Spirit Maulid Nabi: Spirit Meneladani Karakter Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW
Oleh: Shafayasmin Salsabila MIMم_Muslimah Indramayu Menulis
LenSaMediaNews.com/Reportase__”Masak nasi taruh di bakul
Mau makan lauknya gulai
Kalau semua sudah berkumpul
Hayuklah yuk kita mulai”
Riang gembira, sang MC memulas suasana bersama seulas senyum dan pantun, untuk kemudian membuka acara. Seperti biasa, di awal bulan MT. Tanwirul Ummah mengadakan kajian untuk muslimah di sekitar Indramayu kota (Imkot). Puluhan ibu-ibu berjiwa muda datang memenuhi ‘taman surga’ pada ahad, 08 September 2024.
Diiringi sepoi angin pagi, ustazah Uul Khuliyah Nahrawi, selaku narasumber menyapa peserta dan berkenan untuk menyampaikan tema kajian bulan ini, yakni: “Spirit Maulid Nabi: Spirit Meneladani Karakter Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW”.
“Mengapa lahirnya Nabi SAW, merupakan peristiwa besar?” Ustazah Uul, mengawali dengan satu tanda tanya. Mengajak peserta kembali menghayati kedalaman momentum yang terjadi di bulan Rabiulawal, tepatnya tanggal 12 di tahun Gajah.
Ustazah mulai menjelaskan, bahwa bila saat ini kita telah mengecap manisnya iman, dan dapat mengenal Islam, maka itu berawal dari kelahiran Nabi SAW. Adanya bi’tsah (pengutusan Muhammad SAW sebagai rasul kepada manusia), lalu terjadinya peristiwa hijrah yang dengannya tegaklah kekuasaan Islam, dan semakin meluas sampai 2/3 wilayah dunia, semuanya berkaitan dengan kelahiran (maulid) Nabi SAW. Sosok yang mengubah warna dunia. Dengan risalah Islam, mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju pada cahaya terang benderang.
Ustazah Uul pun mengingatkan, keistimewaan maulid Nabi ini bukan bermaksud mengultuskan atau mengagung-agungkan sosok dengan euforia perayaan. Tapi, bagaimana kita menjadikannya sebagai momen untuk kembali mengingat dan meresapi perjalanan hidup Nabi SAW. Baik dari sebelum lahirnya, sampai fase diutusnya Beliau SAW menjadi Rasul-Nya Allah. Sejak itulah hari-hari baginda Nabi diisi oleh perjuangan mengemban risalah Islam selama kurang lebih 23 tahun. Dengan penuh lelehan keringat dan darah, Rasulullah Muhammad SAW memperjuangkan Islam. Menghadapi cacian, hinaan, tuduhan, ancaman, fitnah, persekusi, dan segala bentuk perlawanan dari kafir Quraisy.
Begitu besar pengorbanan Nabi SAW. Maka hati siapakah yang tak ditumbuhi rasa cinta kepada sosok mulia, kekasih Allah ini. Lalu bagaimana cara kita, yang mengaku umatnya Nabi SAW, mengekspresikan cinta dengan benar sesuai tuntunan nash?
Ustazah Uul menyebutkan setidaknya ada dua perkara yang bisa kita lakukan, terutama di bulan Rabiulawal ini:
Pertama, memperbanyak selawat kepada Nabi SAW. Sesuai dengan perintah Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 45:
“Sungguh Allah dan para malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, berselawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”
Kedua, dengan ittiba‘ atau menjadi follower-nya Nabi SAW. Mengikuti dan meneladani setiap segmentasi hidup Nabi Muhammad SAW. Adapun dalilnya, yaitu surat Ali-Imran ayat 31 dan dipertegas lagi lewat surat Al-Ahzab ayat 21:
“Katakanlah (Muhammad), ‘jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”
“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.”
Dalam surat Al-Hasyr ayat 7, Allah telah mewajibkan kita semua untuk mengikuti setiap perkara yang dibawa Nabi SAW, dan meninggalkan semua yang tidak datang darinya. “Dan apa saja yang Rasul bawa untuk kalian, maka terimalah. Dan apa saja yang dilarangnya atas kalian, maka tinggalkanlah.”
Berarti yang harus kita ambil dari Nabi SAW, tidak boleh hanya sebagian atau dipilih sesuai manfaat atau hawa nafsu masing-masing. Namun, semuanya atau setiap yang dicontohkan olehnya. Bukan soal akhlak semata, atau seputar ibadah ritual saja, tapi aspek kepemimpinan Beliau pun tidak boleh diabaikan.
Di satu sisi Muhammad SAW, adalah nabi yang membawa risalah Islam. Di sisi lain, Beliau adalah seorang pemimpin negara. Beliaulah yang mendirikan negara Islam di Madinah. Rintisan pemerintahan Beliau, dilanjutkan kepada para sahabatnya, dengan gelar “Khulafaur-rasyidin“. Lalu dilanjutkan kembali oleh para khalifah lainnya, sampai sekitar 13 abad lamanya.
Beliau SAW memberikan teladan, di mana pada saat memimpin, maka seorang pemimpin wajib memimpin dengan hukum Allah saja, yakni berpegang pada syariat, atau bersumber hanya dari kalamullah Al-Qur’an, dan As-Sunnah. Tidak ada ruang bagi akal dan hawa nafsu manusia untuk bermain di dalamnya.
Karakter kepemimpinan dari Nabi SAW yang perlu diteladani yaitu bagaimana beliau menjalankan pemerintahan di atas ketundukan dan ketakwaan (sistem Islam). Tidak ada hasrat mendirikan dinasti kekuasaan, pun tidak ada obsesi mengumpulkan harta, hanya ada keinginan untuk melayani umat semata sadar, itu yang Allah perintahkan kepadanya. Menyerahkan kedaulatan kepada syari’ (Allah SWT).
Karena itulah ustazah Uul pun menyampaikan dengan tegas, Jikapun ada satu perkara yang semestinya kita tinggalkan dan buang jauh-jauh adalah apa yang kita kenal dengan istilah ‘demokrasi’. Sebab asal kemunculannya sendiri dari filsafat Yunani sekitar 500 tahun SM, lalu dikembangkan oleh Montesquieu dan Locke sekitar abad ke-17/18 M.
“Dari, oleh, dan untuk rakyat” sebatas isapan jempol semata. Nyatanya aspirasi rakyat (biasa) tak pernah mendapatkan tempat. Demokrasi telah nyata membelakangi ajaran yang dibawa oleh Nabi kita, SAW. Aturan yang dilahirkan tak mengenal halal dan haram. Sudahlah berbiaya mahal, rakyat jadi tumbal, dan menciptakan dosa jariyah.
Ustazah Uul pun memberikan pesan menggugah, bahwa sejatinya harga mati itu berada di atas kepatuhan hamba kepada Allah. Bukan pada sesuatu yang diciptakan oleh akal manusia. “Tiap kali salat, kita berikrar bahwa hidup mati hanya untuk Rabb semesta alam. Artinya jelas, harga mati hanya untuk syariat/hukum Allah saja,” tutup Ustazah. [LM/Ss]