Megathrust Mengancam, Bisakah Mitigasi Dioptimalkan?

Oleh : Ummu Rifazi, M.Si

 

LenSa Media News–Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bogor, Jawa Barat, telah melakukan edukasi, sosialisasi dan simulasi mitigasi bencana gempa bumi kepada warga di Kelurahan Tegalega pada hari Rabu, 4 September 2024, sebagai tindak lanjut surat edaran nomor 100.3.4/4174-BPBD tanggal 26 Agustus terkait peningkatan kesiapsiagaan menghadapi kemungkinan bencana gempa bumi mirip Megathrust Nenkai, Jepang.

 

Rangkaian kegiatan tersebut dilakukan di lingkup pengurus RT/RW, lembaga pemberdayaan masyarakat dan tokoh masyarakat untuk semakin meningkatkan koordinasi personal kebencanaan terkait dari mulai BPBD, TNI-Polri, kelurahan dan organisasi kemasyarakatan (megapolitan.antaranews.com, 05-09-2024).

 

Ketidaksiapan Sistem Mitigasi

 

Sebagai bagian dari langkah pencegahan, upaya yang sosialisasi, edukasi dan stimulasi mitigasi yang dilakukan BPBD Kota Bogor patut diapresiasi. Namun yang perlu lebih kita perhatikan sebagai point pertama dan utama dalam langkah pencegahan adalah mendirikan bangunan sesuai aturan baku (tahan gempa).

 

Konstruksi bangunan tahan gempa sudah seharusnya diupayakan dengan serius pada wilayah yang rawan gempa. Gempa tidak penah membunuh orang. Ketika gempa terjadi, korban meninggal diakibatkan oleh bangunan yang roboh, demikian pernyataan Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono ketika menekankan pentingnya mendirikan bangunan tahan bencana sebagai wujud pendekatan mitigasi struktural (jabartribunnews.com, 02-03-2021).

 

Beliau lantas mencontohkan bagaimana gempa berkekuatan 6,4 magnitudo pada tahun 2006 mengakibatkan ribuan orang meninggal di Yogyakarta. Sementara gempa dengan kekuatan yang sama dengan perilaku dan kondisi geologi serupa terjadi pada tahun 2010 di Suruga Jepang hanya menyebabkan 1 orang meninggal.

 

Bangunan rumah di Jepang sudah mengadopsi konstruksi tahan gempa, sementara di Indonesia belum. Peringatan serupa telah disampaikan oleh pejabat (Pj) Gubernur Jawa Barat (Jabar) Bey Triadi Machmudin yang meminta pemkot dan pemerintah kabupaten (pemkab) di Jabar untuk melakukan pengecekan ulang kondisi bangunan di wilayah rawan bencana gempa (jabar.antaranews.com, 04-01-2024).

 

Dari pendekatan mitigasi struktural tersebut, Kota Bogor masih sangat belum siap menghadapi Megathrust ini. Sungguh sangat memprihatinkan ketika Bogor yang rawan bencana alam ini masih belum memiliki infrastruktur yang memperhatikan analisis dampak bencana.

 

Mayoritas pembangunan perumahan, terutama yang berlantai satu, masih mengabaikan prinsip desain rumah tahan bencana. Kendala utamanya adalah besarnya biaya yang dibutuhkan pengembang untuk pembangunan perumahan tahan bencana ini (news.republika.co.id, 13-01-2019).

 

Pembangunan perumahan untuk masyarakat memang tidak mungkin mengandalkan biaya perorangan. Kebutuhkan pendanaannya yang besar sudah seharusnya dibiayai oleh negara. Namun pada faktanya, jangankan untuk menyediakan rumah dengan konstruksi tahan gempa, sedangkan untuk menyediakan perumahan masyarakat dengan kualitas standar saja pemerintah masih belum mampu.

 

Bahkan kewajiban memenuhi kebutuhan papan yang mendasar bagi rakyatnya tersebut justru akan dibebankan kepada rakyat lewat TAPERA yang akan segera diberlakukan.

 

Padahal jika kita mau jujur, sebetulnya negara ini sangat mampu untuk membiayai semua urusan kenegaraannya. Negara ini bisa mendapatkan pemasukan dari hasil sumber daya alam (SDA) yang melimpah, jika dikelola dengan baik, tentunya dengan sistem yang sahih dan amanah.

 

Pengelolaan Mitigasi dalam Sistem Sahih dan Amanah

 

Islam adalah satu-satunya sistem kehidupan yang sahih dan amanah yang akan mendatangkan rida serta limpahan rahmat keberkahan ketika diterapkan secara menyeluruh oleh Daulah Khilafah Islamiyyah. Tinta emas sejarah mencatat berbagai kegemilangan pengurusan rakyat  termasuk juga dalam mitigasi bencana.

 

Mengutip pernyataan pakar geospasial Pro. Ing. Fahmi Amhar, upaya pencegahan bencana gempa bumi yang dilakukan pada masa kekhilafahan Turki Utsmani adalah dengan membangun gedung-gedung fasilitas umum tahan gempa untuk melindungi rakyatnya.

 

Salah satu bangunan bersejarah yang sampai saat ini masih kokoh tegak berdiri adalah Masjid Sultan Mehmed yang lokasinya berseberangan dengan Aya Sofia.

 

Masjid tersebut dibangun dengan pembiayaan dari Baitulmal (kas negara) oleh seorang arsitek bernama Sinan dengan konstruksi beton bertulang yang sangat kokoh dengan pola-pola lengkung berjenjang sehingga dapat membagi dan menyalurkan beban secara merata. Bangunan masjid tersebut dan juga masjid-masjid lainnya didirikan di atas tanah yang cukup stabil.

 

Konstruksinya terbukti kokoh di kemudian hari ketika terjadi gempa-gempa besar dengan kekuatan di atas 8 SR. Goncangan gempa tidak menimbulkan dampak serius pada masjid-masjid tersebut, sementara banyak gedung modern di Istanbul yang justru roboh.  Maasyaa Allah, allahummanshuril bil Islam, wallahualam bissawab. [LM/ry].

Please follow and like us:

Tentang Penulis