sepenuhnya sempurna.
3. Tanggung Jawab terhadap Pemimpin yang Zalim
Dalam Islam, menegakkan keadilan dan menasihati pemimpin yang zalim adalah bagian dari dakwah yang sangat penting. Rasulullah ﷺ memuji tindakan berani orang yang menasihati pemimpin yang zalim sebagai jihad yang paling utama:
“Jihad yang paling utama adalah menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim.” (HR Tirmidzi)
Oleh karena itu, tidak dibenarkan menunda dakwah kepada pemimpin zalim hanya karena kondisi diri atau keluarga belum baik. Menegakkan keadilan dan melawan kezaliman adalah bagian dari tanggung jawab kolektif umat Islam, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, maupun dalam menghadapi pemimpin yang zalim.
4. Dakwah dan Perbaikan Diri Berjalan Bersamaan
Dalam Islam, dakwah dan perbaikan diri berjalan secara simultan. Seorang Muslim tidak harus memilih antara memperbaiki diri dan berdakwah. Kedua hal ini dapat dilakukan secara bersamaan. Bahkan, sering kali dengan berdakwah, seseorang terdorong untuk lebih memperbaiki diri dan keluarganya. Dalam hadits Rasulullah ﷺ:
“Barang siapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangannya; jika tidak mampu, maka dengan lisannya; jika tidak mampu, maka dengan hatinya, dan itulah selemah-lemahnya iman.” (HR Muslim)
Ini menunjukkan bahwa dakwah terhadap kemungkaran, termasuk kedzaliman, harus tetap dilakukan sesuai kemampuan, baik dengan perbuatan, lisan, atau minimal dengan sikap hati menolak kezaliman.
5. Menjaga Niat dalam Dakwah
Ketika seseorang berdakwah kepada masyarakat, termasuk kepada pemimpin yang zalim, niatnya harus tetap lurus. Dakwah bukan soal merasa lebih baik dari orang lain, tetapi sebagai bentuk tanggung jawab terhadap kebenaran. Allah mengingatkan dalam Al-Qur’an:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS An-Nahl: 125)
Berdakwah dengan hikmah dan pelajaran yang baik menjadi esensi dalam menyampaikan kebenaran, termasuk saat menghadapi pemimpin yang zalim.
Kesimpulan:
Islam tidak membenarkan seseorang untuk menunda dakwah kepada masyarakat, termasuk kepada pemimpin yang zalim, hanya karena diri sendiri atau keluarga belum baik. Dakwah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan bersamaan dengan upaya memperbaiki diri dan keluarga. Menegur kezaliman, terutama pada pemimpin, adalah bentuk jihad yang sangat dihargai dalam Islam, dan harus dilakukan dengan niat ikhlas serta cara yang baik.